Celina memandangi rangkaian kata yang tertulis begitu indah di hadapannya. Niatnya untuk segera tidur setelah Ben mengantarkannya pulang, setelah dari pesta peresmian galeri kafenya, pupus sudah.
Hilang semua rasa lelah dan penat yang di rasakan oleh Celina sejak sedari tadi.
Gulungan kertas berpita biru yang di nantinya, sudah datang, tergeletak begitu saja di ranjangnya. Mina mengatakan bahwa seorang kurir khusus datang di malam hari mengantarkan itu dengan instruksi khusus bahwa gulungan kertas itu harus di letakkan di ranjang. Celina tidak lagi bertanya, siapa? Sudah bukan saatnya menjadi penasaran dengan siapa di balik semua ini.
Dan ini kali ke enam Celina membaca puisi indah itu. Matanya kembali terpaku pada pesan manis yang di tuliskan di sudut kertas.
~Maukah bertemu? Aku akan menghubungimu besok~
Hanya itu dan itu sudah cukup membuat Celina tersenyum. Itu bukan sebuah ajakan bertemu, tapi lebih pada pemaksaan yang manis.
Celina menggulung lagi kertas itu. Menyimpulkan sebuah pita dan meletakkannya di laci.
Bertemu? Celina mengurai senyum. Seperti apa dia? Batin Celina terus berkecamuk hingga dia merebahkan badannya di ranjangnya. Dingin air shower masih terasa di tubuhnya hingga Celina menarik selimut sebatas dadanya.
Sudah delapan lembar. Delapan tahun.
Sangat di sadari oleh Celina, betapa pria itu sudah mencuri hatinya. Mencuri cintanya dengan semua puisinya. Hingga Celina sadari, dia bahkan sudah menyerahkan hatinya pada pria itu.
"Aku tidak perduli bahwa kau gemuk, botak, pendek, berkaca mata tebal atau sebagainya. Ini terdengar gila, tapi...Aku mencintaim." Celina berbisik lirih.
Benar. Sudah sejak bertahun lalu, Celina mempersiapkan diri seandainya memang pria itu bukan seorang yang tampan atau di gilai banyak wanita. Itu lebih baik. Celina yakin, seperti apapun dia nantinya, dia telah terperangkap dalam cinta pada pria itu. Menerima apa nanti yang akan ada di hadapannya.
Celina hanya perlu berpikir, selembar takdir baik menghampirinya, yang bahkan dia tidak bisa berharap terlalu tinggi.
Celina terlelap dalam senyum.
-----------------------------
~ Aku akan menunggumu di Central Park. Besok pagi. Jam 09:00. Aku akan menghubungimu lagi ~
Itu bunyi pesan yang terbaca dari layar ponsel Celina. Sebuah nomor yang todak di kenal. Namun Celina yakin, itu nomor pria itu. Pesan itu dikirim semalam. Saat Celina telah lelap tertidur.
Celina bangun dan menuju kamar mandi. Seperti halnya Stephanie yang tidak mau merayakan ulang tahunnya, Celina hanya ingin berdiam diri di rumah. Itu saja. Tapi...hari ini akan menjadi hari yang lain daripada biasanya. Celina akan keluar, bertemu...pria itu.
Mina datang dengan membawa sarapan dalam sebuah nampan saat Celina telah selesai mandi. Sepiring omelet dengan roti bakar dan segelas besar air putih. Juga sepiring Belgian Waffle.
Celina terbiasa sarapan dan makan siang dengan porsi yang banyak, dan porsi kecil saat makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
CELINA (SUDAH TERBIT)
RomanceWARNING : 21++ NASKAH INI MENGANDUNG UNSUR SEX DETIL. YANG BELUM CUKUP UMUR SILAHKAN KEMBALI LAGI LAIN WAKTU. Aku, penyimpan sedih yang handal. Aku topeng yang sempurna. Tapi aku juga punya lara yang rapat kututupi. Hanya dia...yang tahu. Celina Hea...