"Aika, Aika, dimana aku pernah mendengar nama itu?" Tanya Yoshino bingung. Sejak pulang sekolah kemarin ia tampak penasaran dengan sosok gadis misterius tersebut. Ia merasa seperti sudah lama mengenalnya. Yoshino terus bertanya di dalam pikirannya.
Hari ini hari minggu, biasanya Yoshino berkumpul dengan teman-temannya untuk berolah raga dilapangan di bawah rel kereta api. Namun hari ini tak begitu, karena salju telah menebal menyelimuti kota.
"Tuan Yoshino, sarapan sudah saya siapkan." Kata Suwano, pria berusia pertengahan empat puluh, Pelayan pribadi Yoshino yang telah merawatnya sejak kecil.
Mamanya meninggal 4 tahun yang lalu dan Papanya sering keluar negeri untuk mengurus bisnis kelapa sawit.
"Terimakasih." Jawab Yoshino.
"Siang ini aku akan keluar sebentar ke kota, mungkin aku akan pulang sore." Tambah Yoshino yang sedang memakan sandwich-nya. Ia menggeser gelas dan pelayan dengan tangkas mengisi gelas itu dengan susu murni.
~~~
Sweater biru dongker dan jas musim dingin berwarna cokelat muda serta syal berwarna gelap telah menempel di tubuh Yoshino. Hari ini ia berniat berlajalan-jalan di taman kota walaupun udara yang sangat dingin menyelimuti seluruh penjuru kota.
Berbeda dengan musim dingin tahun lalu, berhari-hari ia habiskan di tempat tidur.
Kaki kanannya patah karena tergelincir salju beku di permulaan musim.
"Yoshino!"
Terdengar jelas suara seseorang memanggil namanya. Yoshino menoleh ke seberang jalan. Tampak seorang gadis berambut coklat memakai jas musim dingin berwarna peach dengan celana jeans dan sepatu boot coklat muda.
Gadis itu terus melambaikan tangan. Lalu terlihat ia menyebrangi jalanan, mendekat ke arah Yoshino. Sekarang Yoshino mengenali gadis tersebut. Ia adalah Fuwa Aika. Seorang yang misterius dengan muka dingin yang angkuh.
"Hei,,, Yoshino. Kau tak sudi membalas sapaan ku ya?" tanya Aika.
Yoshino tak menyangka, di jalanan di tengah kota ini ia bertemu Aika yang menyapanya hangat, penuh keceriaan. Berbeda dengan Aika yang kemarin, siswi baru yang pediam dan misterius.
"Oh? Hai juga." Jawab Yoshino masih terheran-heran.
"Kamu mau kemana?" Aika bertanya kembali. Yoshino membuka mulut akan menjawab.
"Aku ikut." Tambah Aika yang tidak memberikan kesempatan kepada Yoshino untuk menjawab pertanyaan tadi. Tiba-tiba Aika menggenggam tangan partnernya itu, lalu mereka pun mulai menelusuri jalan.
~~~
"Dua ratus ribu, tiga ratus ribu, lima ratus ribu, satu, dua, tiga." Yoshino kecil menghitung tabungan nya. "Yes! Sepertinya ini sudah cukup." Ujar nya pada diri sendiri.
Uang tersebut akan di gunakan untuk membeli sepeda.
"Paman Suwano, tolong antarkan aku ke toko sepeda. Aku akan membelikan Ai sepeda sebagai hadiah." Ujar Yoshino kepada Suwano, pelayannya.
"Baiklah tuan, mari saya antarkan ke toko sepeda kenalan saya. Sepeda disitu kualitasnya bagus dan banyak modelnya." Suwano menjelaskan.
~~~
Sesampainya di toko sepeda. Hatoya, pemilik toko tersebut, kenalan Suwano langsung memberi sapaan. Tempat ini terlihat seperti showroom sepeda yang megah dan tertata rapih. Tak menunggu lama, Yoshino langsung melihat-lihat berbagai jenis sepeda dengan warna-warna yang bervariasi.
Betapa bahagia dan bangganya Yoshino kepada dirinya sendiri. Sebentar lagi ia bisa mewujudkan keinginan Ai untuk menembus angin.
"Yang ini pak." Yoshino menunjuk ke arah sepeda berwarna putih dengan ornament garis-garis biru muda dan peach.
"Pilihan kamu bagus sekali. Ini pasti hadiah untuk teman teristimewa." Ujar Hatoya.
"berapa pak?" Tanya Yoshino, berusaha merogoh koceknya untuk mengambil uang.
"Yang ini harganya delapan ratus ribu rupiah" Jawab Hatoya.
"Tidak bisa di kurang lagi pak? Uangnya hanya ada enam ratus ribu rupiah, tabungan saya tidak cukup untuk harga delapan ratus ribu rupiah." Yoshino menawar, tampak sedikit khawatir tidak bisa membawa pulang sepeda tersebut.
"Jangan risau, ini untuk teman teristimewa kan. Tabungan mu sudah cukup kok. Sisa harganya saya anggap sebagai hadiah untuk kerja keras mu selama ini menabung." Kata Hatoya.
Senyuman kebahagian merekah dari bibir Yoshino kecil. Akhirnya sepeda tersebut berhasil ia dapatkan. "Terimakasih banyak, Pak." Yoshino memeluk Hatoya.
Karyawan toko dengan sigap memasukkan sepeda kedalam mobil, sementara Suwano sedang mengurus pembayaran dan juga sertifikat untuk sepeda tersebut. Setelah itu Suwano menancapkan gas, Yoshino pun melambaikan tangan meninggalkan toko sepeda itu.
~~~
"Kamu tadi dari mana?" Tanya Yoshino datar. Aika menjawab "Oh,, itu. Tadinya hanya berniat berjalan-jalan menelusuri kota. Sudah lama aku tidak tinggal disini banyak yang telah berubah, jalur dan arah jalanan pun telah berbeda."
"Memangnya kamu..." Yoshino melanjutkan obrolan.
Seperti paham apa yang ingin Yoshino katakan, Aika mulai bercerita. "Iya. Dari kecil aku memang tinggal di kota ini. Sekitar tujuh tahun yang lalu, aku dan keluarga pindah ke Amerika."
"Oh..." Yoshino bergumam.
"Yoshino, ayo kita minum cokelat panas." Ajak Aika.
Mereka pun membeli cokelat panas di kedai persimpangan jalan, lalu mereka pergi ke taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody Said it Was Easy
Historia CortaYoshino kehilangan sahabat sejatinya, yang ntah kemana. SMA kelas XI IPA 2 disinilah Yoshino kembali bertemu dengan sahabatnya. "Aika, Aika, dimana aku pernah mendengar nama itu?" Tanya Yoshino bingung. Sejak pulang sekolah kemarin ia tampak penasar...