Hinata terbangun di kamar barunya. Selimut masih setia melapisi tubuhnya sampai ke dagu. Dia mengerjapkan matanya. Lalu, merenggangkan ototnya yang agak kaku.
"Naru." Hinata bangkit dari tempat tidurnya. Tujuannya saat ini; mencari Naruto.
Tanpa ragu, Hinata masuk ke kamar Naruto. Mengendap khalayak penjahat. Dia berjinjit untuk mengurangi suara yang ditimbulkan kakinya.
"Apa yang kau lakukan?" Naruto heran, apa Hinata tidak sadar? Sejak Hinata masuk ke kamar, Naruto sudah melihat gelagatnya.
"Diam, Naru. Aku tidak ingin ketahuan Naru." Hinata meletakkan jari telunjuk di depan bibir. Mengeluarkan suara mendesis.
"Dasar aneh." Naruto menggerakkan kepalanya, tak maklum pada perilaku orang di hadapannya.
"Sudah tiba saatnya, Hinata ingin tidur lagi bersama Naru." Hinata membaringkan tubuhnya. Menyita sebagian kasur juga selimut Naruto.
"Pergi dari kasurku, Hi ... Siapa tadi namamu?" Naruto mendorong pelan Hinata agar menjauh darinya.
"Hinata. Hinata tidak mau pergi." Hinata menggeser kembali tubuhnya mendekati Naruto.
"Bisakah kau patuh padaku, Hinata? Aku masih mengantuk." Naruto menguap lebar.
"Kita tidur bersama." Tangan Hinata dibentangkan untuk memeluk seluruh tubuh Naruto.
"Terserah." Naruto yang sangat mengantuk, membiarkan Hinata memeluknya. Berakhirlah, mereka tidur bersama.
.
Matahari sudah menampakkan sedikit cahayanya. Naruto dan Hinata masih terlelap bersama kenyamanan yang mereka dapatkan.
Kushina berniat membangunkan Naruto. Walau hari Minggu, keluarga Namikaze membiasakan bangun pagi.
"Naruto." Kushina menghentakkan kakinya mendekati ranjang sang putra sulung.
"Manisnya." Kushina melihat Naruto dan Hinata dalam posisi berpelukan. Dia bergegas mengambil smartphone-nya; memotret mereka.
"Ibu?" Hinata terbangun karena suara Kushina dan kamera dari smartphone.
"Bangunlah, ini sudah pagi. Tidak baik seorang gadis bangun siang," tegur Kushina.
"Hinata akan membantu Ibu memasak." Hinata turun dari kasur. Dia menarik tangan Kushina ke dapur saking semangatnya memasak.
"Apa sarapan yang Hinata inginkan?" Kushina memasangkan apron pada Hinata. (Apron adalah sepotong kain yang digunakan untuk menutup badan bagian depan agar pakaian tidak kotor atau rusak.)
Hinata mengetukkan jari telunjuknya di dagu. "Yang Naru sukai."
"Ramen. Baiklah kita akan memasak ramen." Kushina dan Hinata segera menyiapkan bahan. Lalu, memasak diiringi senandung dan nyanyian.
Naruto menggerakkan tubuhnya, menghadap kanan dan kiri. Dia tidak nyaman. Seperti ada yang kurang.
"Ke mana gulingku?" Naruto mengintip bagian bawah kasurnya. Tidak ada, pikirnya. Dia terduduk, akhirnya melihat guling merah darah di daerah kakinya. "Apa aku sangat pecicilan ketika tidur? Kenapa gulingku sampai di sana?"
Naruto tak memikirkan guling itu lagi. Dia membersihkan diri. Juga kamarnya yang berantakan. Selepas itu, dia turun ke lantai bawah. Aroma kuah ramen memenuhi indra penciumannya.
"Naru, Hinata membuatkan ramen spesial untuk Naru." Sedatangnya Naruto di dapur, Hinata menarik Naruto ke ruang makan.
Minato dan Kushina sudah duluan memakan jatah ramennya. Tak memedulikan Naruto yang baru saja datang. Bunyi dari seruputan mendominasi keheningan.
Mulut Naruto menganga. "Ayah, Ibu, kenapa tidak menungguku? Kalian orang tua durhaka."
"Naru duduk dulu." Hinata mengambil ramen yang khusus untuk Naruto. Berbeda dengan yang dia berikan pada Minato dan Kushina.
Naruto duduk dengan tenang di kursi. Sementara, tatap matanya menajam menatap kedua orang tuanya.
Hinata meletakkan semangkuk ramen beserta isinya di meja. "Silakan dinikmati, Naru."
Naruto memasukkan beberapa helai ramen ke mulutnya. Rasanya sungguh berbeda dari milik Kushina. Ramen Hinata patut diacungi jempol. "Enak sekali."
"Karena itu, kami memakannya duluan tanpa menunggumu, Naruto," kata Minato. Kushina membalasnya dengan anggukan.
"Aku suka, Hinata. Ramenmu sangat nikmat." Naruto tersenyum puas. Senyuman cerah Naruto mengakibatkan detak jantung Hinata tak normal. Wajahnya pun memanas. Semburat merah muda di pipinya begitu kentara.
.
Naruto mengganti channel televisinya berulang kali. Tidak ada acara yang cocok untuknya hari ini. Dia meniup poninya yang terjatuh di dahi. Sangat membosankan, pikirnya.
"Naruto, ajaklah Hinata ke mall." Kushina berteriak tepat di telinga Naruto.
Naruto mengusap telinganya. "Tidak perlu berteriak, Ibu."
"Naru, ayo jalan-jalan," kata Hinata yang kini tepat di samping kiri Naruto.
"Kau mengagetkanku."
"Ayo, Naru." Hinata mulai merengek dan menggembungkan kedua pipinya.
"Baiklah." Naruto hanya pasrah. Dia mengambil kunci mobil. Hinata mengekor di belakangnya.
Naruto dan Hinata dalam perjalanan ke mall yang cukup jauh. Hinata tak henti memandangi Naruto yang sibuk mengendarai mobilnya. Dia sangat senang pada ekspresi Naruto yang serius.
"Jangan melihatku seperti itu, Hinata." Suara bass Naruto mengalun tidak mengganggu kegiatan Hinata.
"Hinata suka Naru." Hinata terkikik pelan. Matanya menyipit.
"Ha? Kau aneh sekali. Kau suka pada orang yang baru kau temui semalam." Alis Naruto bertaut. Gadis di sampingnya ini amat terang-terangan menyatakan apa yang dia rasakan.
"Suka tidak kenal waktu, Naru. Hinata suka Naru bukan berarti Hinata sudah kenal Naru bertahun-tahun. Hinata suka Naru karena Hinata suka," ujarnya tanpa setitik keraguan yang terlihat.
"Kita sudah sampai. Turunlah." Mereka sudah sampai di mall yang terkenal di kalangan remaja.
"Naru gandeng Hinata. Hinata takut hilang." Hinata menggenggam erat tangan besar Naruto. Seakan tak ingin terpisah.
"Dasar anak kecil," umpat Naruto. Namun, Naruto tak mempermasalahkan itu. Dia membalas genggaman Hinata. Lalu, tersenyum bak orang yang kurang waras.
Baru saja mereka masuk mall, Hinata sudah membuat masalah. Tak sengaja Hinata menabrak orang.
"Maaf, Hinata tidak sengaja." Hinata membungkuk pada orang yang ditabraknya.
"Hinata?"
"Suna?"
.
Strange © -05/24/2017-
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] Strange
FanfictionHyuuga Hinata, gadis berperangai ceria dan sifat kekanakan yang begitu menghangatkan. Tidak disangka, dia amat takut pada orang asing, dalam arti bertemu pertama kali. Namun, saat bertemu Naruto, sifatnya tidak menunjukkan sebuah ketakutan. Ada apa...