1.5

1.3K 87 6
                                    

"Kalian baru saja bertemu semalam?" tanya Sasori berhisteris ria.

"I ... iya."

"Kukira Hinata sudah tinggal seminggu ini. Kenapa dia tidak takut padamu? Aku heran." Sasori menggelengkan kepala tanda tidak cukup percaya pada argumen Naruto.

"Tanya Ibuku kalau tidak percaya." Naruto tersenyum miring. Jika sudah membawa kata Ibu dalam percakapan, Sasori tidak sanggup berkutik.

"Baiklah, aku percaya. Cepat turun dan bawa Hinata. Kita sudah sampai." Sasori menghentikan laju mobilnya ketika sudah sampai di halaman rumah Namikaze.

"Ibu, kami pulang," teriak Naruto. Hinata yang digendong Naruto terusik. Dia menggeliat dalam gendongan.

"Jangan berteriak. Hinata akan bangun." Sasori menepuk kepala Naruto dari belakang.

"Kak, apa sekarang kau menjelma menjadi psikopat? Kasar sekali dirimu." Naruto meletakkan Hinata di sofa ruang tamu. Dia cukup lelah untuk membawa Hinata ke kamarnya yang terletak di lantai atas.

"Aku hanya menyentuh kepalamu. Dasar berlebihan." Sasori menuju dapur, akan mengambil minuman segar dari kulkas.

"Cepat sekali kalian pulang. Ibu pikir kalian pulang larut." Kushina menggendong Kurama. Dia pasti sehabis memanjakan kucing itu.

"Hinata ketakutan tadi." Naruto meringis saat Kushina menatapnya.

"Kenapa? Kau meninggalkannya sendiri. Atau dia hilang tiba-tiba?" Kushina ikut mendaratkan tubuh di sofa yang lain, bersama Kurama juga.

"Hinata takut pada teman sekelasnya. Ini aneh memang. Aku juga tidak paham, Bu." Naruto menautkan alisnya. Dia mengerutkan dahinya.

"Oh, seperti itu," tanggap Kushina, "Besok kau harus berangkat bersama Hinata. Dia satu sekolah, tapi berbeda kelas denganmu."

"Aku tidak pernah melihatnya." Naruto memang baru melihat Hinata kali ini. Ini pertama baginya.

"Matamu sudah rabun, hingga tidak bisa melihat Hinata yang secantik itu." Kushina menunjuk mata Naruto dengan jari telunjuk.

"Bibi, aku merindukanmu." Sasori datang dari arah dapur dengan sekotak jus stroberi dan beberapa bungkus cemilan.

"Keponakanku sayang, aku juga merindukanmu," balas Kushina dengan riangnya.

"Banyak sekali yang kau ambil, Kak," kata Naruto yang sewot. Naruto merampas sebungkus keripik kentang.

"Lagipula, rumahmu dekat supermarket. Kau bisa membelinya lagi." Sasori menujulurkan lidahnya, mengejek tepatnya.

"Aku mau tidur saja." Naruto berbaring di karpet depan televisi. Karpetnya cukup tebal dan empuk, Naruto pun nyaman tiduran di situ.

Selang berpuluh menit, Hinata tersadar dari alam lain. Dia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang diterima penglihatannya. Dia menghapus sedikit cairan di sudut bibirnya. Terkadang jika terlalu lelah, dia sering mengeluarkan cairan dari sudut bibirnya.

Hinata melangkahkan kaki menuju dapur. Dia ingin membuat sesuatu agar Naruto senang. Sesuatu yang Naruto sukai, tapi dia tidak mood menghasilkan makanan. Dia memutuskan membeli jajanan di pinggir jalan. Lima belas menit sampai kalau dia tahu jalan. Masalahnya, baru beberapa belokan, dia sudah tersesat di gang yang cukup sepi.

"Aku di mana?" Hinata berkeringat dingin. Jarinya saling bertaut agar menghilangkan ketakutan yang hinggap.

Kurama mencakar tangan Naruto. Walau menggunakan kuku kecil, cakarannya lumayan menyakitkan. Kurama berhasil membangunkan Naruto.

"Kurama? Hentikan cakaranmu itu." Naruto mengangkat Kurama, lalu meletakannya bersama bola-bola kecil.

Naruto mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah. Dia tidak melihat sosok Hinata. Baik di sofa, maupun di tempat lain. "Hinata?"

"Ada apa, Naruto. Kau mencari apa?" Kushina bingung akan tingkah anaknya yang berkeliling rumah.

"Hinata, dia tidak ada di mana pun." Naruto mengepalkan tangannya. Panik dia rasakan ketika Hinata hilang tanpa berucap.

"Carilah dia. Kemungkinan besar, dia berkeliling di sekitar sini." Kushina mendorong punggung Naruto keluar rumah.

"Semoga dia tidak pergi terlalu jauh." Naruto berlari bergegas mencari gadis kekanakan itu.

Hinata terduduk di pinggir tembok. Dia memanggil Naruto, berharap lekas menyelamatkannya. "Naru. Naru, Hinata takut."

Naruto menolehkan kepala. Dia mendengar suara kecil itu. Dia mencari di setiap gang yang ada. Ternyata benar, Hinata ada di salah satunya. Dia menarik tangan Hinata yang berjongkok, lalu membawanya dalam pelukan. "Dasar aneh. Kalau tidak tahu jalan, tidak perlu jalan-jalan."

"Maaf, Naru. Hinata ingin membeli makanan untuk Naru. Di jalan sana."

Naruto melepas pelukannya. Dia mengamit tangan Hinata. "Ajaklah aku sekalian kalau ingin membelikan makanan."

"Maaf, Naru."

Naruto dan Hinata berjalan berdampingan. Tujuan mereka tak jauh. Sepuluh menit kemudian, mereka sampai.

Dari sekian banyak jajanan, Hinata memilih cinnamon rolls dan takoyaki. Naruto tidak melarang karena dia membawa uang lebih hari ini.

"Terima kasih, Naru. Hinata suka Naru." Hinata mencomot takoyaki bulat-bulat.

"Iya. Lain kali, jika kau ingin pergi, minta aku untuk mengantarmu." Naruto pun mencicipi takoyaki yang lezat.

"Hinata mengerti." Hinata menganggukan kepalanya.

.

Naruto memasang jam hitam di tangannya. Dia melirik sekilas. Masih jam tujuh, kelas dimulai satu jam lagi, batinnya.

"Ayah, aku berangkat naik apa?" tanya Naruto seraya mondar-mandir mencari bukunya.

"Bawalah mobilmu. Hari ini kau berangkat bersama Hinata, 'kan? Ayah memperbolehkanmu membawa mobil," jawab Minato. Kushina tak menggagas karena dia sibuk mendandani Hinata.

"Aku mencintaimu, Ayah." Naruto mengambil kunci di tangan Minato.

Mobil Naruto membelah jalanan kota Tokyo yang amat ramai. Di dalamnya, Hinata bernyanyi riang karena radio menyetel lagu kesukaannya. Naruto menghela napas mengingat kelakuan Hinata bak anak-anak.

Sesampainya di sekolah, Naruto menyapa teman-temannya, sedangkan Hinata hanya menunduk.

"Angkat dagumu, Hyuuga. Tidak elit seorang gadis menunduk sampai rambutnya menutupi wajah," ujar Naruto. Menurutnya, Hinata tidak percaya diri.

"Hinata takut." Hinata menarik lengan sweater Naruto.

"Naruto!"

.

Strange © -06/05/2017-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Strange © -06/05/2017-

[3] StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang