2. Sora

110 4 6
                                    

Jum'at, 17 Maret

SMA Banjarsari memang bukan sekolah paling elit di Bogor. Malah sering jadi pilihan terakhir bagi lulusan SMP yang gagal di terima ke SMA kota. Meski begitu, fasilitasnya bisa dibilang masih lebih baik di banding SMA pinggiran kota lainnya.

Sekolah yang membanggakan dirinya sebagai sekolah rujukan ini di bangun di pinggir jalan Banjarsari, bersebelahan tepat kandang sapi raksasa milik Balai Penelitian Ternak Kabupaten Bogor. Luasnya tidak seberapa, tapi cukup untuk memiliki dua bangunan besar dan empat bangunan kecil serta dua lapangan.

Gedung utara adalah wajah dari sekolah ini. Kebanyakan isinya berupa ruangan-ruangan non-kelas. Seperti ruang guru, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, mushala, ruang multimedia, dan ruang ekskul. Hanya ada tiga kelas saja yang apes mendapatkan kelas mereka di sini. Kelas X-1, X-2, dan X-3.

Sementara itu kelas-kelas lain kebanyakan ada di gedung barat dan gedung-gedung timur. Ketiga gedung ini (dengan gedung barat yang berbentuk huruf L) membingkai lapangan bawah. Lalu di belakang semua itu, barulah kau bisa menemukan kantin.

Karenanya, bagi anak-anak kelas X-1 sampai X-3, jam istirahat pertama yang hanya berlangsung selama 15 menit menjadi tantangan sendiri bagi perut, kaki, maupun kebutuhan mereka yang lain.

Kelas mereka ada di lantai atas gedung utara, dan dengan kondisi tanah yang melandai dari utara ke selatan, praktis membuat posisi mereka jadi yang paling tinggi di sekolah. Sedangkan kantin jadi yang paling rendah. Secara harfiah.

Mereka harus menuruni undakan ke lantai satu, lalu menuruni undakan lagi ke lapangan, belum menyebrangi lapangan dan lautan manusia begitu sampai di kantin. Kadang ketika baru saja mendapatkan apa yang diinginkan, bel masuk sudah berbunyi. Akhirnya makanan yang baru dibeli itu harus disembunyikan sedemikian rupa, sementara mereka berlari buru-buru ke kelas. Rasanya sudah seperti penyelundup barang haram saja.

Masalah ini memang sudah mulai terselesaikan dengan inisiatif beberapa siswa yang berjualan berbagai jenis makanan di sekolah. Jadi mereka tak perlu menguras tenaga pergi ke kantin. Tapi kalau kau butuh hal lain seperti alat tulis dari koperasi misalnya, keadaannya sama sulitnya.

Seperti kali ini. Sora berjalan terlalu terburu-buru menuju koperasi sekolah. Setelah bel berbunyi nanti, ulangan harian Fisika yang di ajar Pak Soleh akan di mulai. Orang biasanya tidak akan mencoba menantang maut dengan keluar dari kelas di waktu sebelum jam pelajaran Pak Soleh—yang walaupun namanya menentramkan jiwa, tapi sikapnya tidak-tapi Sora harus melakukan ini.

Sampai detik ini pun, sambil berjalan cepat dengan wajah masam, Sora masih mengutuki diri. Seharusnya dia kemarin tidak lupa membeli 40 lembar kertas folio bergaris sialan itu. Atau seharusnya ia datang lebih pagi supaya ketiga warung potokopi di depan sekolahnya masih tidak terlalu penuh dengan pembeli sehingga ia tidak perlu takut terlambat karena mengantri. Ah, lagipula kenapa sih Bu Yani yang menjaga koperasi itu selalu datang jam delapan?

Sekarang pun mungkin teman-teman kelasnya sedang mengutuki bendahara mereka itu. Atau mereka berdo'a untuknya? Kalau Sora tidak kembali dalam lima belas menit jam istirahat pertama, Pak Soleh pasti menghukum mereka untuk berlari mengelilingi lapangan sebanyak empat kali. Seperti yang terjadi pada anak-anak kelas XI-2 waktu mereka lupa me-fotokopi materi tambahan. Waktu itu anak-anak kelas X-1 menonton dari jendela kelas sambil tertawa, kali ini siapa yang akan tertawa?

"Genji!"

Sora tau kalau teriakan memanggil itu ditujukan untuknya. Tapi ia tidak menghiraukannya. Ia tidak punya waktu untuk ini.

"Hei! Adiknya Genji!"

Sora mencebik kesal. Padahal ini sudah hampir setahun, tapi hal-hal menyebalkan seperti ini masih saja sering terjadi. Ia menoleh singkat, lalu melambaikan tangan dan pergi bergegas lagi. Hanya beberapa meter lagi sebelum mencapai koperasi, ia mengecek jam, sepuluh menit lagi.

Surat Cinta Cahaya PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang