Kamis, 23 Maret 2017
Kau tau bagaimana pemilihan tim dalam pelajaran olahraga selalu terlihat jelas bagaimana pandangan orang terhadap kemampuan fisikmu? terlebih kalau selalu menjadi orang terakhir yang dipilih. Tapi dalam kelompok pelajaran kelas, yah, secara kasar nepotisme selalu unggul karena tak ada yang tau apa yang mereka lakukan.
Saat ini, Genji jelas tidak sadar kalau Satria tidak tau apa-apa sama sekali tentang rencana mereka. Meninggalkan pesan hampa "kita bahas setelah hari terakhir USBN" tanpa penjelasan lebih lanjut, Satria terpaksa menunggu. Ini bukan kerjasama. Satria "membantu", dalam arti Genji tetap akan menyembunyikan apa yang ia cari. Anak itu, ada alasan guru-guru tak pernah memilihnya menjadi ketua kelompok pelajaran kelas.
.
"Haaah, capek"Seperti kemarin, sekolah cepat sepi segera setelah ujian selesai. Selain beberapa orang yang mengejar dhuha dan langsung pergi, tidak banyak yang menunggu dzuhur di mushola. Makanya Satria heran ketika mendengar suara familiar datang dan cepat hilang ke area shalat perempuan, mungkin harusnya tidak, bagaimana pun Nurul dulunya pengurus rohis, dan berbeda dengan ruang musik yang menakutkan, mushola lebih nyaman dan lebih mudah dijadikan tempat beriung.
"Tutup juga?" Seseorang dari dalam bilik mukena menjawab, kalau orang itu ada di sana sejak tadi, Satria tidak sadar.
"Sepertinya fotokopi depan sekolah memang satu-satunya harapan kita. Aku mau duduk dulu"
Satria memutar lagi ingatannya di Sabtu lalu, Yusuf mengatakan sesuatu tentang mengurus surat undangan tahlilan setelah USBN. Sepertinya tidak terlalu berjalan lancar.
"Eh, Sat, belum pulang?" Nurul menyadari keberadaannya sebelum Satria sempat berpindah tempat duduk menjauh lebih dalam ke area shalat laki-laki.
"Ah, iya" ia tidak yakin harus bilang apa "Kalian juga?"
"Kau bicara dengan siapa?" Suara dari bilik mukena akhirnya menunjukkan diri, Zalia rupanya sedang memasukkan gumpalan mukena kedalam tas besar, entah mau diapakan, Satria tidak bertanya.
Nurul tidak menjawab pertanyaan itu, hanya melihat tas yang digotong Zalia dengan lesu "Oh, tidak, aku lupa soal itu"
"Jangan bilang laundrynya juga"
"Tutup"
Kedua mengeluh bersamaan.
"Aku kira kalian sudah demis" sela Satria, dia tak pernah paham dengan anak-anak kelasnya yang 'gila' aktivitas tambahan. Lebih aneh lagi mereka kelihatan lebih sibuk justru di semester akhir setelah dilarang mengikuti kegiatan ekskul lagi. Dan hanya kelasnya tentu saja, lihat saja dua orang ini, tak ada anak kelas 12 mantan pengurus rohis lain yang sibuk dengan entah hiruk pikuk apa yang mereka ributkan. Bahkan Satria heran Yusuf tidak disini.
Zalia hanya mengedikkan bahu "Mukena harus di cuci, memang biasanya hari jumat, tapi besok sekolah libur dan tak ada yang bisa kesini hanya untuk mengantarnya ke laundry"
"Tidak ada anak kelas 11 tinggal dekat sini?"
"Mereka tidak pegang kunci gerbang sekolah, Sat"
"Hanya mencoba membantu" Satria mengangkat tangan "Ucup mana?"
"Pulang duluan, dia sakit kepala"
"Setelah ujian fisika? Tentu saja"
"Sakit kepala sungguhan, loh"
"Mhhmm"
"Kau sendiri? Sedang apa di sini?"
Satria menimbang sebentar, sebersit ide bahwa ia sedang melakukan sesuatu yang semestinya rahasia membuatnya sedikit senang, tapi kemudian sadar dirinya tidak lebih membuang-buang tenaga dibanding dua orang di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cinta Cahaya Pagi
Novela JuvenilIni bukan pertama kalinya bagi Genji mendapatkan surat cinta. Sebagai orang supel yang disukai banyak orang, ia sudah terbiasa akan hal itu. Tapi surat cinta yang diterimanya kali ini agak lain. Selain pengirimnya misterius, isinya juga aneh. Memang...