Adrian keburu tepar. Dia langsung melemparkan tubuhnya ke kasur sembari menghela napas kasar.
Peluh yang sudah membasahi henley abu-abunya pun mulai mengeluarkan aroma yang—oke, sepertinya dia perlu banget mandi sekarang.
Selain hal tersebut, dia juga masih nggak yakin dan habis pikir kalau Sylvester (Pak Tua itu) yang besar tubuhnya kayak gorila silverback, ujug-ujug bisa ada di Budapest.
Belum lagi tingkah Bianca Aardemia tadi.
—Maksudnya, gimana bisa Bianca kenal dengan Pak Tua, ditambah lagi cewek itu keliatan sangat menghormatinya.
Setahu Adrian, pria tua enam puluh-an bernama Sylvester Asimov hanyalah dan cuma seorang pensiunan perwira Sovyet yang sialnya, kebagian mengurusi anak laki-laki ingusan dengan koper mini Batman yang bahkan terkena semacam amnesia ketika ditemukan.
Oh, dan bagian yang lebih 'hebat'nya lagi, Adrian pun langsung disuruh unjuk kemampuannya di depan Pak Tua.
Mengetes kalau-kalau Adrian jadi tumpul, gara-gara Pak Sylvester mengakui bahwa ia sendiri juga jarang sekali mengunjungi bocah naungannya itu.
Benar saja, tadi pada waktu di ruang latihan bawah tanahnya club Antares, meski sudah memegang Zweihander-nya, Adrian dihajar habis-habisan oleh Sylvester.
Awalnya Adrian mengira dengan kekuatannya sekarang ini, ia dapat dengan mudah mengalahkan Pak Tua.
Bahkan Adrian merasa sudah mengerahkan seluruh kemampuannya (sampai pakai mode segala).
Tetapi walau hanya dengan tangan kosong, Pak Tua itu sungguh tidak ada yang bisa menandingi.
"Pak—"
"Aku mengerti," potong Pak Sylvester kala tersebut. "Kau pasti punya banyak pertanyaan untukku."
Walau awalnya Adrian telah memutuskan jika dia tidak bakal peduli lagi perihal masalah asal usulnya dan segala tetek bengek tentang hal tersebut. Tapi...
"Selama dua bulan ini—tidak tahu kenapa—belakangan selalu saja kepikiran," Adrian mengaku, sedikit merasa gelisah.
Pasalnya, sekarang terbesit rasa penasaran yang muncul tiba-tiba, tatkala pas bertemu Pak Sylvester siang tadi, di Franze Delayota.
Pada bench pinggir ruang latihan club Antares, Pak Sylvester yang habis menenggak sebotol Jagermeister kini melengah keras.
"Dengar baik-baik, bocah," katanya kemudian. "Seperti minuman di dalam botol ini, semua yang terjadi tidak dapat dikembalikan ke keadaan semula, walaupun kau mengisinya dengan jenis yang sama, rasa yang dikandung tetap saja berbeda."
Huh? Adrian malah tambah tidak mengerti.
Serius deh! Sekarang bukan saatnya riddle majas ala tahun tujuh puluh-an dadakan. Sudah cukup teka-teki yang dia hadapi saat ini. Dia tidak butuh!
"Intinya, Bocah," Pak Sylvester melanjutkan. "Jangan sekali-kali menyesali apa yang kau lakukan, meski nantinya akan berakibat baik atau buruk, jadikan itu sebagai pengalaman tak terlupakan dan pelajaran berharga untuk yang akan datang nanti."
Adrian sebenarnya sudah tahu, jika ia masih bersikap seperti ini dan selalu menyalahkan diri, nantinya ia sendiri malah akan kehilangan apa yang dia punya saat ini, sedikit demi sedikit.
Apalagi dua hari yang lalu, waktu Takuya menceritakan apa yang terjadi saat pertempuran melawan Hydra.
Setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Karen terlahap oleh salah satu kepala monster ular itu, Adrian sungguh tidak mengingat apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Myth Hunter
Fantasy"Salah satu cucu Hawa akan terlahap kegelapan. Setiap air mata akan mengalami kekacauan. Belenggu Sang Penguasa Kedua akan terlepas pelan. Amarah yang terpendam akan butuh seorang pengorbanan."---Urgh. Dan yah, kalian tahu? Kurang lebih begitulah is...