Hari yang dinanti sudah tiba. Beberapa peralatan pesta dan juga sambutan sudah disiapkan. Walaupun sederhana, dana yang dikeluarkan cukup besar. Mengingat tamu kali ini adalah orang penting. Jadi, keamanan menjadi prioritas saat ini. Tidak seperti biasanya.
Seperti pesta formal, semua memakai pakaian formal. Semunya. Bahkan tukang kebunpun memakai jas pada saat memotong rumput. Bukan hal yang biasa. Tapi ini luar biasa.
Pak kepala yayasan sudah datang. Musik Marching Band saling bersahutan. Dentuman Bass dan alunan nada dari barisan brass dan Pitch menjadi satu dengan ditsmbahnya Snere. Suasana menjadi meriah. Banyak yang mengabadikan momen ini. Biarpun meriah, menurutku ini tampak mencekam. Pasalnya, satu orang memakai Jas mahal di tambah sepatu pantofel yang sangat mengkilap sedang berada ditengah para Bodyguard. Apakah mereka mengira akan ada serangan terroris??? Atau akan ada nuklir jatuh di sini??? Aku tidak tahu.
2 Jam berlalu, Pak kepala yayasan -kata Cecilia, dia bernama Diki- sudah memberikan sambutan. Dan dimulailah pesta.
Pada saat pesta, aku hanya duduk sendirian dipinggir. Ake melamun, membayangkan bagaimana kehidupan seorang konglomerat. Saking seriusnya aku melamun, aku tak menyangka jika Pak Diki memerhatikan dan mendekat kepadaku.
"Hey...Kau tak suka pesta???"
"Ha... Hai pak... memang, aku tidak suka pesta." Kataku sambil mengelus dada karena kaget.
"Ah... akhirnya ada yang sama denganku, namamu siapa???"
"Adam." Jawabku singkat
"Oke Adam, mau minum???"
"Jika aku ditraktir minum, aku mau..." Aku mulai bercanda dengan Pak kepala yayasan.
"Pastinya."
"Ayo pak." Semangatku yang hilang kini kembali.Aku diajak oleh Pak Diki ke sebuah sudut sekolah -disini biasanya buat parkir mobil. Aku berharap Pak Diki bukan psikopat apalagi Gay yang membawa korbannya ke tempat sepi. Memang disini cukup nyaman. Suasana yang sepi tapi tidak terlalu jauh dari keramaian. Seketika aku ingat dengan Bayu. Semoga dia baik baik saja dan tidak berbuat ulah lagi.
Kejadiannya masih hangat dalam pikiran. Saat itu sedang diadakan pesta tahunan oleh sekolah. Bisa dikatakan semua orang hadir. Bayu adalah orang yang hyperaktif, ya walaupun sekarang sudah mulai belajar menahannya. Jadi nggak akan heran jika di pesta pasti bayu berbuat ulah. Saat puncak acara, dan waktunya kebetulan malam, Bayu membawa satu pack petasan lengkap. Dia menyalakan di belakang panggung. Sontak semua orang kaget, dan tiba tiba dia ditarik ke ruang kepsek. Beruntunglah dia, pak kepsek mengerti keadaannya.
Karena aku memikirkan Bayu -Aku bukan Gay- sku melamun. Pak Diki menyadarkanku.
"Seseorang yang sering melamun tandanya dia pintar, apa kau termasuk???"
"Tidak juga. Nilai bahasaku terburuk di kelas. Apakah itu termasuk pintar."
"Kepintaran orang itu tidaklah sama. Biar kutebak kau lebih suka ilmu pasti."
"Ya, begitulah pak."
"Good, ngomong ngomong namamu siapa???"
"Ya elah pak, masa udah lupa. Nama saya gampang sekali pak. Pisan. A D A M."
"Oke Adam, ini kartu namaku, di situ ada alamatnya. Besok jam 3 sore. Ingat."
"Mau ngapain pak???"
"Tinggal hadir aja apa susahnya."Pak Diki meninggalkanku. Kini aku tertuju pada kartu nama Pak Diki. Aku bertanya tanya. Buat apa. Apakah di dunia ini cuma aku yang suka ilmu pasti. Pasti tidak. Terus ini buat apa. Jangan jangan dugaan tentang Gay ternyata beneran???. Ah... ngurusin lah.
Kembalinya aku ke pesta membuat teman teman ku bertanya. Abis darimana??? Ke kamar mandi ya, btw kok lama amat, hayo ngapain??? Atau jangan jangan diculik???.
Aku menghampiri Cecilia. Stalker dan Informan terbaik abad ini.
"Berikan informasi tentang Pak Diki kepadaku."
"Sans, buat apa dulu???"
"Aku diberi ini." Ku berikan kartu nama Pak Diki.
"Kartu nama Pak Diki... Hmmm... mau apa Pak Diki memberimu ini???"
"Itu lah kenapa aku tanya sama kamu. Mau apa Pak Diki mengundangku???"
"Bentar, Bayu. Dapet kayak ginian nggak???"
"Dari Pak Diki??? Dapet nih."
"Sepertinya kalian orang terpilih." Kini Cecilia serius.
"Terpilih apa???" Aku terheran heran.
"Yang ku tahu dari Pak Diki adalah dia seorang Guru bergelar Master. Dia sering 'mengambil' murid murid berbakat dari setiap sekolah. Dan sepertinya kalian terpilih."
"Waw. Aku gak percaya." Celoteh bayu ke Cecilia.
"Liat saja." Kata Cecilia mantap.Keesokan Harinya Aku dan Bayu berangkat ke Kantor Pak Diki. Kantornya megah. Bahkan menurutku ini adalah hotel bintang 5 berkedok kantor. Tetapi itu hanyalah lelucon.
Di dalam gedung sudah ada Costumer Service. Di depan nya beberapa satpam sedang berjaga. Di sudut ruangan terdapat CCTV. Di pinggir terdapat sofa tempat orang menunggu. Entah mereka menunggu apa. Tetapi kali ini aku merasa sedang Déjà Vu.

KAMU SEDANG MEMBACA
In Your Mind
Action2 sahabat dengan karakter, visi, misi yang berlawanan. Dengan latar belakang yang sama, mereka berusaha untuk saling mengalahkan lawannya, yang sebenarnya sahabatnya sendiri. Perbedaan umu dan jabatan bukan penghalang Bayu untuk membuktikan sebuah k...