Suasana hati Kim Jisoo benar-benar buruk sekarang.
Matanya--memicing tajam--tak lepas dari lelaki muda di depan sana yang tengah menebarkan senyuman namun tak melihat ke arahnya. Jisoo tidak begitu menghiraukan ucapan yang disampaikan oleh sesosok lelaki lain--yang usianya sudah setengah abad--yang ada di samping si lelaki muda.
Sesekali ia melirik sekitarnya dan menjadi lebih dongkol saat mendapati hampir semua yang ber-gender perempuan di kelasnya terpana akan kehadiran lelaki itu.
Jisoo tahu hal ini akan terjadi, bahkan sejak semalam ia sampai melakukan meditasi untuk mengusir pikiran-pikiran buruk yang menggerayangi batinnya. Namun usahanya untuk ber-positive thinking gagal total sejak lelaki itu menginjakkan kaki ke dalam ruangan ini.
"Jis, sumpah, muka lo ngalahin jeleknya Mimi Peri sekarang. Jangan cemberut gitu ah."
Jisoo mendelik, menatap kesal sahabat yang duduk di sebelahnya. "Asli, lo nggak membantu sama sekali, Jen. Malah bikin makin kesel. Ih!" sungut Jisoo sebelum kembali memfokuskan netranya ke depan. Bibirnya bergerak-gerak mengeluarkan rutukan tanpa suara.
Melihat itu, bukannya merasa bersalah, Jennie Kim--sahabat Jisoo--malah terkikik pelan. Bukan maksudnya membuat kesal dengan menyamakan sahabat karibnya dengan sosok fenomenal yang sedang hits di sosial media itu. Bahkan neneknya yang sudah rabun pun tahu, Kim Jisoo dan Mimi Peri bagaikan surga dan neraka jahanam. Sangat tidak layak dibandingkan.
Hanya saja Jennie sengaja melontarkan pernyataan itu sekadar untuk menggoda Jisoo. Sosok sahabat yang sudah bersamanya sejak sekolah menengah atas yang terkenal cheerful dan jarang bermuram durja, ternyata bisa juga menjadi penggerutu karena satu orang lelaki.
"Udah ah, takutan banget sih lo. Taeyong kan cuma ngajar sementara doang di sini, bukannya mau flirting-flirting." Jennie mencolek ujung dagu Jisoo yang langsung disambut pelototan mematikan oleh sahabatnya itu. "Gimana gue nggak parno? Lo nggak liat anak-anak cewek satu kelas kita ngeliatin dia udah kayak apa?" balas Jisoo sambil menepis jari Jennie dari dagunya.
"Lo terlalu parnoan, Jis. Trust me, Taeyong nggak akan kecantol sama para chili-chili-an di kelas ini," lanjutnya.
"Chili-chili-an?"
"Allegory word, honey." Jennie memutar matanya jengah. Kadang-kadang Jisoo memang lebih lemot dibanding orang kebanyakan. "Lagian si Taeyong juga kenapa sok-sokan gamau kenal sama lo gitu sih? Udah tau ceweknya posesif banget kayak gini."
Jisoo menjentikkan jari di depan wajah Jennie, seakan-akan menyetujui kalimat Jennie barusan. "Nah itu tuh. Gimana gue nggak senewen? Gue sih percaya ama dia, tapi gue nggak percaya sama cewek-cewek di kampus kita yang gatel kalo liat cogan."
Jisoo meringis saat mengingat percakapan mereka seminggu yang lalu. Dimana untuk pertama kalinya ia mengetahui fakta bahwa kekasihnya--Lee Taeyong--akan menjadi substitute lecturer di kampusnya untuk mata pelajaran Akuntansi Lanjutan 2.
------------------------------------------
"Apa tadi kamu bilang?!" Suara Jisoo melengking seperti toa masjid. Ia menatap kekasihnya dengan tatapan tak percaya. Penuturan Taeyong barusan masih berusaha ia cerna di dalam otaknya.
Taeyong berdecak, agak kesal karena harus menjelaskan dua kali. "Aku bilang, seminggu lagi aku bakal jadi dosen pengganti di jurusan Akuntansi kampus kamu. Ngajar Akuntansi Lanjutan 2. Dua bulan doang kok. Lumayan banget kan buat nambah pengalaman?"
Taeyong nyengir. Jisoo cemberut.
"Aku udah ngerti bagian itu. Tapi yang aku nggak ngerti pas kamu bilang kita lebih baik pura-pura nggak kenal satu sama lain pas di kampus." Jisoo menggeleng. "Harus segitunya banget apa, Ay? Kan kamu bukan dosen tetap juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretending --lty & kjs
Fanfiction"Kita pura-pura nggak saling kenal ya pas di kampus kamu. Cuma 2 bulan kok." Kim Jisoo harus mati-matian memendam kedongkolan ketika mayoritas teman-teman perempuannya di kampus menaruh hati pada kekasihnya, Lee Taeyong. Satu-satunya yang ia yakini...