20

2.3K 371 36
                                    

Heeyoung menatap layar ponselnya dengan geram, pesannya belum dibalas, bahkan setelah satu jam berlalu. Apa pria itu benar-benar ingin mendekatinya? Atau dia hanya main-main saja?

Kim Heeyoung juga seorang perempuan yang punya perasaan, walaupun kadang dia bertingkah seolah tidak mempunyai perasaan. Diliriknya sekali lagi benda persegi panjang itu, tidak ada yang berubah.

"Mau sampai kapan kau memandangi benda itu? Dia tidak akan berubah menjadi kecoa terbang" gerutuan Sejin berhasil membuat mood Heeyoung semakin buruk, dia hanya mendesah pelan berusaha menguasai diri.

"Dia hanya main-main denganku. Tidak ada gunanya menunggu seperti ini. Ayo ke Namsan" gadis itu berdiri, menyambar ponselnya dengan kasar, dan berjalan dengan menyentakkan kaki.

Sejin hanya menyaksikannya, jarak Heeyoung yang semakin jauh menyadarkan Sejin untuk segera menyusulnya. Dia membawa coklat panasnya dan berlari mengejar Heeyoung.

"Tunggu, Namsan?" Sejin mendelik. Berharap temannya ini tidak lupa kalau Namsan Tower menyimpan banyak cerita kelam untuknya.

"Ya, dia sedang berada disana"

"Siapa? Pria itu? Bagaimana kau tau?"

"Aku melacaknya"

Sejin tersentak. Seketika menoleh pada Heeyoung yang memasang wajah datar menyeramkan.

"Ya! Ya! Dia hanya tidak membalas pesan darimu, kenapa kau bertindak sejauh ini?" Sejin berusaha keras menyamai langkah gadis ini, rambut coklat Heeyoung sedikit diterbangkan angin karena saking cepatnya.

"Kebetulan aku juga sedang ingin ke Namsan. Malam-malam begini akan sangat indah" sahutnya ringan sedikit melambatkan langkahnya karena jalanan itu ramai.

Mereka berhenti di lampu merah, menunggu lampu berbentuk orang berjalan berwarna hijau menyala.

Sejin tidak menjawab, hanya menelan ludah seraya mengarahkan pandangan kedepan. Musim gugur dimalam hari semakin membuat dirinya bergidik kedinginan, dirapatkannya kemeja garis-garis yang dia kenakan.

Menjadikan kemeja sebagai jaket dan memakai hot pants dimusim gugur bukanlah hal yang bagus untuk dilakukan. Sejin menyesal hanya memakai kaos putih, kemeja, dan celana pendek dimalam yang dingin ini. Tau begini dia memakai hoodie paling tebalnya tadi.

Sejin melirik Heeyoung disampingnya, gadis itu bahkan tidak terlihat merasa kedinginan dengan tennis skirt dan kemeja kebesarannya itu.

Lampu hijau menyala, membuat orang-orang yang tadinya menunggu langsung berjalan dengan santai menyebrang jalan.

Sejin merogoh sakunya, menekan sebuah tombol untuk mengganti lagu yang terputar di earphone-nya. Mereka berhenti lagi di sebuah halte bus, menunggu lagi beberapa menit sebelum bus mereka datang.

10 menit kemudian mereka sampai di Namsan Tower. Heeyoung langsung celingukan mencari-cari pria yang tadi dilacaknya itu. Sementara Sejin menguap dibelakangnya, berjalan gontai tak berniat menyusul temannya lagi.

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, ..." Sejin berjalan seraya menghitung langkahnya, dan tanpa sadar malah melangkah ke area gembok cinta.

"Cih" gadis itu tersenyum getir. Dia berbalik, kembali melangkah menjauh dari sana. Menyusuri jalanan dengan pepohonan yang gundul dikanan kiri, beberapa orang duduk dibangku taman, ada keluarga, ada pasangan muda. Tapi tak ia hiraukan mereka semua,

Sejin memputuskan untuk menyusul Heeyoung saja, dia mengeluarkan ponsel yang selama ini hanya digunakannya untuk memutar lagu, mencari nama Heeyoung dikontak, dan mengiriminya pesan.

Normal? ▶ LEE TAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang