HOSHI - SNOW

38 3 0
                                    

y/n's POV

Aku berjalan di atas tumpukan salju yang berhasil membuatku terjatuh di atasnya. Karena aku tidak bisa berdiri, akhirnya aku memutuskan untuk duduk di sana selama beberapa menit kedepan. Angin yang berhembus membuat wajahku membeku. Aku merapatkan mantelku dan memasukkan tanganku kedalamnya. Sudah beberapa menit dan aku masih duduk disini.

"May i help you?" Tanya seorang laki-laki sambil mengulurkan tangannya tepat di depan wajahku. Tanpa ragu aku menerima uluran tangannya dan dia membantuku berdiri dari tumpukan salju dingin itu.

"Thank you. Mungkin jika kau tidak ada, aku akan mati kedinginan disini" balasku sambil menerima uluran tangannya yang dibungkus dengan sarung tangan. Wajah laki-laki itu terlihat pucat dan mungkin membeku. Tidak sadar, ternyata aku sudah menatapnya sedari tadi.

"Kenapa kau terus memandangiku seperti itu?" Ucapnya mengeryitkan dahi. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat.

"Mukamu pucat. Apa kau baik-baik saja? Namaku y/n" ucapku masih terus menatap mukanya yang pucat.

"Aku Hoshi. Mukaku memang pucat dan sekarang membeku karena cuaca dingin" jawabnya dengan sedikit kekehan.

Kami berdua berjalan dan mengobrol tentang diri kami masing-masing. Kami juga mampir di salah satu kedai kopi.

***

Salju masih turun sangat lebat dan aku benar-benar harus pulang sekarang. Bagaimana tidak? Jika aku tidak segera pulang, pasti kedua adikku akan kelaparan di rumah. Sedikit bertekad, aku menerjang hujan salju lebat ini. Angin yang berhembus benar-benar menusuk sampai kedalam tulangku.

Aku berhenti menunggu giliran untung menyebrang. Anehnya, aku tidak merasakan butiran-butiran salju menetes di atas kepalaku lagi. Aku mendapati sebuah payung berwsarna hitam sedang melindungiku dari hujan salju yang masih turun dengan lebat.

"Ini pertemuan kita yang kedua" ucap seorang laki-laki tidak jauh dariku. Ini benar-benar diluar dugaanku. Laki-laki dengan wajah pucat itu sedang memegang payung berwarna hitam yang sekarang berada di atas kami berdua.

"Hoshi? Mungkin kau benar-benar penyelamatku." Jawabku sedikit malu. Ia tersenyum begitu pula denganku. Kami berjalan berdampingan memandang indahnya lampu-lampu yang berkedip di sekitar kami.

Senyumnya benar-benar terukir di wajah pucat Hoshi. Aku menempelkan tanganku yang hangat di wajah pucat laki-laki itu. Entah apa yang sedang kupikirkan. Dengan cepat aku menurunkan tanganku dan berdiam diri. Tatapan matanya lah yang berhasil membuatku membeku di tempat.

"Kenapa kamu melepaskan tanganmu?" Ucap Hoshi dengan suara khasnya. Kami masih menatap satu sama lain. Aku tidak bisa berkutik.

"Kamu tinggal dimana?" Ucapku berusaha mengalihkan topik dan membuat keadaan canggung itu mereda. Hoshi terkekeh mendengar pertanyaanku.

"Aku tetanggamu. Kau benar-benar tidak mengenaliku?" Jawabnya masih terkekeh. Aku menggaruk tengkuk leherku dan ber-o-ria di depannya.

"Apa bisa mengantarmu" lanjutnya. Aku mengangguk dan melanjutkan langkah kami.

***

"Terimakasih. Kau tidak mampir?" ucapku tersenyum padanya. Tapi Hoshi menggeleng dan ia pamit pulang padaku.

Melihat punggungnya yang berjalan menjauh dari perkarangan rumahku, aku masuk dalam rumah dan dikagetkan dengan kemunculan mamaku yang tiba-tiba.

"Siapa itu? Dia terlihat sangat lucu. Ah, dia tetangga baru kita bukan?" Tanya mama sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Iya Mom. Ini makanan yang aku beli. Maafkan aku karena terlalu lama" jawabku dan meletakkan 2 kantong plastik di meja makan. Mama hanya mengangguk dan memanggil kedua adikku untuk segera melahap makanan yang mulai dingin diterpa angin dingin.

***

Musim salju telah berakhir begitu pula hubunganku dengan Hoshi. Ia meninggalkanku begitu saja tanpa kabar, ataupun satu patah kata pun padaku. Akhir-akhir ini moodku selalu berubah dengan cepat. Aku selalu memandang keluar jendela dan mendapati rumahnya yang kosong dan gelap itu. Selama musin dingin tahun itu berlangsung, aku dan Hoshi selalu bercengkrama bersama, dan mungkin memulai kencan kami yang pertama.

Flashback on.

Saat itu, Hoshi dan berjalan di taman dekat rumah kami. Ia duduk di atas ayunan disusul denganku yang juga duduk diatas ayunan. Tawa kami berdua pecah saat menceritakan masa lalu kami. Disaat itu juga, Hoshi menyatakan perasaannya padaku.

"Sebenarnya, aku ingin sekali mengatakan ini padamu. Aku suka padamu dan aku akan ...."

Kata-katanya terpotong karena pada saat itu handphoneku berdering dan dengan terpaksa aku mengangkatnya. Selesai mengangkat telepon, aku kembali bertanya padanya dan ia menolak untuk menjawab pertanyaanku. Dan sekarang, aku hanya tau tentang perasaannya padaku.

Keesokan paginya, aku sudah melihat rumah Hoshi yang gelap dan sepi. Tangisku pecah saat itu juga.

Flashback off.

***

Musim dingin tidak terasa sudah hadir lagi disini. Seperti biasa, aku berjalan di atas tumpukan salju dan menendang-nendang salju yang berada di hadapanku.

BRUK!

Aku dengan sengaja menjatuhkan diriku sendiri di atas salju. Aku menunduk dan menutup mukaku.

"May i help you?" Ucap seorang laki-laki yang suaranya sudah sangat kukenal. Dengan cepat aku mendongak dan mendapati seorang laki-laki dengan muka pucat dan tangan yang menjulur sama seperti saat itu.

Aku menerima uluran tangannya dan memeluk tubuh Hoshi yang terlihat lebih kurus dari biasanya. Tangisku pecah di pelukannya. Ia menenangkanku dengan berkali-kali mengucapkan kata maaf padaku.

"Apakah aku harus menjatuhkan diriku agar kau datang padaku?" Ucapku ditengah-tengah tangisku. Aku memukul lengannya dan meluapkan segala perasaanku padanya.

Ia mengenggam tanganku dan mengusap air mata yang jatuh dengan derasnya di wajahku. Bibir Hoshi mendarat pada bibirku yang sudah mulai membeku. Dengan sedikit lumatan, bibir lembutnya membuat bibir dan wajahku yang merona menjadi hangat.

"I love you" ucapnya usai mengecup bibirku dan kembali memelukku.

"I love you too Hoshi"




Yaampun bang hoshi. Aku juga mau dong di kecup🙈

Nge vote gak susah kan? Komen juga gapapa sekali-kali. Biar authornya semangat nulis gitu kan.

SEVENTEEN X YOU Where stories live. Discover now