Setelah membeli tiket dan masuk kesalah satu pintu teater bioskop, film pun mulai diputar. Siapa saja pasti langsung berkonsentrasi menatap layar saat film sudah diputar seperti ini.
Ana pun demikian, kedua netranya juga fokus terarah pada layar. Tapi hanya selama lima menit. Saat menyadari orang yang duduk di sampingnya justru sibuk memperhatikan, konsentrasi Ana buyar.
Ana menengok ke kiri, tatapan Ilham memang sedang mengarah padanya, walau sudah tertangkap basah sedang memperhatikan, tapi cowok ini tidak menghentikan aksinya, "Kenapa?"
"Gue penasaran."
"Penasaran?"
Ilham mengangguk, "Ana dekat dengan Arka kan?"
Kok tiba-tiba membahas Arka? Lagian semua orang di sekolah juga tahu kedekatan macam apa yang terjadi di antara Ana dan Arka, "Iya, emang kenapa?"
"Gimana pendapat lo tentang dia?"
"Gimana?" Ana berpikir sejenak untuk mengingat kesan pertamanya setelah mengenal Arka, "ngeselin. Sikap egoisnya yang seolah ingin jadi satu-satunya cowok yang paling disukai di sekolah bikin jengkel. Tapi karena udah berteman selama satu tahun, lama-lama gue kebal sama sifatnya."
"Arka kan dianggap sebagai siswa paling ganteng di sekolah, lo nggak ngerasa tertarik?"
Ana akui wajah Arka pantas mendapat pujian tampan dan cocok dikatakan sebagai pacar idaman, tapi sebelum kenal dan setelah sangat mengenalnya, Ana sama sekali tidak merasakan apa-apa, "Gue nggak pernah merasa tertarik sedikit pun sama dia."
Ilham mengangguk mengerti kemudian berpaling untuk menatap layar bioskop, terlihat sudah puas dengan jawaban yang diterimanya.
Karena mendadak membicarakan orang lain, Ana jadi ikut penasaran juga, "Ilham sendiri gimana? Ada perempuan yang dekat dengan lo sampai menyebabkan salah paham kayak gue dan Arka?"
Ilham kembali menatap Ana, "Gue?"
"Iya, selain gue dan Rahma," jawab Ana yang sengaja mengecualikan ruang lingkup sekolah, dia ingin tahu bagaimana Ilham di luar lingkup sekolah.
"Empat tahun yang lalu ada. Bahkan jika dipikirkan lagi, apa yang dulu pernah gue lakukan seolah mengatakan secara nggak langsung kalau gue suka sama dia."
Ana terbengong, sulit membayangkan apa yang dijelaskan oleh Ilham, "Empat tahun yang lalu kan saat masih SD ya?"
Ilham mengangguk, ada sedikit ekspresi sedih yang tergambar di wajahnya, "Dia dulu sering diledek dan dikerjain anak lain, dan gue selalu tolongin dia."
Ternyata sejak awal cowok ini sudah memiliki sifat baik pada perempuan ya? Ana menunduk, ada rasa menyesal telah bertanya.
"Tapi meski saat ini dia tiba-tiba hadir lagi di kehidupan gue, perasaan gue nggak pernah berubah sedikit pun. Mustahil gue jatuh cinta sama dia."
Ana kembali menatap Ilham dengan bingung. Seharusnya terbalik kan? Mestinya Ilham suka pada perempuan yang sedang dibicarakannya ini kan? "Kenapa sangat yakin?"
Ilham tersenyum sampai kedua matanya ikut terpejam, "Untuk sekarang alasannya karena gue lagi suka sama orang lain."
Dengan cepat Ana berpaling menatap ke arah lain, kenapa tiba-tiba pembicaraan mereka jadi seperti ini? Tapi karena sudah terlanjur, lebih baik Ana sekalian saja memperjelas keadaan, "Jika Ilham lagi suka sama seseorang, kenapa kalian nggak pacaran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Fall in Love
Teen FictionBagaimana jadinya jika cowok alim dan cewek tomboy mulai menjalin hubungan pertemanan? Perbedaan sifat yang terlihat begitu jelas di antara mereka sudah seperti sisi magnet yang berbeda, begitu bertolak belakang, tapi justru saling tarik menarik ke...