19. Masa Lalu

130 6 0
                                    

Setiap orang pasti memiliki masa lalu yang ingin selalu diingat, dan juga masa lalu yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.

Begitu juga dengan Ilham Ibrahim, banyak yang merasa penasaran dengan bagaimana sifat Ilham saat sebelum masuk pesantren. Tapi jika ada yang bertanya, jawaban yang dipilih Ilham selalu sama, "Nggak ada banyak perubahan kok."

Karena menurut Ilham sendiri masa lalunya tidaklah menarik, tak ada suatu perubahan yang sangat drastis. Jadi dia tidak ingin bercerita macam-macam.

Tapi saat muncul seseorang dari masa lalu Ilham, beda lagi ceritanya.

"Ilham!!"

Semua anak kelas 11-PH menunjukkan raut wajah bingung saat ada cowok yang mendadak muncul setelah guru keluar dari kelas.

Ilham memperhatikan cowok yang melambaikan tangan ke arahnya dengan teliti, dia butuh waktu untuk mengingat, "Ah, Alfi!"

Yang di panggil Alfi terlihat senang, "Gue kangen bangat sama lo, Il. Sini peluk."

"Ogah!"

Alfi tertawa karena candaannya ditanggapi serius, "Ternyata lo benar-benar sekolah di sini ya? Gue senang bisa ketemu lo lagi."

Ilham berdiri dari duduknya kemudian berjalan mendekati Alfi yang masih berdiri di ambang pintu kelas, "Gue yang seharusnya kaget tahu ngeliat lo sekolah di sini."

"Gue pindah sekolah saat lo lagi PKL. Gue udah dengar tentang lo dari anak-anak sekelas, jadi gue langsung nyamperin deh."

Ilham tersenyum senang karena melihat tidak ada banyak perubahan dalam diri Alfi, temannya ini masih penuh semangat seperti dulu, "Tapi nggak harus dateng ke sini saat bel pulang baru bunyi juga, Fi."

Alfi menunjukkan wajah cemberut, "Ah, lo mah dingin bangat, kan kita udah nggak pernah ketemu sejak lo mau masuk pesantren."

Memang sejak masuk pesantren sampai keluar, Ilham belum pernah bertemu lagi dengan semua temannya semasa kecil, "Gimana gue setelah masuk pesantren? Udah kelihatan kayak cowok alim belum?"

Alfi tertawa, senang karena beberapa sikap temannya ini tidak berubah, "Mau pamer lo karena udah jadi cowok alim?"

Ilham cemberut, kan jarang-jangan bisa mendapat kesempatan membanggakan diri sendiri, "Gue kan cuma bisa pamer sama lo."

"Jadi lo masih mau temenan sama gue nih?"

Dengan cepat Ilham mengangguk mendengar pertanyaan Alfi, "Kan gue udah pernah bilang lo satu-satunya teman yang gue punya. Lo sendiri emang masih mau berteman sama gue?"

"Tentu aja."

Dua cowok itu saling melempar senyum senang, mengabaikan seisi kelas yang menatap dengan penasaran dan ingin tahu.

Semua murid di kelas -tanpa terkecuali- merasa penasaran seperti apa Ilham sebelum masuk pesantren, mereka ingin tahu bagaimana masa lalu cowok alim itu.

Dan sekarang ada teman Ilham yang sudah mengenalnya jauh lebih dulu dibanding mereka. Rasanya jadi ingin bertanya macam-macam.

Sebagai orang yang paling mudah penasaran, tentu saja Reno tidak mau melewatkan kesempatan langka ini, "Itu teman lo, Il? Kenalin dong sama kita!"

When I Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang