18. Cemas

115 6 0
                                    

Setelah menjalankan masa PKL selama dua bulan, ini adalah hari di mana anak SMK kelas sebelas kembali masuk sekolah. 

Mereka yang selama dua bulan tidak berada di sekolah datang lebih cepat dan juga bersemangat.

Tapi tidak dengan Anandia Setiani. Walau sangat menantikan bisa bersekolah lagi, Ana justru bangun kesiangan dan akhirnya sampai sekolah tepat sebelum gerbang ditutup.

Bahkan Ana tadi tidak sempat sarapan, dan yang lebih buruk lagi ini adalah hari pertamanya mengalami datang bulan. Tubuhnya sekarang terasa begitu lemas karena masih harus mengikuti upacara bendera.

"An, lo baik-baik aja?" Refan yang saat ini sedang berbaris di samping Ana bertanya dengan cemas karena menyadari wajah pucatnya.

Refan merupakan anggota PMR yang kebetulan sedang tidak bertugas, karena sudah berpengalaman, dia pasti lebih cepat tanggap dengan kesehatan orang lain.

Meski dalam keadaan lemas dan Refan menyadari kondisinya, tapi Ana ingin mengikuti sesi upacara bendera sampai selesai. Ada hal yang sangat dinanti seisi sekolah -termasuk Ana- menjelang tahap akhir upacara, saat di mana Ilham Ibrahim membacakan doa.

Banyak yang mengatakan sangat merugikan jika melewatkan Ilham yang sedang membaca doa. Ana juga merasa kecewa jika harus melewati ini karena sudah lama tidak mendengar suara Ilham.

"An, wajah lo pucat bangat loh. Sekarang lo tinggal pilih, mau tunggu pingsan dulu baru gue gendong ke UKS, atau sekarang gue anter ke UKS dalam keadaan masih sadar?"

Kedua pilihan yang sama-sama membuat Ana merepotkan Refan. Tidak memilih juga bukan merupakan pilihan karena ada kemungkinan berakhir dengan pilihan pertama.

Refan menaikkan salah satu alisnya, "Jadi mau pilih yang mana?"

Ana menghela napas dengan pasrah, "Gue pilih diantar ke UKS saat ini juga."

"Kalau gitu gue yang antar lo ke UKS."

Ana dan Refan yang sedang saling menatap langsung berpaling ke arah datangnya suara lain, ada Ilham yang baru bicara. Tunggu dulu, kenapa Ilham berada di sini? Seharusnya dia kan ada di barisan petugas upacara.

"Il–!! Tu- tunggu, apa yang lo lakukan?" Ana yang awalnya heran dengan keberadaan Ilham, seketika panik saat tiba-tiba Ilham menggendongnya dengan cara bridal style.

"Biar gue aja yang bawa Ana ke UKS," ulang Ilham sambil menatap Refan kemudian mulai berjalan pergi.

Ana yang panik mencoba memberontak, "Tu- turunin gue, Il. Gue bisa jalan sendiri."

"Udah diam aja, kalau lo banyak gerak nanti malah jatuh."

Dengan malu Ana menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan, kenapa Ilham bisa dengan santai menggendongnya melewati jejeran barisan para murid yang sedang melakukan upacara begini? Kan memalukan karena menjadi bahan tontonan.

"Bisa kita lanjutkan upacaranya? Dan bagi para siswi, tolong jangan ada yang beralasan tidak enak badan agar bisa ke UKS. Karena Ilham hanya mau menemani temannya yang ini, dia tidak akan memedulikan yang lain. Dan bagian pembacaan doa dapat digantikan."

Terasa lebih memalukan lagi saat guru yang awalnya sedang melakukan pidato mengomentari aksi Ilham. Rasanya Ana ingin pingsan untuk menghilangkan malu yang semakin dirasakannya.

When I Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang