[Part 1 - The Accident]

3.4K 254 12
                                    

Haura menghela nafas sabar. Beberapa mahasiswi di depannya masih cekikikan sambil sesekali mengobrol di sela jeda Maghrib ke Isya menjelang Tarawih. Oh, jadi ini alasan mereka tadi berebut shaf pertama? Dari lantai dua memang sosok idola kampus itu terlihat, duduk di samping Kyai Abdullah Zaid.

"Hebat kan? Masih muda, punya usaha sukses, katanya EO yang sekarang kampus kita pakai adalah miliknya....," kata Sashi antusias.

"Dia kan ketua BEM, bisa jadi aji mumpung...,"batin Haura. Lalu tak lama gadis itu beristighfar, dia udah suudzon. Ya Allah, maafkan hamba, tapi setiap kali melihat lelaki itu, kenapa hamba merasa illfil dan selalu suudzon?

"Ya ampun, setelah selesai magister dia ngapain ya? Sementara mahasiswa mahasiswi kayak kita luntang lantung keluar masuk kantor mencari kerja, dia sudah jadi boss....,"

"Yaudah Sas, kita lamar kerjaan aja di tempatnya, kata Edi, dia juga membuka dua cafe lagi menjelang ramadhan kemarin, usaha WMM nya lancar (Warung Murah Mahasiswa). Menunya enak, ada steik juga, tapi harga kita-kita...," Dina melihat wajahnya dengan cermin kecil. Dengan centil menambahkan sapuan blush on dan merasa puas dengan hasilnya.

Haura masih mencoba berkonsentrasi dengan mushafnya, tapi gerakan-gerakan di depannya agak mengganggu juga.

"Enak ya dia, dilahirkan di keluarga kaya, punya wajah rupawan, punya kecerdasan dan naluri bisnis yang bagus, seolah Allah tuh sayang banget sama dia, tapi aneh, aku nggak pernah lihat dia senyum, kalian pernah gak? Wajahnya adem gitu, kayak Allah tuh lupa ngasih senyum saat buat dia...," kata Sashi yang membuat teman-temannya mengangguk antusias.

"Makanya dia dijuluki Ice man sama anak buahnya....," Dina terkikik. "Tapi justru, lelaki yang cool kayak gitu kan dambaan wanita bangeeettt....belum lagi bodynya yang atletis, taruhan, dia pasti sering nge Gym....waktu pekan olahraga kemarin dan nggak sengaja kaosnya tersingkap waktu lomba volley....kamu lihat perutnya nggak?," Fitria terkikik menambahi.

Haura menghela nafas dan terpaksa berdehem.

"Ehm...mbak-mbak....ini masjid lho...," bisik Haura pelan.

Dina menoleh dan tersenyum dimanis-maniskan. "Ups, ada bu ustadzah...maaf deh....,"

Tapi peringatan Haura tak berlangsung lama digubris, tak lama, para gadis itu ngobrol lagi.

"Biarin saja Ra....namanya juga anak muda...," Annisa yang berada di samping Haura tersenyum manis.

Haura menghembuskan nafas sabar.

"Nanti kalau kita sering ngingetin mereka, nama kita bisa jadi sindiran di WA grup kalau kita kurang piknik, hihi...," kata Annisa.

"Ya sudah...konsentrasi lagi sama mushaf kamu...," Haura memperingatkan. Annisa mengangguk.

Para gadis di depan masih ngobrol seputaran orang itu. The Ice Man.

Aldrich Qalifa Reinald

Haura menghela nafas. Entah apa yang ada di benak orang tua Al hingga menamai lelaki itu dengan nama yang penuh 'kekuasaan'.

Pemimpin yang bijaksana---Pemimpin kaum---Penguasa yang adil.

Ketiga suku kata nama yang dimiliki lelaki itu, penuh dengan kata 'penguasa dan pimpinan'. Tapi, manjur juga, di mana-mana, nama lelaki itu selalu menempati daftar urutan tertinggi organisasi. Ketua BEM, Ketua Panitia ini dan itu, Ketua Penyelenggara Acara ini dan itu. Bahkan Al sudah memulai bisnis EO yang dimanfaatkannya untuk melancarkan setiap acara yang dia kelola. Acara kampus mereka, sekarang tidak kalah menarik dengan acara televisi nasional karena kepiawaian Al mensetting panggung. Bahkan saat acara Charity universitas yang mengundang beberapa penyanyi terkenal dikendalikan oleh Al, bekerjasama dengan salah satu televisi swasta, acara itu mendapat banyak pujian. Bagi Haura, seluruh simbol Hedonis seolah olah tampak dalam keseluruhan diri Al. Kemeja dan celana panjang rapi, sepatu semi casual yang trendi, jam tangan elegan tapi cocok dipakai anak muda, juga satu-satunya mahasiswa yang merk mobilnya ngalahin rektor, siapa lagi kalau bukan Aldrich. Nah kan, kata Rich dari kata Aldrich cukup menggambarkan kayak apa orangnya.

THE CHOSEN ONEWhere stories live. Discover now