Setelah mengutarakan maksudnya, Rasyid Mutaqqin pergi ke kediaman Erwin Handoko Reinald. Rasyid paham, mungkin ini tidak akan mudah, keluarga kaya raya dan terpandang seperti Erwin, bisa jadi memandang sebelah mata dengan apa yang akan diutarakannya. Tapi yang menjadi keyakinan Rasyid dalam memutuskan perkara ini dengan baik, adalah dengan shalat istikharah yang langsung diberi jawaban samar oleh yang Maha Kuasa. Rasyid kemarin juga telah berbincang dengan Al dan mengetahui anak muda itu telah memiliki usaha sendiri, mandiri, tidak meneruskan usaha kedua orangtuanya. Al telah mapan secara finansial, bahkan lebih dari cukup. Jika saja Al hanya anak manja yang mengandalkan harta orangtua, mungkin Rasyid tidak akan pernah berfikir untuk melangkah seperti ini.
"Hari minggu biasanya mama papa bersantai di rumah, kakak lelaki saya memang sudah menikah, tapi tinggal di Amerika, istrinya orang Polandia tapi beragama Islam, kakak saya direktur sebuah bank di sana jadi pulang ke Indonesia hanya empat bulan sekali, tapi karena kakak ipar saya sedang hamil, Arsyya mungkin tidak akan pulang dulu hingga lebaran, itupun jika Rosamund masih diperbolehkan naik pesawat...,"
Rasyid mengangguk, setelah agak dipancing, Al baru membuka suara, sepertinya anak ini cukup irit bicara, tapi begitu bicara, dia menjelaskan secara gamblang dan kompleks.
"Kedua orangtuamu muslim?,"
"Ya, kenapa Abah bertanya demikian?,"
"Kau ...bukan seperti orang jawa asli, apakah ibumu tionghoa?,"
"Mama sih asli Jakarta, kedua orangtuanya orang minang tapi sudah sejak lama tinggal di sana, yang agak rumit papa, keturunan Belanda-Tionghoa tapi papa dari keluarga muslim...Oma tadinya Kristen tapi kemudian ikut agama Opa,"
"Begitu, rupanya, karena itu panduan wajahmu cukup unik, porsi tinggi tubuh layaknya pria Eropa, tapi warna kulit seperti Etnis Tionghoa, rambutmu juga tidak begitu hitam, agak kecoklatan...,"
"Yah, weird. Karena itu sering kami ...saya dan kakak saya dikira non muslim...,"
Mobil yang dikendarai Rasyid berhenti di halaman luas keluarga Reinald, memiliki rumah dengan mempertahankan halaman seluas ini di kota Yogyakarta, mencerminkan keluarga ini memang bukan keluarga sembarangan.
Sopir keluarga Rasyid memarkir mobil Al tepat di samping Terios Rasyid, sengaja Rasyid menyuruh Al membawa mobilnya supaya bisa berbincang dengan calon menantunya itu.
Sekilas Al terlihat sempurna, tapi kenapa sejak Rasyid mengenal Al, anak muda itu belum pernah mengembangkan senyumnya?
---
Isyana mendengar suara mobil berhenti di halaman depan, wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu tersenyum.
"Sepertinya adek pulang, pa...,bik Min...tolong bukakan pintu buat den Al,"
"Baik, nyonya...," bik Min yang membantu Isyana menyemprot anggrek anggrek cantik koleksi Isyana di dalam ruangan, segera menuju ke pintu depan.
Erwin yang sedang membaca koran, melipat korannya.
Banyak yang harus dibicarakannya dengan Aldrich. Anak bungsunya itu akhir-akhir ini jarang pulang, walaupun Erwin memantau perkembangan Al lewat Tyo, adik Isyana, tetap saja kesibukan Al cukup mengkhawatirkan. Berkebalikan dengan Arsyya yang terlihat santai, tapi fokus pada satu hal dengan baik, Aldrich lebih aktif dan suka menghandle banyak hal sekaligus, kadang tanpa membatasi kemampuannya. Memang, Al terlihat sukses dan sempurna, tapi di balik itu, Erwin khawatir jika Al menjadi 'robot' dan selamanya seperti itu. Apakah perasaan bersalah yang begitu menekan Al, menjadikan anak itu ingin melupakan trauma masa lalunya dengan gila kerja? Erwin menghela nafas. Semoga Al masih bisa diperbaiki, tidak lagi menghukum dirinya sendiri seperti sekarang.

YOU ARE READING
THE CHOSEN ONE
RomanceWarning ini bukan cerita Islami ya, mature content. Rupawan, hartawan, multitalented dan mendapat gelar mahasiswa paling sukses di Universitas Islam, belum tentu Aldrich Qalifa Reinald menjadi dambaan setiap wanita. Karena bagi Queen Haura Raihanah...