PART 2

70 1 2
                                    

Tak berapa lama kami sampai ke tujuan. Penginapan yang dimaksud ternyata hanyalah rumah penduduk yang disewakan untuk menginap para wisatawan. Konsepnya berbaur dengan kegiatan penduduk sehari-hari. Untungnya rumahnya benar-benar besar dan terdiri dari beberapa kamar. Satu rumah seperti sebuah balai untuk satu kampung. Di dalamnya terdapat beberapa generasi. Satu generasi diwakili satu kepala keluarga, menempati satu ruangan dengan luasan sekitar 6x6 meter. Para wanita di terima di kamar yang paling luas, milik owner penginapan yang sengaja di kosongkan. Sedangkan para pria masing-masing menyebar untuk ikut menginap di masing-masing kamar bersama satu keluarga. Untungnya, semua dari kami tidak ada yang rewel. Penginapannya sendiri lumayan nyaman, masing-masing keluarga yang menerima tamu bersikap sebaik-baiknya untuk menjamu kami semua.

Sekitar pukul 07.00 pagi keesokan harinya, kami semua dipanggil untuk jamuan sarapan pertama dengan semua anggota keluarga di rumah itu. Makanan yang dihidangkan benar-benar menggugah selera. Semuanya menikmati sambil ngobrol dengan akrab. Selain mereka ber 11, ada sekitar 6 orang yang lain yang juga menginap di penginapan itu. Total tamu ada 17 orang di penginapan ini.

"Ehem..." Suara deheman dari Pak Lumut, pemilik penginapan yang kami tempati memecah suara kami semua."

Siang hari semua laki-laki yang menghuni rumah sudah menghilang, pada berangkat kerja di sawah-sawah dan kebun. Beberapa ada yang ke kota untuk berdagang. Sedangkan para wanita yang tertinggal sibuk mengerjakan pekerjaan rumah dan mempersiapkan makan untuk para tamu yang datang.

"Kami ucapkan selamat datang dan terima kasih atas kehadiran dingsanak semua. Semoga kerasan liburan di desa kami. Kami cuman bisa menjamu alakadarnya seperti ini, semoga cocok dengan lidah dingsanak semua, lidahnya orang kota."

"Makanan semacam ini jarang bisa kami dapatkan Pak, apalagi dengan bumbu rempah selengkap ini, rasanya jadi mantap sekali." Salah satu dari 6 orang tamu yang lain menyahut. Pak Lumut kemudian tertawa. "Dingsanak semua belum seluruhnya saling kenal bukan? Alangkah baiknya kalau saling memperkenalkan diri supaya lebih mudah berkomunikasi. Kami juga jadi mudah menyiapkan keperluan dingsanak semua." Pak Lamut memandang ke arah Galih, "mas Galih sudah beberapa kali ke sini, silahkan diperkenalkan teman-temannya."

Galih kemudian memperkenalkan kami satu persatu. Kuduga Pak Lamut akan kesulitan mengingat kami semua namun ternyata tidak. Dilanjutkan perkenalan 6 orang tamu lainnya. Dua orangnya adalah turis asing dari Swedia, Mike dan Luke. Mereka memperkenalkan diri sebagai mahasiswa geologi yang berencana meneliti kandungan tanah di daerah ini sebagai bahan skripsi mereka. Dua orang lainnya adalah mahasiswa luar kalimantan yang mendampingi dua mahasiswa asing tersebut serta bersama dosennya, Handi dan Pak Buyung. Satu orang lainnya adalah dua orang istri yang lagi tamasya, Pak dan Bu Halim.

"Kami cuman berharap, dingsanak semua bisa betah dan kerasan selama berlibur di sini. Beginilah keadaan desa kami dan hutan sekitarnya. Hendaknya masing-masing dari kita bisa bersikap baik kepada sesama, kami semua dari desa kepada dingsanak semua, dan begitu juga dingsanak semua kepada kami, terutama berkaitan dengan beberapa adat di sini."

Semuanya memperhatikan dengan baik kata-kata Pak Lamut selanjutnya, "daerah kami di sini ada beberapa waktu yang bisa dibilang buruk saat siang hari jika berkeliaran di luaran. Waktu tersebut adalah saat matahari tepat di atas kepala, atau sekitaran jam 12 siang. Jika nanti terdengar lonceng, hendaknya masuk ke dalam rumah atau berteduh di gubuk-gubuk terdekat jika sedang berada di luaran. Atau jika tidak bisa mencapai gubuk, maka berlututlah. Jangan berdiri sampai lonceng berhenti berdentang." Handi terlihat menjelaskan kepada Mike dan Luke penjelasan Pak Lamut dalam bahasa inggris.

"Kenapa kami harus berlutut Pak?" Satya bertanya.

"kami tidak bisa menjelaskan lebih jauh. Ini adalah adat yang harus dipatuhi siapa saja tanpa kecuali." Pak Lamut berhenti, kemudian meminum kopinya lambat-lambat, meletakkan cangkirnya dan menyambung kata-katanya. "Jika ini dilanggar, hal buruk akan menghampiri."

PretEndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang