Hari ini hari kedua aku masuk sekolah dengan menyandang jabatan tertinggi di kalangan murid-murid. Yakni murid kelas XII (Hoho! Lumayan, bisa berkuasa di sekolah walaupun cuma setahun.)
Di pagi hari setelah berseragam putih abu-abu lengkap dan menyandang tas, aku melangkah keluar kamar. Tengak-tengok-kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang untuk mencari sosok mahluk hidup sempurna ciptaan Allah yang biasanya menemani hari-hariku selama di sekolah.
"Dasar! Mana sih Nias ini." Batinku dalam hati.
Setelah merasa kesabaranku hampir habis, aku memutuskan untuk berangkat sendiri. Bodo amat sama Nias. Di tengah perjalanan, aku bertemu dengan Nuri, anak IPA 2.
"Hey Nur, kapan pulang dari study tour?" Tanyaku sumringah.
"Sabtu kemarin." Jawab Nuri singkat.
Aku hanya mengangguk-angguk paham.
"Eh, bareng yok!" Ajakku kemudian. Mencari pengganti Nias.
"Iya, duluan deh. Ntar nyusul.
Kebetulan, sekitar dua hari sebelum balikan pondok, anak yang termasuk dalam program Ilmu Pengetahuan Alam alias IPA di sekolahku mengadakan study tour ke kota yang pernah diguncang gempa, yakni Yogyakarta selama 3 hari 4 malam. Study Tour merupakan program tahunan yang diadakan oleh sekolah untuk anak-anak yang setiap harinya dicekokin angka-angka di akhir semester tahun kedua sekolah.
"Nur, minta oleh-oleh!" Palakku spontan sambil menengadahkan tangan ketika melihat Nuri baru keluar dari pintu masuk pondok putri.
Nuri bersungut-sungut tanpa menghiraukan ocehanku, ia melanjutkan menalikan sepatu yang dari tadi belom kelar-kelar.
"Bercanda... Bercanda..." Ucapku lagi sambil berjalan beberapa langkah sembari menunggu Nuri.
Tiba-tiba dari arah belakang Nuri menyerobotku, dia sekarang berada di depanku. Dan, di tangan kiriku sudah tergenggam sebuah gantungan kunci berbentuk owl alias burung hantu yang berwarna cokelat kekuning-kuningan yang entah terbuat dari apa. Sumpah, owlnya lucu bingit. Suka banget deh.
"Nur, ini beneran? Makasih." Jeritku sambil berlari-lari kecil ke arah Nuri.
Beberapa menit kemudian kita sudah sampai di depan gerbang sekolah. Aku langsung menaiki tangga menuju lantai dua. Sedang Nuri langsung bergabung dengan teman-temannya yang sedang nongkrong di tempat paling elite di sekolah ini, di mana lagi kalo bukan di MEJA BUNDAR. Hoho!!
Aku punya feeling kalo semingguan ini mungkin KBM belum aktif. Ternyata, emang iya. Selama dua hari ini kita nggak ada kegiatan apapun. Masuk-sekolah-absen-pulang. Begitu-begitu aja. Bosen!
"Nit, ayo beli UNO." Ajak Nias ketika baru menginjakkan kaki di kelas baru kita yang berhadapan dengan kelas lama. XII IPS I. Ternyata, kebiasaannya untuk datang terlambat sudah tidak bisa ditolerir lagi yah. Mungkin itu semacam kewajiban ya kalo bagi Nias. Ish! Ish! Tak patut dicontoh.
Lha, ini yang kutunggu-tunggu sedari dulu. Sebenarnya, sejak kelas XI, kita bertiga (aku, Nias, Nesa) sudah kebelet banget buat maen UNO dikarenakan terlalu banyaknya jam kosong yang terjadi. Jadi, daripada kita membuang-buang jam kosong untuk hal-hal yang tidak bermanfaat (seperti tidur di bangku, nonton sekaligus nongkrong di kantin, juga ngenet yang menyebabkan uang jajan kita selalu seret mengingat kita WARNETMANIA banget), mending-mending kita mengasah otak dengan bermain UNO. Siapa tahu nanti di kemudian hari akan ada yang namanya turnamen UNO. Wah! Itu keren banget. Seperti kata pepatah, 'Menyelam Sekaligus Minum Air'.
Sebenarnya, UNO sudah terkenal di kalangan anak pondok sejak dahulu kala. Tapi memang akunya saja yang kuper dan baru tahu akhir-akhir ini. Cara bermain UNO cukup mudah, kita hanya perlu mencocokkan angka, warna, sekaligus memakai kartu-kartu lain yang memiliki fungsi-fungsi istimewa.
Pertama kali, aku memainkan UNO bersama Nias dan juga Nesa. Fani juga ikut, tapi cuma sebagai pengamat sekaligus pembantu Nesa (hehe). Bertempat di kediamanku dan Nias, yakni bangku pojok belakang sendiri yang jauh dari jangkauan keramaian. Jadi, kita bisa main dengan tenang. Permainan pertama terbilang cukup seru dikarenakan perdebatan panas antara aku, Nias, Nesa, juga Fani.
"Lho Yas, waktu aku main online peraturannya nggak kayak gini." Ucapku memprotes keputusan sepihak Nias yang menurutku benar-benar tidak sesuai.
"Tapi Nit, di pondok orang-orang maennya kayak gini." Sangkal Nias sambil melotot padaku. Ludahnya sudah mucrat kemana-mana.
"Duh, aku gak ngerti deh dengan kalian berdua." Ikut Nesa sok dramatis. Bukannya ngelerai, malah bikin kita tambah panas.
"Gimana kalo kita nanya ke anak-anak cowok aja. Mereka kan lebih tahu mengenai masalah ginian." Ucap Fani yang selalu berperan menjadi penengah kita bertiga.
Belum sempat kita melakukan tindakan untuk menyelesaikan perdebatan, tiba-tiba Arzal (gebetannya Ira) dan ajudannya, Roni (TTMnya Fira) datang menghampiri kita. Wajahnya kelihatan sumringah banget. Keliatannya mereka ngetawain kita deh. Pokoknya tatapan mereka nggak enak banget. Bikin hati tambah panas.
"Kalian main apaan?" Tanya Arzal sok innocent.
"Udah tau malah nanya." Jawab Nias sewot.
Kita melanjutkan bermain dengan arahan-arahan Arzal yang memang lebih masuk akal dibanding arahan Nias. Lama kelamaan permainan menjadi seru dikarenakan permainan yang awalnya Cuma diikuti tiga orang menjadi lima orang. Aku, Nias, Aruni, Esti, juga Roni. Nesa dan Fani memutuskan untuk menjadi penonton sekaligus penyorak. Arzal yang kelihatannya sudah jago banget mengenai UNO-UNOan langsung menjadi sesosok mahaguru yang tugasnya memberi bantuan kepada mereka-mereka yang mebutuhkan. Gayanya lho! Njengkelin banget.
Setelah beberapa ronde permainan, suara-suara kami yang awalnya merdu pun berevolusi menjadi serak gara-gara sering teriak-teriak. Entah yang teriak-teriak UNO, yang teriak-teriak menang padahal maennya salah, ataupun yang teriak-teriak gak jelas gara-gara kalah.
Sumpah! Hari Ini Memang Tiada Duanya.
&[$"
YOU ARE READING
This Is My Life
Diversoscerita ini lanjutan dari This Is My Story. Kalo sempet, tinggalin jejak yaa, entah komentar, kritik, apapun itu. Pasti bermanfaat. Semoga kalian sukaaa. Terima kasih atas kesediannya! (y)