Warna-Warni Hidup A.K.A. The Kolor of Life

12 0 2
                                    


Hari Selasa.

Di pagi hari, aku dan anak kelasku sudah asyik mengangkat otot-otot tubuh (olahraga). Kali ini, materi kami adalah roll depan dan roll belakang (Haha. Jadi inget masa SMP deh). Sebelumnya, kami melakukan pemanasan di atas sebuah matras. Dan, pemanasan itu dilakukan di lapangan tengah yang merupakan tempat strategis untuk ditonton. Dan akhirnya, pemanasan kami ditonton oleh beberapa adek kelas XI Bahasa yang notabene mayoritas anak pondokku. Malu... Malu... Malu...

Hari ini Ira nggak masuk. Katanya Mawa sih sakit sejak kemarin. Jadi, tadi pagi aku berangkat bareng Mawa dan Sieda, anak MA yang juga berprofesi sebagai seksi kebersihan. Tadi sehabis kegiatan olahraga, aku dan ketiga temanku langsung ngacir ke kantin (laper bro). Ketika aku melihat ada hamburger, tanpa ba-bi-bu aku langsung mengambilnya, mengingat aku memang menyukai makanan yang bercitarasa sedap atau asin.

"Bu, ini berapaan?" Tanyaku pada Ibu Kantin.

"2500." Jawabnya singkat.

Hah. Aku langsung meminjam uang sebesar 500 rupiah kepada Nesa karena kau Cuma bawa uang 2000 rupiah.

Untung ada Nesa. Nesa si pahlawan kepagian. Uye.. Uye.. Yee.. (nyanyi gak jelas).

Ketika melihat perpustakaan sudah buka, aku langsung berjalan setengah maraton menuju kelas dan meletakkan hamburgr di jendela.Setelah itu, aku langsung mengambil dua buku yang kemarin baru kupinjam dari perpus. Yang satunya berjudul 'Kasiver', yang satunya berjudul ' Bercinta dalam Tahajjudku'. Dan, Alhamdulillah kedua buku itu tidak membosankan, tapi malah memberikan manfaat dan hidayah kepadaku agar selalu bersyukur kepada Allah.

"Pak, ngembaliin buku." Ucapku pada Pak Toto, penjaga perpus.

Pak Toto menatapku heran. "Kamu minjemnya kemarin, tapi sekarang udah selesai."

"Biasa aja sih Pak." Jawabku singkat.

Aku langsung mencontreng judul buku yang kukembalikan. Selesai.

"Eh Nduk, di lemari sebelah situ ada buku baru lho." Ucap Bu Zakia, sambil tetap konsen menulis sesuatu.

"Iya ta Bu?" Tanyaku kepo sambil berjalan menuju lemari yang ditunjukkan Bu Zakia.

Waw. Banyak buku baru. Aku langsung kalap dan meminjam dua buku lagi. Pokoknya, buku ini harus selesai hari ini, biar besok bisa minjem lagi.

Jam terakhir, waktunya Pak Markoni (masih ingatkah??), guru favorit anak-anak kelas. (hehe). Pak Markoni sedang sibuk menerangkan materi integral spesial pake' telor kornet dengan menggebu-gebu, sedang murid-muridnya yang alim ulama malah sibuk melakukan hal lain.

Ketika aku sedang asyik baca novel sambil ngemil jajan, Nias ngomong gini, "He Nit, kalo kelas kita dibikin film, keren ya. Liat aja, selagi Pak Markoni nerangin, cuma segelintir anak aja yang ndengerin."

Aku menutup novel sejenak.

Iya yah, bener juga katanya Nias. Batinku sambil mengamati keseluruhan kelas.

Dari mulai ujung deret sana, kayaknya anak cowoknya nggak ada yang ndengerin deh. Ada yang lagi maen hp, ngobral-ngobrol, nulis-nulis gak jelas, ngelamun, tidur-tiduran, sampe yang tidur beneran. Sedang di baris kedua, Azizah pastilah ndengerin mengingat tempatnya strategis sekali untuk dipergokin jika dia melakukan hal yang macam-macam. Eti, Ira, Dita, kayaknya juga ndengerin, mengingat mereka anak-anak rajin. Dan Derin seperti biasa, menelungkupkan kepala sambil konsen dengan hapenya. Sedang dua bangku belakang, dihuni oleh anak cowok yang lagi asyik maen UNO. Uh, dasar, gitu ya gak ngajak-ngajak.

Untuk deret sebelah kiriku, baris pertama dan kedua aman. Untuk baris ketiga, Niya saja kelihatannya sudah terbang ke alam mimpi. Untuk Silvi yang kemarin menyabet peringkat pertama saja kelihatan ogah-ogahan. Untuk baris selanjutnya aman, anak-anak rajin gitu loh. Lah, bangku terakhir ini yang parah. Aruni sama soulmate-nya, Lara, malah lagi asyik ketawa-ketiwi sambil maen hp.

Dan yang terakhir, deretku, paling spesial. Dari depan saja sudah kelihatan, si duo geje itu lagi ngobrol hal-hal yang pastinya bukan pelajaran. Baris belakangnya juga sama lah, Vai mungkin sekarang sudah ngorok saking nyamannya. Duh, untuk baris belakangnya juga gak heran, si duo biduan itu mah mana pernah ndengerin guru. Lah, baris belakangnya ini baris ajaib. Dari tadi, kuperhatikan kelihatannya Fani dan Nesa memerhatikan guru dengan baik, tapi ternyata...

"Eh Nes, kamu tadi ndengerin omongannya Pak Markoni gak?" Tanyaku.

"Iya, ndengerin. Kenapa emangnya? " Jawabnya pongah.

"Ngerti nggak maksudnya?" Tanyaku lagi, ngetes.

"Enggak." Jawab Nesa jujur sambil nyengir bego'.

Gubrak! Ealah, takkirain mereka berdua itu faham. Ladalah ternyata sama aja kayak kita, baris terakhir alias aku dan Nias. Seperti biasa, kita istiqomah dengan bacaan masing-masing, apalagi kalo bukan novel, sambil ngemil kuping gajah. Qiqiqi.

Hidup ini emang penuh warna!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 11, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

This Is My LifeWhere stories live. Discover now