Work Work Work...

829 149 9
                                    


"Hello everyone, we're The 1994." Seluruh penonton pun langsung bersorak tak terkendalikan. Jay pun menghentikan ucapannya berusaha memberi jeda agar penonton bisa tenang sedikit. Ia benar-benar tak menyangka bahwa mini tour untuk launching album mereka bisa semeriah ini, Mengingat mini tour ini tidak hanya di lakukan di (Jakarta) Indonesia tapi juga di (Kuala Lumpur) Malaysia, (Buona Vista) Singapura, (Seoul) Korea Selatan, (Bangkok) Thailand juga (Osaka) Jepang.

Hiruk pikuk penonton mulai reda, Jay pun kembali berbicara. "Mm..first I want to say thank you to everyone who come. Its been 2 years since we've launched our second album. And now we're finally back with the latest album that not only being produced in our language Indonesia but also in English. I hope people outside Indonesia could accept our music easily, so yeah here is the new single..."

Instrument mulai mengalun dan live music tempat mereka melakukan acara launching album pun mulai gegap gempita kembali.


000


Banyak musisi yang selalu berkata mereka akan merasakan kekosongan yang mendalam ketika meriahnya panggung tempat mereka tampil telah usai. Selama ini Jay tidak pernah benar-benar sependapat. Karena baginya tak ada kata kosong, toh setelah manggung ia masih bisa menemukan kemeriahan itu di balik pintu-pintu club atau sekedar celotehan gak mutu cewek-cewek yang akan berakhir di ranjang bersamanya.

Tapi kali ini berbeda. Jay harus sependapat dengan para musisi-musisi itu. Sejak hadirnya Reya dan June, Jay sudah benar-benar tidak pernah menyentuhkan kakinya ke tempat-tempat laknat itu. Sehingga kini ketika dirinya tengah disibukkan lagi dengan segudang aktivitas bernyanyi, sudah beberapa kali ia dilanda sepi ketika meriahnya panggung kembali sunyi. Telepon, chat, bahkan video call tak bisa mengusir rasa sepinya. Ia butuh melihat Reya dan June secara nyata. Ia butuh mendekap little man nya untuk memulihkan rasa lelahnya. Ia perlu mendengar celotehan bahkan omelan Reya untuk menghilangkan rasa sepinya.

Jay mengacak-acak rambutnya frustasi, ia kangen akut sama Reya dan June, sampai rasanya ia ingin berteriak.

Acara launching album-nya baru saja selesai tepat pukul 11 malam waktu Jepang setempat. Itu berarti di Indonesia sudah sekitar pukul 1 pagi. Tidak mungkin Jay menelepon Reya sekarang selain cuma bakal jadi missed call, bisa-bisa ia menggangu waktu istirahat cewek itu juga. Jay akhirnya cuma bisa menghela napasnya berat.

Januar yang kebetulan satu kamar dengan Jay kali ini memperhatikan seluruh gerak-gerik cowok itu.

"Gak tidur Jay?" Ucapnya membuat Jay kaget mendadak. Karena ia kira Januar sudah tidur dari 30 menit yang lalu.

"Belom ngantuk."

Januar diam, sebelum akhirnya mengeluarkan suara lagi. "Jay."

"Mm."

"Are you okay?"

Jay mengernyit. "I am good. Why?"

Januar menimbang-nimbang, sejujurnya ia ingin bertanya tentang foto polaroid yang ia temukan di apartemen Jay. Tapi melihat kondisi mereka yang habis manggung dan capek oleh setumpuk aktivitas yang padat, Januar pun mengurungkan niatnya. Yang ada akhirnya Januar hanya bisa berkilah. "Nope, gue kira lo lagi kenapa gitu. Abis akhir-akhir ini lo suka ngilang gak jelas."

Jay tertawa sumbang, "Ha ha ha gak lah gue baik kok."

Januar mengedikkan bahunya, lalu kembali memejamkan matanya. Sementara Jay akhirnya turut mematikan lampu tidurnya, namun dengan mata yang masih memandangi foto-foto June dan Reya di ponselnya.


000


"Bubu liyat, Dada di tipi!"

Reya yang sedang sibuk memeriksa laporan keuangan Daycare nya, hanya sempat mengalihkan matanya sejenak melihat ke arah Tv di ruang kerjanya.

Ring Rattle (The 1994 Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang