Tak Ada Jejak

900 152 9
                                    



"When your tears roll down your pillow like a river

I'll be there for you

But you gotta be there for me too..."

Musik semakin menghentak ruangan yang sudah penuh sesak. Lampu-lampu disko datang dan pergi menambah meriahnya ruangan remang yang Januar, Naresh dan Seno datangi.

"GIMANA?" Seno berteriak berusaha mengalahkan musik yang memenuhi ruangan.

"GAK DATENG." Teriak balik Januar.

"SERIUS LO?!!"

"IYAAA."

Naresh yang sedari tadi sibuk bergoyang dengan Swari--Pacarnya--sampai menghentikan kegiatannya itu dan ikut nimbrung dengan obrolan kedua temannya. "KOK TUMBEN. DARI KEMARIN PERASAAN JAY ILANG-ILANGAN MULU, DI CLUB ATAU BAR JUGA DIA UDAH GAK PERNAH ADA."

"DIH KAPAN KAMU KE BAR??" Sela Swari yang ternyata mendekat ke arah cowok-cowok itu.

"Hayoloh Nar. Gak ikutan gue hahahaha." Seno menarik Januar agar menajuh dari pasangan yang hobinya berdebat itu.

"Gak-gak aku bisa jelasin ya Mahe sayang."

Seno hanya geleng-geleng kepala karena masih bisa mendengar sayup-sayup ucapan Naresh. Naresh terlihat begitu panik sedangkan Swari hanya memasang wajah cuek tidak perduli.

"Naresh benar Jan, Sepupu lo tuh kemana sih hobi banget ngilang akhir-akhir ini." Kini setelah Seno dan Januar sudah melipir ke table private yang disediakan untuk mereka, mereka bisa dengan bebas berbicara tanpa perlu menarik setiap urat yang ada di kerongkongan.

"Entah." Januar memang benar-benar tidak tahu kenapa Jay suka menghilang mendadak. Ditambah dengan keyantaan bahwa orang tua Jay kini menetap untuk beberapa waktu di Jakarta, Januar sebenarnya yakin pasti ada yang tidak beres dengan kehidupan sepupunya itu.

"Keshya sendiri mana? Gak kesini?" Biar Januar jelaskan sedikit. Kalau Naresh telah memiliki kekasih bernama Swari--atau Naresh biasa memanggilnya Mahe--Seno, drummer mereka itu nyatanya telah memiliki seorang tunangan.

"lagi Paris Fashion Week."

"Lo gak ikut?"

"Males."

Januar hanya tersenyum menanggapi jawaban singkat Seno. Toh ia dan yang lain tahu bagaimana gengsinya Seno mengakui seberapa butuh dirinya akan tunangannya itu. Januar kembali menekuni layar ponselnya berusaha mencari kabar sepupunya lewat akun-akun media sosial yang biasa membuntuti tingkah mereka. Namun tetap saja hasilnya nihil. Sepupunya itu bak makhluk tak kasat mata yang kini entah bersembunyi dimana.


000


Reya tengah membaringkan June yang sudah terlelap dengan perut buncitnya yang kini semakin menyembul. Tidak heran mengingat Reya harus berlaku tegas memberhentikan kegiatan makan kerang June, saat bocah itu meminta piring ke-tiga. Pokoknya kalau June besok sampai sakit perut, Reya bersumpah akan mencekik Jay dan menyuruh Jay menyembuhkan anak mereka gimana pun caranya!

"Rey. June udah kamu selimutin? Ring rattle-nya jangan lupa."

"Iya udah. Kamu udah selesai teleponnya?" Jay tadi memang harus menerima panggilan telepon, sehingga Reya lah yang menggendong serta meletakkan June dikamarnya.

"He eh, Rey bikinin aku kopi dong hehe." Rajuk Jay.

"Bikin sendiri."

"Dih kopi buatan kamu kan paling enak. Bikinin sih..."

Reya menutup pintu kamar June perlahan sebelum melangkahkan kakinya ke arah coffe maker di dapur.

"Rey bikinin kopiiii" Lanjut Jay yang masih membuntuti Reya.

Ring Rattle (The 1994 Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang