- 3 -

213 25 7
                                    

Suara gemuruh tepuk tangan sangat meriah setelah tarianku kutampilkan untuk mereka di panggung besar itu. Dengan nyala-nyala lampu, aku mengahkiri tarianku dengan penuh emosional yang indah. Banyak sekali pujian yang datang menghampiriku serta hiasan bunga, walau ini bukan kali pertama yang kurasakan.

"Tarianmu itu tadi sungguh perfect, saya sangat suka dengan itu," ucap seorang wanita paruh baya yang rambutnya bersanggul.

"Oh iya terima kasih banyak pujiannya," jawabku melemparkan senyum.

"Saya mempunyai acara peragaan busana di hotel Karina kamis nanti ... maukah kamu mengisi acara saya nanti." Ibu itu menawarkan acaranya padaku.

Aku tersenyum lebar. "Dengan senang hati saya akan memeriahkan acara ibu nantinya."

Ibu itu merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah brosur undangan, "Ini, tempat kami mengadakan acaranya ada tertulis di sini. Nanti kamu langsung hubungi nomor yang ada di sana. Ok," bahas ibu itu

"Ok," jawabku dan beranjak pergi.

Banyak sekali tangkai bunga yang aku bawa yang membuatku kewalahan. Tapi langkahku terhenti melihat Bella yang berdiri di pintu keluar. Aku lalu menghampirinya dengan pelan. Pasti ia mau memaksaku lagi untuk menemui anak yang di hantui itu.

"Bella ... kenapa kamu di sini? Gak masuk?" tanya ku padanya. Tiba-tiba Bella memelukku dengan erat dan menangis. "Loh Bella kenapa? Bel?" tanyaku heran.

"Cha maafin aku ya, gara-gara aku persahabatan kita hampir hancur," jawabnya sambil menangis. Awalnya kukira dia mau memaksa ku kembali tetapi ternyata dia datang meminta maaf padaku. Padahal tadi sore itu adalah salahku bukan salahnya. Aku yang terlalu egois pikirku.

Aku membalas pelukkannya, "Udahlah Bel, lupain aja. Lagian kan udah berlalu. Biarin aja, ya. Udah jangan nangis lagi." Aku membujuk Bella agar tidak menangis lagi yang tak lama ia kembali tersenyum karena bujukkan ku. Aku mengajaknya untuk menyegarkan diri ke cafe agar tidak tidak stress dengan kejadian-kejadian sebelumnya.

* * * * *

Malam itu berlalu dengan hangat antara kami berdua. Paginya aku mendapat sebuah e-mail dari salah satu perusahaan yang sedang membuka lowongan pekerjaan. Pagi ku sangat indah dan berbunga-bungan dengan melihat satu pesan yang sangat aku dambakan. Lalu aku pergi ke kampus dengan senyum yang tak lepas dari bibirku, bahkan beberapa dari temanku menanyakan tentang aku yang selalu tersenyum "tak biasanya" kata mereka seperti itu.

Aku pergi ke kantin untuk menemui Bella agar dia tau apa yang kurasakan saat ini, di tempat aku dan Bella biasa nongkrong.

"Oh my god! bagus sekali, ternyata perjuangan mu ga sia-sia Cha!" seru Bella. Dia tahu benar kejadian yang ku alami saat mau memasukkan surat lamaran kerja di kantor itu. Ia terus memuji ku dan memberikan aku banyak sekali traktiran.

" ... dan loe tau Bel, kalau gue lulus seleksi wawancara, maka gue gak akan menari lagi. Hahaha,"  gurauku pada Bella sambil menyantap hidangan yang kami pesan.

"Hahaha, iya Cha dan loe ga perlu lagi menjadi paranormal," sambungnya.

"Ah loe ada aja deh, kalau itu sih tetep Bel."

"Ah, iya deh iya," Bella memelas.

Setelah lama kami bersenggang aku kemudian pergi untuk wawancara di kantor yang telah menerimaku tadi pagi. Panasnya terik matahari siang itu tak lagi kurasakan saat menaiki motor kecilku. Senyum yang tak lepas dari bibirku tak membuat pipiku penat menahannya, aku sangat bahagia. Sesampainya di sana, aku masuk dan bertanya kepada beberapa karyawan agar aku tidak kesasar.

"Mbak yang namanya Panchali? Sudah bisa masuk mbak," panggil karyawan wanita itu padaku yang tengah menunggu antrian.

Aku langsung bergegas masuk dan tak sabar untuk menjawab semua pertanyaan yang akan dipertanyakan nanti. Dengan gemulai aku melangkahkan kaki ku, rambutku yang terurai dan tak lupa aku tadi berlipstick agar bibirku tetap merah merona.

"Mbak duduk dulu di sini, sebentar lagi kita mulai wawancaranya," ujar wanita itu lagi.

Ku dengar suara pria yang berbincang-bincang di belakang dengan wanita itu tadi membicarakan para calon karyawan yang tak bisa-bisa menjawab pertanyaan. Jantungku tak berdebar, tak ada juga keringat dingin dari kulitku karena aku telah siap dengan semua pertanyaan yang akan di lontarkan kedapa ku nanti.

Lama mereka berbincang dan kemudian suara pria itu semakin dekat dan semakin dekat, tapi ada yang aneh dari suara itu. Aku mengenal suara itu. Ya, aku mengenalnya dan

TAAARAAA!!!!

Ternyata dia adalah Haikal kakaknya Hasri anak sanggarku. Aku dan Haikal pun terus bertatapan. Ia mengerutkan dahinya dan menatapku dengan tajam, sedangkan aku hanya menatapnya dengan penuh ketakutan.
Aku merasa jantungku sudah tak di tempatnya lagi, keringat dingin itu keluar dari pori-pori ku dan aku merasa ketakutan, ia seperti ingin menerkamku.


Ig : official_Rawin.kumar
07 Juni 2017

Phancali: RonggengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang