- 7 -

180 16 3
                                    

Hari mulai pagi aku tengah bersiap-siap untuk perfomeku malam nanti. Dari mulai menghias tangan ku dengan inai, maskeran dan juga mandi wewangian, walau aku sedikit agresif seperti pria, tapi kan aku juga wanita. Sedangkan si Bella masih tertidur pulas di kasurku, dia membuatku tak bisa tidur dengan nyaman, karena dia terus saja ketakutan terbawa suara hantu itu.

Selesai mandi, aku duduk di depan kaca dan mulai menyisir rambutku. Pelan-pelan aku telusuri setiap helai rambutku dengan butir-butir vitamin agar rambutku sehat selalu. Namun, tiba-tiba pintu kostku diketuk, "tok tok tok tok"  ketukannya sangat kuat dan juga cepat. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali sampai-sampai aku jengkel.

"Siapa sih subuh begini datang kesini!" gerutuku.

Aku datang dan membuka pintu, "Kamu?" aku heran ternyata Haikal didepan pintu dengan wajahnya yang gelisah. "Sedang apa kamu disini? dan bagaimana kamu tahu tempat tinggal ku?" cetusku kesal melihat wajahnya yang menjijikkan itu.

"Please tolong aku, Hasri sudah tidak sadarkan diri lagi," desak Haikal

"Ah, emangnya kenapa?" aku terkejut, namun, "ehm, emang gue peduli. Toh kamu kan ga percaya sama aku. Pergi sana ... ganggu aja." Aku menutup pintu. Haikal menahan pintu yang mau aku tutup, dia masih bersih keras agar aku mau menolongnya.

"Aku sudah percaya sama kamu. Aku sudah melihat semua yang kamu bilang dan please tolong saya. Aku mohon," mohon Haikal. Aku sebenarnya mau saja menolongnya tapi dia sudah kelewatan batas dengan terus mencemoohku dengan kata-katanya itu. Jadi, sekarang aku sudah tidak peduli dengannya.

"Sekarang kamu pergi, mau kamu percaya atau tidak aku sudah enggak peduli. Ngerti," cetusku lagi dan menutup pintu.

Aku rasa ini akan jadi pelajaran untuknya agar tidak asal berkata saja . Setidaknya kenali dulu siapa yang di hadapi barulah berani berkata tentang siapa yang di hadapi. Dia terus saja memanggilku dengan isak, tetapi jujur saja aku risih dan membuat aku takut kalau tetangga lain terganggu termasuk Bella yang sedang tidur.

Kalau Bella tau Haikal datang meminta pertolongan, bisa-bisa Bella malah ikutan memohon juga sama seperti Haikal. Aku melanjutkan menyisir rambutku tanpa mempedulikan Haikal. Namun, tak lama dari itu Haikal sudah diam dan tak memanggil ku lagi, tetapi ia masih berada di teras kost ku--sebenarnya kostku ini tidak dapat di katakan sebagai kost-kostan karena ini adalah rumahku, tapi karena keadaan rumah ini kecil dan tidak memiliki halaman yang luas jadi aku menyebutnya sebagai kost.

Aku sesekali melihat keluar jendela. Dia duduk dan menangis, jelas sekali tiap tetesan air matanya yang jatuh melewati pipinya dengan wajah yang penuh ketakutan. Sebenarnya aku tidak tega, tapi aku sudah terlanjur sakit hati. Jadi aku biarin saja.

Aku membangunkan Bella karena sudah waktunya aku pergi untuk mengambil pakaian nariku, ini memang tidak waktunya ia bekerja tetapi aku mau dia mencuci pakaian ku yang sudah beberapa hari tak ku cuci, hehe.

"Ya udah aku pergi dulu ya, aku mau nyewa baju buat perfome ntar malam. Ok," ucapku pada Bella dikamar mandi.

Sebelumnya aku mengintip dulu ke jendela melihat Haikal masih ada atau tidak dan ternyata dia telah pergi, kurasa dia pergi mencari dukun untuk membantu adiknya. Lalu aku melanjutkan gerakku agar dapat lebih cepat mempersiapkan diri.

Di jalan aku masih berfikir bagaimana Haikal bisa mengetahui rumahku dan aku masih juga berfikir bagaimana keadaan Hasri sekarang. Bagaimanpun juga Hasrikan anak didikku di sanggar. Aku juga berfikir kalaulah hasri meninggal, kasihan Haikal juga. Dia sudah tidak ada orang tua dan kini dia juga harus kehilangan adiknya. Tapi aku tetap tidak peduli, semua itu masa bodoh bagiku.

Aku kembali dan melihat Bella sedang asyik menonton tv. Iya kebetulan siaran kesukaannya sedang tayang. Bahkan sepertinya dia tidak tahu kalau aku melewatinya.

"Hei Bel, serius amet," aku mengagetinya, tapi kurasa dia tidak kaget. Entah kenapa aku merasa ada hal aneh darinya.

"Cha loe kok tega amet sih. Haikal tadi datang dan cerita ke aku semuanya, sekarang adiknya terbaring kritis Cha. Hasri udah ga sadarkan diri," ungkap Bella padakku. Aku hanya menghela nafas mendengar perkataannya barusan. Sedikit jengkel juga sih, ternyata Haikal balik lagi dan bertemu dengan si Bella bolot.

"Saat subuh dia datang kesini setelah tau alamatmu dari CV yang loe antar di lamaran, terus loe menolak untuk menolongnya. Dia nunggu sampe matahari muncul dan langsung datang kerumah gue dan nyokap gue bilang gue nginap disini. Lalu dia balik lagi ke sini dan akhirnya bertemu dengan gue," sambung Bella lagi padaku yang pasti ujung-ujungnya memohon aku agar menolong Haikal.

"Terus loe mau gue nolong dia, gitu? Loe liatkan dia buat kita gimana semalam Bel. Gue ga habis pikir deh sama loe, gampang banget sih terpengaruhi," kataku kesal.

"Cha, gue tahu loe itu udah di hina sama dia tapi di sini loe itu datang bukan untuk dia Cha. Loe liat hasri, loe ga kasihan apa. Dia masih kecil. Dia enggak punya orang tua juga. Dia ga punya siapa-siapa loh."

"Haha, dia ga punya siapa-siapa. Dia punya kakaknya yang sok itu," cetus ku tajam

"Haikal itu bukan kakak kandungnya Cha," jelas Bella, "Hasri itu anak dari adik ibunya. Haikal itu sebenarnya orang Jakarta, kebetulan dia ditugaskan mengurus kantor milik ayahnya di Malang. Terus terjadilah kejadian yang menimpa orang tua Hasri. Karena Hasri tidak punya siapa-siapa di Malang dan harus tetap melanjutkan sekolahnya, Haikal datang dan mengurus Hasri. Haikal anak tunggal begitu juga dengan Hasri."

Aku hanya diam mendengar kata-kata Bella yang menjelaskan kehidupan mereka. Di satu sisi aku iri melihat Bella tahu tentang mereka dan di sisi lain aku juga ga peduli dengan kehidupan mereka terutama pria itu.

"Gue udah kenal loe lama Cha. Gue udah tau gimana loe. Loe emang keras kepala tapi hati loe itu engggak sekeras kepala loe Cha." Bella memegang tanganku. "Gue masih inget waktu loe nolongin anak ayam yang udah hampir mati digigit musang. Waktu itu loe ngejer itu musang sampe dapet terus loe rawat anak ayam itu bersama induknya itu di sini. Walau loe selalu di patok sama induknya, tapi loe tetap bersih keras buat ngerawat anak ayam itu sampe dia bisa berdiri lagi." Bella menatapku.

"Bukan masalah perjuangan ngerawat anak itu yang gue maksud, tapi keras kepala loe dalam mengahadapi induknya dan hati loe yang lembut menjaga anaknya. Di situ gue sadar Cha, kalo loe emang beda dari yang lain." Bella berpaling. "Tapi ... di mana Icha yang aku kenal dulu. Loe udah berubah Cha. Haha" Bella berhenti.


Phancali: RonggengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang