Aku bertemu Sleipnir! Sayangnya, dia tidak memiliki delapan-kaki.

43 7 4
                                    

Masih soal hukumanku. Yang secara terpaksa kukerjakan.

Setelah kejadian yang sangat mengesalkan di Menara, Cycroch memberiku beberapa barang yang katanya bakal berguna nantinya. Dan juga beberapa petunjuk, dan nasihat. Setelah ritual itu, terima kasih Cycorch.

Dia mengantarku ke lantai dasar Menara. Berdiri di tengah-tengah, lalu merapal mantra.

Oh! Lantai batu itu lenyap! Terganti oleh tangga yang menurun jauh kebawah. Setelah sekian lama aku disini, aku bahkan tidak tahu bahwa ternyata Menara memiliki ruang bawah tanah.

"Hey, kau tidak pernah memberi tahuku bahwa Menara memiliki ruang bawah tanah?!" aku berkata kepada Cycroch dengan agak bingung. Cycroch tidak menjawab, dan terus menuruni anak tangga kebawah.

"Aku tidak akan turun jika kau tidak merespon!" teriakku ke bawah. Cycroch sudah tak terlihat dari pandangan.

Oh, terkutuklah mulut ini! Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu karena setelah itu, aku melayang—sihir Cycroch tentunya, lalu aku terlempar, menggelinding kebawah tangga, menuruni tangga. "Aww. Uhh. Ugh. Argh!" tentu saja, aku kesakitan.

Akhirnya aku sampai di dasar tangga. "Uhh," aku mencoba berdiri, tetapi ternyata lukanya lebih parah dari yang aku kira. Aku mengalami lecet, dan lebam merah-merah di sekujur tubuhku. Pakaianku, beberapa koyak. Ouch, itu sakit sekali. Ditambah dengan pasir-pasir yang menempel di luka, menambah rasa perih di luka itu.

Dalam hati, marahku kepada Cycroch bertambah. Bisa-bisanya dia melakukan itu, padahal dia tau, aku ada hukuman mengambil Batu Ances. Dia sendiri yang menyuruhku. Dan itu membutuhkan tenaga yang banyak, dan tentu saja tubuh yang prima. Sekarang aku tidak yakin kalau tubuhku prima.

Cycroch yang sedari tadi sibuk di salah satu meja, berbalik dan berjalan ke arahku. Tangannya menggenggam seperti ada sesuatu kecil yang dia bawa.

Ruangan remang-remang ini tenyata cukup tertata. Penerangan berasal dari obor. Sepertinya ini adalah gudang senjata rahasia—berbeda dengan gudang senjata sihir diujung lorong ya. Dibagian kanan, terdapat meja-meja panjang yang berisi botol-botol ramuan—tempat Cycroch tadi sibuk mengurus sesuatu. Di bagian kiri, terdapat senjata-senjata. Senjata biasa, kurasa. Bukan magis. Pedang, perisai, tameng dada, sepatu bot, sarung tangan. Semua dari besi.

Ada yang menarik perhatianku. Di sisi depanku, terdapat patung-patung yang kelihatan rapuh. Ada yang berbentuk hewan, monster, dan bangunan bangunan. Semuanya diukir dengan sangat detail. Lekukan tubuhnya, semuanya sempurna. Aku bahkan tidak yakin itu benar-benar diukir.

Cycroch sudah ada di depanku, lalu dia membungkuk. "Makan lah," katanya sambil menunjukkan beberapa pil kecil berwarna coklat.

Baiklah-baiklah. Aku belajar dari pengalaman. Aku tau apa akibatnya tidak menuruti kata Cycroch. Jadi dengan tubuhku yang masih sakit, tanganku mengambilnya, lalu memasukkannya ke mulutku.

Pil itu keras sekali. Hambar rasanya. Suara kunyahanku menggema di ruangan itu. Sedikit demi sedikit aku menelan pil itu.

Tiga detik setelahnya, tidak ada yang berbeda. Baru saja aku bertanya dalam hati, apa manfaat pil ini? Kenapa Cycroch memberikannya padaku? Lalu aku langsung tau jawabannya.

Perlahan rasa sakitku hilang, lukaku menutup, perih sudah tidak ada, begitu pula lebam merah-merahku. Oh! Jadi Cycroch sengaja melukaiku karena "nanti juga bakal disembuhkan dengan pil", mungkin seperti itu yang Cycroch pikirkan. Huh, kau membuatku merasakan sakit terlebih dahulu ya.

Aku mencoba berdiri. Kurasa sekarang tubuhku telah prima kembali. Aku berdiri lalu menepuk-nepuk pahaku. Pakaianku kotor sekali.

"Merasa lebih baik?" Cycroch menyeringai jahil.

♦The Jewel of Justice ☮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang