Nine

987 134 37
                                    

Di bawah pohon rindang yang terletak di halaman belakang gedung SMA S tampak dua siswa yang masing-masing fokus dengan buku di tangannya. Ralat. Tidak keduanya. Hanya seorang saja. Tepatnya seorang siswa bertubuh mungil yang kini menatap sebal pemuda di sebelahnya yang kepalanya mengangguk-angguk lantaran setengah tertidur. Sedangkan bukunya sudah hampir jatuh dari pangkuannya.

Pemuda mungil itu menarik napas dalam-dalam kemudian berseru kencang, "HOSHI, FIGHTING!" di depan wajah pemuda super sipit itu. Kontan saja dia terlonjak bangun dan ikut berteriak "Fighting!" namun wajahnya berubah datar saat benar-benar tersadar.

Tawa si mungil pun meledak-ledak. Tidak bisa ditahan lagi. Sementara si sipit cuma bisa mengerucutkan bibirnya. Pengen jambak pemuda di depannya tapi gak tega juga.
"Ahahaha.... Mianhae! Miaaan...." Susah payah pemuda mungil itu menahan tawanya namun semakin ditahan justru makin meledak saja.

"Kamu jahat, Uji-ya!" sungut Hoshi. Sekarang dia tidak merasa ngantuk sama sekali.

"Lagian kamu, orang lagi sibuk belajar mandiri untuk hadapi ujian akhir malah tidur. Kayak situ pintar saja!" tandas Woozi.

Hoshi menghela napas. Membuang sebal. Bibirnya masih mengerucut. "Tapi kan kita sudah belajar dari kemarin. Kemarinnya kemarin juga. Tadi malam bahkan kita begadang. Makanya aku ngantuk sekarang...."

"Berhenti mengeluh. Ini, buku yang harus kamu baca hari ini. Lalu gunakan spidol ini untuk menandai yang penting-penting. Ara?!" Woozi memberi instruksi ala guru killer seraya menyerahkan sebuah buku tebal dan sebuah spidol warna merah.

Bukannya langsung melaksanakan instruksi yang diberikan, Hoshi justru tersenyum jahil ketika menatap spidol merah di tangannya. Melupakan buku tebal yang jatuh dari pangkuannya. Dia menggeser duduknya lebih dekat dengan Woozi lantas menarik beberapa garis di punggung tangan pemuda mungil yang tengah asik membaca itu menggunakan spidol merah tersebut. Kaget, Woozi lantas menepuk pundak Hoshi yang malah terkekeh puas.

"Ya! Ige mwoya?!" seru Woozi seraya mengusap punggung tangannya. Berusaha menghapus jejak spidol tersebut. Sayangnya spidol itu termasuk permanent marker. Susah hilangnya.

"Ah, andwae! Andwae! Jangan dihapus!" Hoshi cepat-cepat meraih kedua tangan Woozi. Memisahnya agar berhenti mengusap dan berusaha menghilangkan jejak spidol tersebut.

Woozi meronta, berusaha melepas tangannya. "Wae? Lihat, tanganku jadi kotor!"

"Katamu aku harus menandai yang penting-penting pakai spidol ini. Nah, aku barusan menandai hal yang penting bagiku...." Kalimat Hoshi berhasil membuat Woozi bungkam. Berhenti meronta. Justru merona. Kicep. Hening sebentar. Pemuda mungil itu menunduk perlahan. "Apa aku salah?" tanya Hoshi. Woozi menggeleng pelan. Dia masih menunduk.

.

"Ya, kamu salah! Kamulah penghancur hidup dan impian Woozi. Kamu bilang mau melindunginya. Tapi, kamu justru telah membunuhnya! KAMU MEMBUNUHNYA!" Sebuah suara muncul tiba-tiba. Menggelegar. Dari seluruh penjuru mata angin. Hoshi menoleh, mencari sumber suara. Nihil. Sekitarnya gelap. Ketika Hoshi kembali ke sosok pemuda di depannya, betapa terkejut Hoshi melihat tangan yang digenggamnya berlumuran darah. Bahkan ketika pemuda di depannya mendongak, wajah itu pucat. Mata dan bibirnya terkatup rapat. Tidak ada tawa jahil atau umpatan yang keluar dari bibirnya yang pucat. Darah berceceran di seragam Hoshi. Bau anyir segera menyergap ruang hirupnya. Cemas, takut, dan gelisah membuatnya tertekan. Hoshi hendak berteriak menyerukan nama pemuda yang terkulai di hadapannya itu namun suaranya mendadak hilang. Hanya perih yang tersisa di kerongkongannya karena dipaksa mengeluarkan suara.

Di sisi lain, suara-suara yang menyebutnya pembunuh, makin nyaring dan seperti berputar-putar. Hoshi takut. Cemas juga. Dia berdiri, menggendong Woozi. Berlari menuju entah lantas secara tiba-tiba sesuatu bercahaya di depannya seperti berjalan cepat dan hendak menabrak dirinya. Suara klakson terdengar memekakkan telinga disusul teriakan.

Long Trip to Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang