Seventeen

655 92 6
                                    

Kelas sudah benar-benar kosong ketika Seungkwan baru akan beranjak meninggalkannya. Menghela napas pelan lantas menyampirkan ransel di pundak dan berjalan pelan menyusuri koridor. Tubuh berisi itu terlonjak halus saat tiba-tiba sebuah suara menyebut lirih namanya.

"Ya! Kamu sudah dua kali mengejutkanku hari ini, Seokmin-ssi!" sungut Seungkwan. Lee Seokmin membekap mulutnya demi menahan tawa yang hendak meledak saat melihat tubuh Seungkwan merosot ke dinding. Persis seperti aktor film horor yang ketakutan dikejar sesuatu. Hanya sebentar. Kemudian mengucap maaf dan membantunya berdiri. "Lepaskan!" hardik pemuda gembul itu. Namun jemari Lee Seokmin justru semakin erat menggenggam tangannya. Seungkwan melotot. Meronta, berusaha melepas tangannya dari genggaman Seokmin yang justru menariknya ke dalam pelukan tak kalah erat. Seungkwan membeku.

"Mianhae...." bisik Seokmin. Tegas dan lembut. Ujung dagu Seokmin bertumpu di pundak empuk Seungkwan yang masih terdiam. Tidak menolak apalagi membalas dekapan pemuda berhidung lancip itu. "Mianhae. Jeongmal mianhae...." Sekali lagi Seokmin mendesiskan kata maaf dengan nada yang sama; tegas namun lembut. Membuat Seungkwan yang telah kembali kesadarannya kontan mengerjap. Berusaha mencerna situasi yang sedang terjadi dan bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan makhluk satu ini.

"Lepaskan!" pinta Seungkwan yang dijawab gelengan kuat oleh Seokmin. "Ya! Lepaskan kataku! Aku bisa menuntutmu dengan tuduhan pelecehan dan perbuatan tidak menyenangkan, ara?!"

Seokmin merenggangkan pelukan namun tidak benar-benar melepaskannya. Kedua lengan semi kekarnya masih melingkar di tubuh Seungkwan. "Aku dimaafkan?" Manik kecoklatan Seokmin menikam di balik lensa kacamatanya. Hening sebentar. "Ya! Apa aku dimaafkan?"

"Nde! Aku memaafkanmu tapi dengan satu syarat--"

"Ice cream coklat? Oke, aku yang traktir!" sambung Seokmin cepat, secepat ujung hidungnya menyentuh pipi gembul Seungkwan yang langsung merah merona.

Mereka lantas melenggang bersama meninggalkan lingkungan sekolah. Ralat. Tepatnya, Seokmin berjalan lebih dulu kemudian disusul Seungkwan di belakangnya.
Sepanjang jalan keduanya terdiam. Hanya suara burung gagak dan gemerisik daun-daun yang ditiup semilir angin senja yang terlintas samar-samar di ruang dengar mereka. Jauh di ufuk barat sana, bola besar berwarna oranye menggantung setengah. Menyisakan warna indah nan menyilaukan mata.

Seungkwan menghela napas. Memperhatikan punggung Seokmin yang berjalan sambil berdendang riang di depannya. Dalam kepala pemuda gembul itu bertanya-tanya, ada apa dengan pemuda jangkung tersebut. Baru kali ini sikapnya sebegitu aneh.

Well, mereka berdua, Seungkwan dan Seokmin, sudah kenal sejak di Sekolah Menengah Pertama. Awal kenal mereka adalah saingan. Seungkwan selalu menduduki posisi kedua sedangkan Seokmin di posisi pertama. Sering satu kelas bahkan sampai satu tempat kursus. Tidak jarang mereka melakukan diskusi dan belajar bersama. Tidak ada persaingan berarti atau sampai sesengit persaingan sampai terjadi perselisihan. Tidak ada. Keduanya justru sering baku tukar posisi rangking dan bersaing sehat.

Bahkan tak jarang mereka saling tukar catatan. Jika semisal salah satunya ada yang tidak masuk karena sesuatu, maka yang masuk akan meminjamkan buku catatannya. Bukan peraturan tertulis. Itu terjadi begitu saja. Barulah ketika memasuki Sekolah Menengah Akhir mereka di kelas terpisah. Seokmin di kelas 10A sedangkan Seungkwan berada di kelas 10B. Nah, entah bagaimana, sekarang mereka dipertemukan lagi di kelas yang sama, di kelas 11F, kelas paling akhir pada urutannya.

Lengan Boo Seungkwan ditahan seseorang yang kontan membuatnya terkejut sekaligus mengembalikan kesadarannya. Sebuah motor berkecepatan tinggi melintas tepat di depan pemuda gembul itu. Nyaris menyerempet dirinya kalau saja lengannya tidak ditarik seseorang dari belakang.

Long Trip to Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang