6. Bukain!!

253 35 8
                                    


Saat Nindi terbangun, dia sadar sudah berada di kamarnya. Ketika ditanya siapa yg membawanya pulang lewat grup line kelas, ternyata Deni dan Nadya, teman sekelasnya. Nindi tidak menyangka bakal didera pusing separah itu sampai-sampai tidak bangun untuk berjam-jam lamanya.

Esoknya Nindi terpaksa harus berangkat sekolah untuk ikut mengatur gladi bersih pensi dan membereskan apa-apa saja yang dirasa kurang.

"Udah sembuh lo?" Tanya Huda ketika Nindi masuk ke dalam sekre.

"Nindi sayang, akhirnya dateng juga ke sekre." Ini Dian yang mengatakan.
Sontak Nindi mendengus mendengar dua sejoli itu. "Kenapa lo berdua? gak bisa pacaran kalo gue gak masuk?"

"Sinis amat si beb," dan mereka berdua mulai ribut tentang betapa sinisnya Nindi.

"Nindi, inget ya gue ini kakak kelas lo, mana sopan santun lo terhadap kakak kelas dan ketua osis."

"Alah, jidat. Omong-omong, yang lain kemana, bang Huda?"

Huda menaikan kacamatanya yang melorot. "Udah ada di main hall. Lo ke sana gih, gue ama dian masih ngerapiin teks susunan acara buat dipegang MCnya besok."

Nah, kan. Ketauan banget mereka modusnya. Kerja begitu aja harus berdua. Ingin sekali mulut Nindi ngoceh-ngoceh menyakitkan jika berhubungan dengan mereka. Sayang sekali Dian masih teman Nindi. Dan Huda, sebenarnya lumayan baik, kalau saja dia tidak begitu berengsek dengan sering melimpahkan tugasnya pada Nindi.

Sesampainya di aula utama, Dyah langsung menyerobot Nindi dengan macam-macam pertanyaan seperti Lo udah baikan? Masih pusing? Kemarin gimana sih kok bisa kayak kebo demam gitu sampe digotong-gotong aja gak berasa?

Awalnya masih bisa dijawab dengan baik sebelum sampai pada pertanyaan terakhir.

"Wih rame banget bang Yud." Ucap Nindi ketika menghampiri Yudhi di bangku penonton paling depan.
Yudhi menoleh lalu nyengir lebar.

"Udah sembuh lo, kucing anggora?"

"Udahlah, kalo belum gak mungkin gue bisa duduk dengan cantiknya disebelah lo." Yudhi menoyor Nindi gemas, sebelum fokusnya kembali lagi pada panggung yang di atasnya ada sekelompok penari tarian daerah sedang latihan.

"Pantesan lo bang anteng duduk di sini, gataunya ada kak Nita di sana." Seloroh Nindi.

"Sshh berisik. Cabut sana."

Setelah diusir Yudhi, Nindi bergabung dengan anak-anak yang sedang meniup balon.

Sudah ada lima balon yang Nindi tiup dengan mulutnya sendiri saat tiba-tiba seseorang menarik pergelangan tangannya.

"Apaan si--bang Richie?"

Richie diam saja dan tetap menarik tangan  Nindi entah kemana.
Richie menduduki Nindi di sebuah kursi yang berhadapan dengan meja. Di atas meja tersebut berserakan kertas-kertas yang membentuk beberapa huruf.

"Bantuin gue warnain ini."

"Tapi kan Nindi lagi bantu mereka tiup balon, bang."

"Mereka berlima aja udah cukup. Nih," Richie menyodorkan sekotak pensil warna ke tengah-tengah mereka.

Akhirnya, Nindi membantunya mewarnai potongan-potongan tulisan WELCOME tanpa berkata-kata lagi. Sebenarnya dia hanya sedang menahan kegugupan dan rasa malu, mangingat pertemuan terakhirnya dan Richie hari minggu kemarin yang begitu memalukan.

Sebenarnya ada beberapa potong rasa rindu yang terselip diantara malu, takut dan gugup.

Kemarin, setelah bangun dari tidur panjang sehabis me-Line grup kelas, Nindi buka-buka akun instagram Richie, yang sedikit ampuh meredakan nyeri kepala karena rasa-rasa senang yang timbul. Ternyata dia baru saja memposting foto lapangan yang terfokus pada bola sepak yang bersebelahan dengan handuk kecil dengan caption, 'Cepat sembuh, Sirin'.
Nindi juga baru tau tadi kalau Sirin kemarin pingsan di lapangan.

Richie dan NindiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang