1. Sekretariat Pertemuan

697 42 2
                                    


Nindi sedang dalam mood yang tidak baik. Pasalnya, lagi-lagi ketua OSIS yang kerjaannya ongkang-ongkang kaki itu menunjuk Nindi untuk mewakilkannya sebagai pengganti. Hell-o, bahkan Nindi bukan wakil ketua OSIS. Nindi tau, si Huda sang ketua OSIS yang minta banget dibegal dan wakilnya, Dian, pasti sedang asik-asiknya pacaran di belakang sekolah. Ughhh!

“Nin, jadi apa pendapat lo tentang acara Pensi sekolah Pelajar Bangsa yang untuk pertama kalinya bakal ngegabung dua bidang keahlian?”

Jadi, di sekolah Pelajar Bangsa terdapat dua bidang keahlian. Yang pertama adalah bidang keahlian Bisnis dan Manajemen yang mencakup Administrasi Perkantoran, Akuntansi, dan Tata Niaga. Yang kedua bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi yang mencakupTeknik Telekomunikasi, Teknik Komputer dan informatika, dan terakhir Teknik Broadcasting.

Walaupun bernama sekolah sama, namun kedua bidang keahlian tersebut ditempatkan pada dua gedung yang berbeda, juga OSIS berbeda. yang menyatukan hanyalah ruang Sekretariat Pertemuan yang terletak ditengah-tengah dua gedung tersebut.

“Oy, Nin!” Nindi gelagapan. Baru sadar dari bengong lamanya setelah Yudhi, ketua Osis TIK meneriakinya.

Nindi nyengir merasa tidak enak, “Sori, sori. Menurut gue sih...” panjang lebar Nindi memberi pendapat yang dia dan anggota Osis BM lainnya punya. Mau tidak mau, Nindi harus menanggalkan keinginan membunuh Huda dan Dian yang lalai dari tugas.

“Oke,” Yudhi mulai kembali bersuara, “Keputusan telah didapat, guys. Anak TIK yang akan bertugas menggalang dana sesuai target, dan anak BM yang bakal kontak guest star dan DJ-nya serta mempersiapkan stan-stan dagangan. Nanti urusan tata panggung baik Osis TIK atau BM wajib ikut campur semua. Gue rasa cukup buat hari ini. makasih untuk waktunya guys.”

Dengan itu, Nindi bergegas beranjak dari bangku dan berencana ke kantin. Dia butuh jus kiwi untuk menyegarkan otaknya lagi. Tapi baru selangkah, Yudhi sudah memanggilnya.

“Mana si ketos lo itu? padahal dari kemarin gue tunggu buat ngebahas perusahaan yang bakal kita loby tapi dia gak ada nongolin batang hidung sama sekali. Kambing tu anak.”

Huh, Nindi mendengus sebal. “Kayak gak tau dia aja. Dia itu bajingan sejati. Bisa-bisanya ngelimpahin tugas dia ke gue mulu.”
“Ya lo omelin lah dia.”
“Dia aja Cuma minta tolong lewat line bang yud, kalo ketemu langsung juga udah gue bawa ke rumah pak somad tukang bakso, minta dia digiling aja sekalian.”

Yudhi tertawa sambil mencubit gemas pipi Nindi. “Lucu amat lo Nin. Makin di liatin lo makin mirip kucing anggora gue ya, ngegemesin.” Nindi sudah bersiap akan marah ketika Yudhi melanjutkan,  “Jangan buang tenaga lo untuk marah, mending tenaganya dipake buat nyapu. Ini kan jadwal piket lo.” Yudhi sudah terbahak melihat wajah Nindi yang berubah pias. Nindi lupa kalau ini hari selasa! Sial.

$$$$

Nindi panas dingin. Satu lagi yang dia lupa, kalau setiap hari selasa, Nindi akan bertemu Richie lebih lama untuk piket sekre. Karena setiap hari, ada pertemuan atau tidak. Ada acara atau tidak, selalu saja ada anak Osis yang datang untuk sekedar ngumpul. Karena, gabungan Osis TIK dan Osis BM sudah seperti suatu perkumpulan yang asik.

Nindi mengulum senyum sambil memandangi punggung Richie yang sedang menyapu bagian di sebrang Nindi dengan malas-malasan. Richie itu, dari belakang saja tampannya gak nahan. Apalagi dari depan. Nindi perkirakan tinggi Richie sekitar 180 cm. Jelas jauh melampaui tinggi Nindi yang hanya 150 cm. Richie punya jambul yang sama ganteng dengan orangnya. Kulitnya lumayan putih untuk ukuran cowok. Mata Richie pun bagus, bagus untuk membolongi kepala orang. Nindi saja hampir pingsan waktu Richie menatapnya tadi, pada saat dia memberikan usul dan berargumen. Suara Richie berat dan dalam. Enak untuk didengar. Nindi hampir mendesah kecewa saat Richie selesai megutarakan pendapatnya.

“Nindi! Kapan lo selesai nyapunya kalau kerjaan lo Cuma natapin kak Richie kayak begitu?”

Nindi mendelik kesal pada Dyah, teman se-Osis di BM sekaligus teman se-piket. “Ihhh berisik. Kalau bang Richie denger gimana? Suttt diem. Nih gue nyapu.”

Dyah mendelik. “Dasar lemot. Gue udah kelar, lo baru mulai. Udah ah gue ke kantin duluan. Mau nitip gak?”

“Jus kiwi dua gelas.”

Nindi hampir saja tersandung ketika keluar dari sekre mendepati Richie berdiri didepan pintu dengan wajah masam. Seketika Nindi salah tingkah. Beberapa kali dia berdehem sambil meremas-remas ujung seragamnya. “Ada apa... bang Richie?”

Richie menarik napasnya kesal. “Bisa gak sih lo cepet piketnya? Hari ini gue yang kebagian pegang kunci. Bikin nunggu lama aja lo.”

Seketika Nindi berhenti meremas bajunya. Walaupun natap Richie bikin gemetaran, tapi toh Nindi lakukan juga. “Ih kok bang Richie jadi marah-marah? Kalau gak mau lama nunggu, bang Richie bilang aja sama Nindi biar cepet. Punya mulutkan?”

“Lo—“ omelan Richie terpotong oleh Nindi yang tiba-tiba merebut kunci di tangan Richie, mengunci pintu sekre, kemudian mengembalikannya kembali ke tangan Richie, lalu pergi begitu saja.

Di belakang Nindi, Richie menggeram kesal.

Nindi sendiri sedang asik menetralkan jantungnya yang berdebar-debar seiring langkah kakinya yang dibuat sesantai mungkin, padahal yang Nindi ingin lakukan adalah berlari secepatnya.

Note :

Gak tau ini bakal ada yang baca apa nggak #nangis

Bismillah aja deh semoga ada yang baca trus suka. Yosh!

Khal 29/3/2017

Richie dan NindiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang