7. Sedikit tentang Sirin!

247 22 3
                                    

Sirin membuka mata menyambut sinar-sinar matahari pagi yang masuk dari celah-celah gordennya. Sirin begitu senang dengan tadi malam, soalnya dia baru saja memenangkan busana yang dia peragakan.

Sebenarnya gaun itu menang bukan karena Sirin, melainkam gaun tersebut memang indah tidak terbantahkan. Tapi tetap saja Sirin merasa punya andil dalam kemenangan disainer baru debut kemarin.

Dengan perasaan yang ringan, Sirin memasuki kamar mandi. Tidak begitu lama berada di dalamnya karena hari ini lumayan dingin. Ketika Sirin keluar kamar mandi, dia melihat seragamnya digantung dengan perasaan sedih yang begitu tiba-tiba datangnya. Sirin menatapi seragamnya dengan bingung.

Haruskah dia bolos dan beralasan sakit kembali?

Tidak-tidak. Sirin baru teringat siswi bernama Kiran yang kemarin menghampirinya untuk meminta maaf karena dia pikir, dia yang telah membuat Sirin pingsan beberapa hari lalu. Sirin takut jika ia tidak masuk sekarang, siswi itu akan kembali merasa bersalah.

Setelah dapat keputusan untuk bersekolah hari ini, dia cepat-cepat memakai seragamnya. Kemudian memolek dirinya depan cermin. Satu-satunya hal yang membuat dia merasa bimbang untuk bersekolah adalah tidak ada yang menyambutnya di sekolah. Tidak ada yang akan merasa senang ketika ia masuk atau sedih jika ia tidak masuk sekolah. Tidak ada yang menungguinya.

Sirin menghela napas. Tapi Sirin harus sekolah agar Kiran tidak merasa bersalah dan kak Richie tidak khawatir lagi padanya.

**

Ini yang lebih buruk yang ditakutkan oleh Sirin; kerja kelompok.

"Sirin, mana teman kelompokmu?"

Sirin gelagapan. Dia tidak tau harus bilang apa. Tidak mungkin dia berkata bahwa tidak ada yang ingin menjadi kelompoknya. "Saya bisa, bu mengerjakannya sendiri."

"Tidak boleh, Sirin. Yang akan ibu nilai adalah kerjasama dalam kelompok. Ayo cari kelompok kamu."

Mau tidak mau, Sirin memutar kepalanya ke belakang mencari kelompok mana yang kiranya akan menerima Sirin. Sekilas, dari tempat di pojokan kelas Sirin melihat siswi yang melambai ke arahnya. Ketika Sirin menegaskan pandangannya, dia mengenali bahwa itu Kiran, orang yang mengira telah membuat Sirin pingsan.

'Sama kita aja, Rin.'

Itu isyarat mulut yang Sirin tangkap dari Kiran. Sirin mengangguk lalu melengang menuju meja Kiran dan kawanannya.

"Ini ya, Rin. Lo kerjain bagian ini. Sisanya udah dibagi-bagi buat gue sama yang lainnya."

Sirin tersenyum kemudian mengangguk setelah Kiran menyelesaikan ucapannya. Sehabis itu, mereka diam mengerjakan tugas masing-masing.

Sebenarnya, Sirin sedikit tidak enak karena Sirin dapat merasakan kecanggungan yang melingkupi kelompoknya setelah Sirin masuk. Semuanya begitu kaku mengerjakan tugas mereka kecuali Kiran. Seakan mereka tidak nyaman akan kehadiran Sirin. Lagi-lagi Sirin dirundung kesedihan.

Setelah bel istirahat terdengar dan tugas mereka telah dikumpulkan, Sirin kembali ke mejanya. Dia membereskan mejanya yang begitu berantakan karena habis ini, Sirin berencana pergi ke kantin untuk membeli jus kiwi. Jus kiwi dari Nindi tempo hari enak. Sirin suka sekali. Sejak saat itu, jus kiwi menjadi minuman kesukaan Sirin.

Diam-diam, Sirin sedikit tergiur dengan tawaran Nindi waktu itu untuk menemuinya agar bisa pergi ke kantin sama-sama. Tapi sejak hari itu, Sirin sama sekali tidak pernah lagi melihat Nindi meskipun kelas mereka bersebrangan. Nindi pasti sibuk karena Sirin tau, waktu pelantikan OSIS baru, Nindi adalah salah satunya.

Apalagi kata kak Richie sebentar lagi akan ada kegiatan bakti sosial yang membuat mereka sering rapat. Setelah pensi berlalu kemarin hari, mereka masih harus sibuk dengan kegiatan baksos.

Sirin mengeluarkan dompetnya mengambil beberapa lembar uang untuk diselipkan di sakunya lalu menaruh lagi dompet lucunya ke dalam tas.

"Rin, mau ke kantin ya?"

Sirin menoleh ke arah suara Kiran di belakangnya. "Iya."

"Bareng gue yuk. Gue mau beli soto nih, cacing-cacing di perut gue udah gendang-gendang."

Sirin tersenyum menanggapi Kiran. Sebenarnya, Sirin sedang meneliti ekspresi Kiran. Tapi sepertinya tidak ada maksud-maksud tertentu seperti teman-teman SMPnya dahulu yang mendekatinya hanya agar terciprat popularitas dan mendongkrak followers mereka.

"Ayuk." Kiran menarik tangan Sirin dan mereka beriringan menuju kantin. Hati Sirin menghangat. Ini pertama kalinya dia ke kantin dengan seseorang semenjak menjejakkan kakinya di Sekolah Pelajar Bangsa sebagai anak SMK.

Hola!!!

Ku terharu sama beberapa yang komentar :') terima kasih banyak yaaaaaaaa.

*picture credit from pinterest

Khal,
23 April 2018

Richie dan NindiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang