8. Hampir saja lupa!

607 55 36
                                    

Tidak ada PR. Besok juga tidak ada ulangan. Jadi, bagi pelajar yang hanya belajar ketika ada PR dan ulangan saja seperti Nindi, malam ini adalah malam yang sangat bebas.

Tidak ada drama korea baru yang bisa Nindi konsumsi. Nindipun menelusuri branda instagramnya hingga dia bosan.

Tangannya memencet kotak pencari username kemudian memencet pencarian paliang atas,
RichardAd
Dalam akun Richie, postingan terakhir masih seperti yang kemarin Nindi liat; bola sepak dan handuk kecil. Lalu jari Nindi menscroll ke bawah. Melihat foto-foto Richie yang lebih lawas. Beberapa terlihat bersama Sirin. Beberapa foto dirinya sendiri yang sedang memodeli sepatu sport atau beberapa barang lainnya. Foto-foto Richie bersama tim sepak bola sekolah. Foto-foto kota yang diambil dari atap gedung. Kemudian foto Richie dengan Putri.

Princessa Putri Raja adalah pacar seorang Richard Adiwira.

Nindi menahan napas. Beberapa waktu ini, hampir saja Nindi melupakan fakta bahwa Richie telah memiliki kekasih hati yang sangat cantik dan tanpa cela.

Nindi pernah membuka instagram Putri sekali. Hanya sekali dan Nindi tidak mau lagi. Dia merasa kecil hati dan iri. Mana ada manusia sesempurna itu. Richie dan Putri seperti berdiri di atas khayangan, sulit di gapai. Putri bersekolah di SMA Tunas Bangsa dan juga seumuran dengan Richie. Dia juga model sama seperti Sirin. Malah beberapa kali Nindi melihatnya dalam sebuah iklan TV.

Tiba-tiba suasana di kamarnya mendadak melow. Nindi termenung menatap langit-langit kamar memikirkan nasib cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Baru juga hatinya berbunga-bunga karena Richie telah menyelamatkannya dan mengantarnya pulang, tapi bunga-bunga tersebut terpaksa Nindi cabut sampai keakarnya.

Dia menepuk jidatnya berkali-kali sambil menendang-nendang seprainya sendiri. Nindi tidak akan melupakan lagi keberadaan Putri sebagai pacar Richie.

$$$

"Oke, berarti sepakat ya Nindi yang bakal bikin proposal baksos, Gue Yudhi Richie sama Rama yang survei tempat, sisanya kalo proposal udah disetujuin sama Bu Mae dan Kepsek, kalian nyebar kumpulin dana dari anak-anak selama waktu yang udah kita sepakatin. Dian dan Dyah yang akan nyimpen dananya. Thank you buat waktunya, guys. Wasalamualaikum warrahmatullah."

Nindi takjub ketika Huda mengakhiri rapat ini. Beginilah sosok Huda yang Nindi kagumi. Tapi kalau sudah kena virus pacaran, hilanglah tanggung jawabnya. Hilanglah rasa kagum Nindi. Yang ada hanya rasa ingin nonjok hingga bonyok.

Beberapa sudah mulai membereskan barang mereka dari meja rapat dan berhambur keluar ruangan.

"Nin," Yudhi menepuk pundak Nindi meminta perhatiannya. "Kalau butuh bantuan, telpon gue aja ya."

Nindi tersenyum. Yudhi selalu bisa diandalkan seperti abang Nindi sendiri. Dia selalu menawarkan bantuan yang sekiranya Nindi butuhkan. Yudhi juga selalu baik padanya sejak pertama kali dia masuk OSIS.

"Makasih bang Yud. Nanti Nindi telepon kalau Nindi bingung."

Yudhi mengangguk mengiyakan kemudian ikut berhambur keluar untuk kembali ke kelasnya.

Menyisakan Nindi di sekre sendirian dengan laptopnya yang menyala. Dia sudah pernah bikin proposal. Jadi Nindi yakin pasti bisa mengerjakannya.

$$$

Nindi melirik jam di tangannya kemudian mendesah lelah. Ini sudah jam setengah lima sore. Bel pulang juga sudah berdering satu setengah jam lalu. Semuanya pasti sudah pulang dan menikmati kasur mereka di rumah. Nindi menatap laptopnya sedih. Kapan sih selesainya.

"Belum selesai?"

Nindi menoleh terkejut ke arah datangnya Richie.

"Belum." Jawab Nindi yang dibuat sebiasa mungkin sementara yang ingin dia tunjukkan adalah nada putus asa karena Nindi sudah lelah. "Bang Richie kebagian megang kunci lagi ya? duluan aja. Nindi takut bakal lama. Nanti kuncinya Nindi yang bawa."

Tanpa basa-basi, Richie berbalik pergi. Menyisakan kepahitan yang Nindi telan sendiri. Kami bukan apapun, hati Nindi menjelaskan penjelasan yang sudah dia pahami.

Setelah beberapa jam menyusun proposal untuk bakti sosial, akhirnya Nindi bisa merenggangkan badan bersiap pulang. Nindi menutup tasnya lalu berdiri.

Bersamaan dengan itu, dia lihat Richie dengan iPod dan jusnya sedang duduk di kursi paling ujung.

Sejurus kemudian, Richie menoleh melihat kebingungan Nindi dengan wajah non ekspresinya, seperti biasa.

"Aku kira bang Richie udah pulang."

"Dan ngebiarin lo sendirian di sekolah, trus ngunci diri sendiri lagi?"

Nindi tertegun, bukan karena kesarkasan Richie, tapi karena rasa bingung yang mendominasi di antara rasa senangnya.

Apakah ini artinya Richie peduli padanya? Tidak mungkin. Bang Richie kan punya pacar.

"Udah selesai kan? Kenapa malah bengong?"

"Uh? Hm..." Nindi sedikit kelimpungan dengan rasa bingungnya. Bingung mengapa akhir-akhir ini waktu seakan selalu membawa Richie kedekatnya.

Dia belum terbiasa dengan Richie yang berbicara kepadanya karena selama ini dia selalu hanya melihat dari kejauhan. Jadi ketika berada sedekat ini, rasanya tidak tau apa yang harus dia lakukan. Terlebih, apa yang dia rasakan.

Nindi berjalan keluar sekre mengikuti Richie tidak jauh di belakangnya. Sesampainya di gerbang, Richie memintanya untuk menunggu sementara dia mengambil mobil do parkiran. Tapi sebelum Richie sempat pergi barang selangkah, Nindi menghentikannya untuk meminta agar Richie tidak usah merepoti diri mengantarnya karena Nindi bisa memesan grab bike untuk pulang, seperti biasa.

Richie bersikeras kalau dia tidak repot sama sekali. Nindi lebih keras kepala kalau dia bisa order grab dan pulang sama abangnya. Nindi jelas untuk malam ini lebih milih abang grab daripada Richie. Selain bisa ngobrol sama abangnya, tidak seperti di dalam mobil Richie yang sunyi senyap bahkan untuk menyalakan radio aja Nindi dapat plototan Richie, Nindi juga bisa menjaga-jaga hatinya.

Maklum Nindi masih dalam mode galau mengingat Richie udah punya pacar. Bahkan untuk sekedar berpikir merebut Richie dari pacarnya pun dia tidak berani. Iyalah, Nindi masih tau diri kalau dia bahkan tidak ada seujung upilnya Putri.

"Heh bolot, denger gue gak sih?"

Otomatis pikiran-pikiran di kepala Nindi pecah berkeping-keping, seperti hatinya ketika mengingat pacar Richie yang cantik jelita seperti barbie baru keluar dari kotaknya. Eh, tapikan barbie gak punya otak, ya.

"Kak," Nindi akhirnya bersuara dan dia yakin argumennya kali ini akan menang. "Nindi beneran lagi capek. Dari mulut gang kecil itu, Nindi masih harus jalan lumayan jauh. Makanya Nindi naik grab aja biar Nindi gak usah jalan lagi."

Dengan itu, Nindi menekan tombol Book warna hijau sebelum kemudia mendapat driver bernama Giranto.

Selama sibuk dengan ponselnya, Nindi tidak sama sekali mendengar suara Richie, tapi dia masih bisa melihat sepatu Richie di depannya. Ketika Nindi mengangkat wajah, matanya bertemu mata Richie yang menatapinya. Tanpa ada angin apapun, badan Nindi terasa menggigil menyadari raut tidak suka di wajah Richie. Alisnya berkerut dan matanya memicing tajam.

Ooh that eyes. I can't even help my self.

"Kak, awas kelilipan."

Ponsel Nindi berbunyi, panggilan dari abang grab menginformasikan bahwa dia sudah sampai. Mata Nindi menangkap abang grab di sudut gerbang sana.

"Bang Richie makasih ya nungguin Nindi dan nawarin anter Nindi. Nindi pulang dulu."

Tanpa menunggu Nindi pergi, Richie berbalik ke arah parkiran.

----

Hollaaaaaaa!!!!!

Ku mau ber-a/n ria ahh kayak penulis2 pro yang readersnya ribuannnn. (No one care tho 😂)

Jadi................ . . . .

YANG DI MULMED ITU BABANG RICHIE KESAYANGAN AKOH YAAAA. KALAU ADA YANG NDAK SETUJU JUGA NDAK APAA HEHHE.

*picture credit from his own page

Khal,
23 Mei 2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Richie dan NindiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang