"Fella tadi hampir saja tertabrak, Bu. Untung saja ada Bapak Bapak yang menyadari kalau Fella di tengah jalan. Lebih tepatnya kami sih. Bapak bapak itu langsung lari dan menggendong Fella paksa. Saya juga refleks langsung lari ke pinggir jalan. Fella sempat nangis kejer tadi. Cuma untung saja tidak kenapa napa. Dia hanya shock saja." Lapor Kirana membuat Rania langsung menatap tajam Kirana.
"Kok bisa? Kamu tidak mengawasi mainnya anak anak? Saya tidak suka kalau kamu sampai teledor begitu, Kirana!" Tegur Rania yang mengira itu terjadi karena kelalaian Kirana sebagai pengasuh anak anak. Keadaan rumah yang kacau sudah cukup untuk membuat kepala Rania terasa akan pecah. Dan mendengar kabar kalau Fella hampir saja tertabrak membuat Rania makin pusing rasanya.
Tapi Kirana menggeleng karena memang bukan salahnya mengenai mobil itu. "Tidak Buk. Bukan karena saya teledor. Itu masih di jalanan komplek rumah kita. Tepat di depan mini market dekat pos satpam depan, Buk. Saya berjalan di depan dengan banyak kantung belanja. Dan Fella mengekor di belakang saya. Saya ingat betul kalau mobil itu masih sangat jauh dan jalannya pelan. Tapi saat kami di tengah jalan, mobil itu tiba tiba saja mempercepat lajunya dan hampir membuat kami celaka."
Rania menghela napasnya kesal. "Lalu sekarang Fella di mana?" Tanyanya ketus. Walau bukan salah Kirana, tapi ia rasanya butuh pelampiasan untuk melepaskan amarahnya yang tertahan.
"Sudah tidur, Buk. Di kamarnya. Fika juga tidur siang."
Tapi Rania sadar kalau ini bukan sepenuhnya salah Kirana. Ia mengambil napas dalam dalam. Berusaha meredam kembali amarahnya yang sempat muncul ke permukaan. "Maaf kalau ketus. Lain kali jangan ajak Fella kalau pergi berdua saja. Saya mau ke kamar dulu. Tolong lanjutkan ini." Kirana langsung saja mengiyakan dan Rania tanpa basa basi langsung beranjak ke kamarnya.
Kirana hanya mengendikkan bahunya dan melanjutkan pekerjaan Rania sebelumnya, menata sayuran yang baru dibelinya saat insiden itu di kulkas.
Beberapa menit kemudian ia telah menyelesaikan pekerjaannya dan meletakkan semua sisa sisa belanjaan ke dalam tempat sampah. Setelahnya ia beranjak untuk pergi ke taman belakang rumah majikannya itu untuk menikmati harinya.
Tapi belum sampai taman, Kirana mengernyitkan dahinya mendapati Fella tengah berdiri di depan pintu kamar orangtuanya dengan bahu bergetar. Bukannya Fella seharusnya masih tidur siang? Batinnya bertanya tanya.
Dengan langkah lebar Kira menghampiri gadis kecil itu. Tapi belum dua langkah ia berjalan, suara teriakan yang terdengar nyaring dari dalam sana membuat Kira menghentikan langkahnya.
'Kamu memang gila, Fahri!'
'Diam kau sialan!'
'Jangan bertingkah selayaknya bajingan Fahri! Dia juga putrimu!'
'Yang menyebabkan ibuku harus meregang nyawa karena menyelamatkannya dari kejadian sialan itu?! Begitu Rania!'
'Itu bukan salah Fella, Fahri! Semua itu memang sudah jalannya. Kau tidak bisa menyalahkan Fella begitu saja.'
'Kamu tidak akan mengerti, Rania!'
'Apa! Apa yang kamu mengerti tapi aku tidak, Ha?! Apa Mas!'
'Ini- ini tidak seperti, arghhh! Sialan! Persetan dengan semua ini!'
'Mas! Jangan masuk ke kamar mandi untuk menghindari semua ini, Mas! Mas Fahri! Mas!'
Teriakan teriakan yang didengar Kira dari dalam sana bukanlah hal yang sewajarnya bisa didengar oleh anak sekecil Fella. Dan mendapati anak asuhnya tengah mendengarkan pertengkaran orang tuanya terlebih lagi membahas tentangnya membuat Kira prihatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins (END)
Short StoryFella hanyalah seorang gadis kecil berusia 6 tahun. Dengan Fika sebagai saudari kembarnya. Fella sayang Fika? Itu pasti. Fella bahkan rela dipukul supaya Fika tidak terkena hukuman. Tapi apa Fika sayang Fella? Bagi Fika, Fella tak lebih dari tameng...