Bukan The Twins - Halo Semua

1.8K 69 1
                                    

"Sini, anaknya titipin Mama aja!" ujar seorang wanita paruh baya yang seketika membuatku menggeleng.

Tidak spontan memang, karena ku masih bisa menahan supaya tidak memberikan penolakan yang terlalu keras kepada wanita itu.

Dan ya, wajahnya seketika berubah menjadi sendu ketika mendapati penolakan dariku. Membuat sisi diriku merasa diremas ketika mendapati ibuku menampilkan ekspresi sedihnya.

Ya. Wanita paruh baya itu Ibuku. Orang yang melahirkan aku, sayangnya tidak mengurus aku sejak kecil.

Terkadang memang masih memberikan uang hasil kerja kerasnya dengan Papaku untuk aku. Tapi ya, terkadang. Kan sudah aku bilang kalau ia terkadang memberikan aku uang.

"Nggak papa, dong Kak. Mama di rumah sepi banget nggak ada orang. Bosen cuma sama Papa aja. Kan lumayan juga bisa bantu meringankan beban kamu biar nggak terlalu susah ketika harus ninggalin anak buat kerja," bujuk Mama yang masih saja berusaha membuatku menyetujui keinginannya untuk meninggalkan anak pertamaku ini di rumah.

"Nggak papa, Ma. Kakak bisa kok bagi waktu. Lagian juga kerja di tempat yang fleksibel dan bergantian dengan Mas Giel juga kok. Aman! Kalau begitu, Kakak pulang dulu, ya!" ujarku berusaha menyudahi drama ini dan meraih tangan keriput wanita paruh baya dan juga pria paruh baya di sebelahnya.

Mencium hikmat punggung tangan keduanya, sebelum akhirnya meminta anakku untuk melambaikan tangan kepada mereka.

Mengucapkan sampai jumpa kepada Kakek dan Neneknya untuk beberapa bulan kedepan.

Dan ketika di mobil, aku hanya terdiam, dengan putraku yang sudah tertidur pulas di car seat miliknya. Sama sekali tidak terganggu dengan bisingnya jalanan di sekitar.

Suasana mobil hanya hening, dengan suara radio yang menemani suamiku menyetir. Hingga akhirnya Mas Giel buka suara, tentang hal yang tidak pernah aku dengar darinya sebelumnya.

"Nggak papa kok kalau Gio ditaruh di Mama sama Papa dulu. Cuma beberapa saat aja. Kan ini kebetulan lagi menjelang akhir bulan juga. Daripada nanti kamu kerepotan harus bagi waktu," ujar Mas Giel dengan begitu santainya. Hingga membuatku spontan saja melayangkan tatapan penuh ketidaksukaan kepada pria yang menjabat sebagai suamiku ini.

"Tidak apa apa. Aku masih bisa," ujarku singkat, dan sama sekali tidak berusaha untuk menyembunyikan nada penuh ketidaksukaan ini.

Dan sepertinya Mas Giel bisa memahami kalau topik ini tidak menyenangkan untuk dibahas. Hingga pria itu akhirnya menggumamkan maaf dan kembali diam hingga suasana mobil kembali hening.

Aku tidak akan mendengarkan saran dari siapapun atau berbagai bujuk rayu yang sudah Mama utarakan sejak lama.

Hal semacam itu tentu saja tidak mempan. Kami tinggal di kota yang berbeda. Dan aku tentu tidak ingin anakku harus tinggal berjauhan dengan diriku.

Tidak seperti dia.

Dulu, katanya juga, keputusan Mama untuk menitipkan aku kepada Nenek adalah bentuk dari paksaan Nenek yang tidak mau Mama disulitkan olehku yang masih 2 tahun itu ketika ia harus bekerja.

Dan ya, sedikit paksaan dan drama tentunya.

Nenek sempat memberikan ancaman untuk Mama dan Papa kalau tidak mau membiarkan aku tinggal dengan beliau.

Nenek bilang, ia tidak akan mau dikunjungi apabila memang kedua orangtuaku itu masih kekeh dengan pendirian mereka untuk tetap membawaku pergi ke lain kota dan menemani mereka bekerja.

Bahkan Nenek sempat menyumpahi mereka berdua dan berkata bahwa beliau sama sekali tidak akan mau untuk dikunjungi ketika beliau meninggal nanti.

Dan, ya. Itu akhirnya disetujui setelah perdebatan sengit.

The Twins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang