E P I L O G U E

6.9K 374 26
                                    

"Bagaimana keadaan putri saya, Dokter?" Tanya Fahri begitu melihat dokter yang menangani Fella seusai operasinya kemarin keluar dari ruang ICU tempat Fella dirawat.

Dan ya. Sesuai anjuran dokter, yakni sebelum keadaan Fella stabil maka ia belum bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa. Karena dokter masih harus memantau dengan ketat perkembangan yang terjadi di tubuhnya.

Belum Lagi apa bius yang didapat Fella sejak operasi masih menunjukkan reaksinya. Fella belum sadarkan diri sejak berhasilnya operasi transplantasi ginjal kurang lebih 18 jam yang lalu.

"Untuk keadaan Fella sendiri sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya, meskipun belum bisa dikatakan stabil. Apa lagi Fella masih belum sadarkan diri semenjak operasi berakhir. Mungkin butuh beberapa waktu untuk Fella bisa kembali membuka matanya." Walau bisa dibilang tidak terlalu jelas tapi Fahri bisa menangkap dengan baik maksud perkataan dokter itu.

"Baik Dok. Terima kasih kalau begitu." Ujar Fahri yang membuat dokter itu mengangguk dengan senyum kecil tersungging di bibirnya. Sebelum ia pamit untuk kembali ke ruangan pribadinya.

Fahri hanya bisa menatap Fella yang dipenuhi kabel-kabel penunjang kehidupan dari luar kaca besar yang ada di ruang ICU. Iya belum bisa masuk dengan leluasa ke dalam dan menemani Fella karena kondisi putrinya yang masih belum bisa dikatakan stabil. Belum lagi ruang ICU Rumah Sakit tempat Fella di rawat -atau mungkin sebagian besar- menerapkan jam kunjungan tertentu untuk salah seorang kerabat pasien.

"Cepatlah sembuh, Fella. Mama dan adik adikmu sedang menunggu kakaknya." Ucapan sendu dari Fahri itu membuatnya menggelengkan kepalanya. Berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Seorang wanita berpakaian perawat mendekati Fahri yang tengah menempelkan kepalanya di kaca besar itu. "Maaf Pak. Waktu kunjungan sudah habis. Bapak bisa kembali lagi nanti sore." Ujarnya yang membuat atensi Fahri teralihkan dari Fella. Ia menatap perawat wakita itu dan melirik jam di handphonenya sekilas.

12:15. Memang sudah waktunya jam kunjungan habis. Maka dari itu ia menghela napasnya berat untuk meninggalkan Fella. Tapi setelahnya, Fahri melangkahkan kakinya menjauhi ruang ICU tempat Fella dirawat.

=====

"Mama, kenapa Fika tidak pernah lihat Fella?" Tanya Fika pada sang Mama yang tengah menatap kosong ke arah taman belakang. Tapi Rania tetap diam tidak merespon dalam lamunannya.

"Ma?" Panggil Fika sekali lagi. Tapi tetap saja. Rania masih belum bisa memfokuskan pikirannya untuk Fika yang kini berada di sisinya. Pikirannya masih terus menerus terpaku pada Fella.

Bagaimana keadaannya, apa donornya cocok, bagaimana reaksi tubuhnya. Semua pertanyaan itu terus membayangi hari hari Rania selama kurang lebih 2 minggu ini.

Bahkan, suaminya, Fahri belum juga memberi kabar lebih lanjut setelah mengabarkan operasi berhasil satu minggu yang lalu. Membuat Rania hanya bisa menerka nerka tentang keadaan Fella sebenarnya.

Tapi Fika yang diacuhkan pun tidak langsung menyerah. Ia menggenggam tangan besar sang Mama dengan tangan mungilnya. " Mama!" Serunya pelan yang untungnya saja kali ini berhasil membuyarkan lamunan Rania.

Karena kalau sampai sang Mama lagi lagi tidak mengindahkan panggilannya, Fika berencana untuk berteriak kencang di depan sang Mama untuk mendapat perhatiannya.

"Eh? Apa sayang?" Tanyanya kaget begitu mendapati Fika, putrinya yang lain menatapnya dengan wajah cemberut namun binar matanya menyatakan kekhawatiran atas kebiasaan baru sang Mama. Melamun.

Masih dengan bibir mengerucut sebal, Fika menjawab pertanyaan Rania. "Fika panggil panggil Mama dari tadi. Tapi Mama diam saja!" Protesnya yang membuat Rania merasa bersalah.

The Twins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang