Guntur Penyedap Rasa

19 0 0
                                    


Pagi ini dosen tercantik difakultasku ada kelas, ah tugas-tugasnya belum juga aku kerjakan. Tapi kencantikaannya itu membuatku segan, anggun nan dewasa, ah idolaku memang. Setiap gerak sikunya yang semula kantuk menjadi melotot matanya, setiap lentik jarinya kaum adam melongo dibuatnya, matanya bak elang mengitari calon mangsa, lenggak-lenggoknya diiringi parfum yang membuat kelakian muntap keubun-ubun, kharismanya, ah segalanya. Sekalipun suaminya menimangnya tak henti, sekalipun turun mesin sudah dua kali dilakukan. Pikiran macam apa ini? Sudah mulai gilakah aku?

"kamu ini niat sedikitpun menghargai tugas yang aku berikan tak ada?" ah tanpa salam pagi tanpa tanyakan kabar pula.

"hehehe, itupun sudah aku kerjakan dengan sepenuh hati lho bu, kan merangkum?" tak gatal juga sebenarnya kepalaku ini.

"siapa suruh merangkum?" bentaknya.

"kan untuk memudahkan aku mengerti sekalian menguasai materi bu" alasanku mengharap reda pula guntur itu.

"sekalipun kamu menguasai setidaknya kan menghargai, mengumpulkan sesuai deadline, tulisan ceker ayam pula" guntur itu tak sedikitpun reda.

"hehehe, maaf bu, itu nulis sudah dengan setulus hati serta harapan lho bu" candaku

"setulus hati darimana?" lega aku redup juga gunturnya.

Tapi anehnya sekalipun guntur sepuluh kali lipat dari bom Hiroshima masih saja aku dimabuk kepayang oleh keanggunannya. Oh idaman. Dan interview dilakukan dengan damai.

HUJAN DEPAN FAKULTASWhere stories live. Discover now