3. Hari Pertama Perkemahan Besar (pt. 2)

23 5 3
                                    

"Jadi, kalian harus mengikuti rute yang sudah Kakak beri ke ketua sangga kalian masing-masing. Jangan keluar rute. Dalam satu sangga tidak boleh berpencar. Di setiap posko yang kalian datangi, akan memberi pertanyaan pengetahuan umum. Kalian per sangga hanya boleh membawa dua senter, jika ingin membawa lilin, boleh, dan jumlahnya bebas," jelas Kak Erik di depan sana dengan menggunakan toa.

"Apakah sudah jelas? Ada yang ingin ditanyakan?" Hanya sepi yang menjawab pertanyaan Kak Erik, "Kakak kira tidak ada, kalian boleh langsung bersiap-siap untuk jelajah. Setelah siap, kalian boleh langsung mulai jelajah, karena sekarang kakak-kakak semua sudah stay di posko."

Aku dan teman-teman segera ke tenda untuk mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa, tak lupa kami semua berdoa agar kegiatan jelajah malam kali inidapat berjalan dengan lancar.

"Semuanya pakai jaket dan jangan lupa bawa jas hujan kalian, untuk jaga-jaga," ucap Tia selaku ketua mengingatkan.

"Fina lo udah siapin air mineral, kan?" Fina mengangguk.

"Kalian yang lain jangan lupa pakai sepatu, jangan pakai sendal karena kita bakal jalan selama tiga jam. Nanti jangan ada yang mencar, kita jalannya susun dua baris."

Setelah pengarahan singkat oleh Tia, kami semua segera memulai jelajah, mencuri start dari sangga lain. Malam ini langit sangat mendukung, bintang bertaburan dengan cantik di atas sana terlebih hawa dingin yang rasanya sangat menusuk tulang. Namun aku suka di sini, apalagi jika aku ke sini untuk bersantai dengan selimut tebalku dan tumpukan novelku, ah... membayangkannya saja terasa sangat sempurna.

Kami terus berjalan sesuai rute yang kami dapat dan akhirnya sampai ke posko pertama, seperti yang sudah di beritahu tadi, di setiap posko, kami mendapatkan pertanyaan umum. Untungnya otakku dan teman-temanku lumayan encer dalam setiap pertanyaan para panitia tersebut, jika pun kami tidak tahu jawabannya maka kami akan mengarang merangkai kata sebebas kami, hingga hanya dijawab dengan gelengan lalu diloloskan begitu saja. Hahaha. Yang pending cepat.

Setelah selain posko, kami sampai di posko delapan, di sini beda dengan posko lain yang tidak memakan waktu lama hingga banyak sangga yang meantre.

"Kita lewati aja, yuk, posko yang ini. Banyak banget nih antreannya," ujarku malas. Aku dikacangi. "Ayo lah, kita kan udah dapat tujuh posko, jadi udah bisa balik ke tenda."

"Ssttt...," bisik Sasya. "Ini posko penting, tau gak!"

Aku hanya mendesah lelah. "Kalau gitu, gue duluan ke tenda, ya?"

"Gak boleh, Ki. Kita gak boleh misah. Kecuali emang yang lain setuju kita sekarang ke tenda aja."

"Enggak, gue sih maunya tetap lanjut di posko ini," sahut Sasya.

"Dua," Dina menyahut.

"Tiga." Ami.

"Empat." Fina.

"Lima." Dan seterusnya. Sepertinya mereka sedang belajar menghitung. Ok.

Setelah menunggu lima belas menit kini giliran kami. Benar saja, pasti ini yang ditunggu-tunggu temanku. Dunia! Sampai kapan dunia teman-temanku mengarah ke manusia itu?

Kamu disuruh berbaris setelah itu Tia selaku ketua sangga melakukan laporan seperti posko-posko sebelumnya.

"Ini nih yang kata kamu poskonya penting?" bisikku, ke Sasya dengan mengejek.

"Ssst... diem, bego! Lu cari mati?"

Langsung kutegapkan tubuhku ketika salah satu panitia bersuara, "Itu yang di belakang, pakai jaket pink. Jangan kira kami gak lihat lo ngomong, ya!"

"Sini maju," panggil Kak Juna.

Siapa nih yang disuruh maju? Ambigu banget. Bukan aku, kan, ya? Astaga jantung gue lompat tali.

Aku mengedarkan pandanganku, dan Kak Juna dan teman-temannya menatapku seakan menunggu. Seketika mataku terbelalak. "Saya, Kak?"

"Iya, kamu. Kamu, kan, yang ngobrol tadi?"

Ya Tuhan, bantu Kinan...

Dengan kaki gemetar dan kepala menunduk, aku maju. Aku benci situasi seperti ini! Aku malu.

Hening beberapa saat, aku tidak tahu mereka sedang apa karena aku sedang menunduk dan tak ada niatan untuk mengangkat kepalaku, mungkin sedang berdiskusi ingin memberi hukuman apa untukku. Lalu lelaki itu bersuara dengan nada memerintahnya, "cari kontak line wakil ketua pelaksana acara Bulan Bahasa angkatan ini."

"Kumpul ke saya, besok saat jelajah siang. Jadi sangga kalian juga memiliki tugas untuk menemukan posko saya besok," lanjutnya. "Mengerti, Kinan?" Aku terkejut karena Kak Juna mengetahui namaku, dari mana dia tahu? Padahal aku berusaha selalu bersembunyi dari keramaian agar mereka tidak melihatku. Tapi, dari mana ia tahu namaku?!

"Mengerti, Kinan?" tegurnya lagi, mungkin karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dariku. Aku hanya mengangguk menjawabnya.

"Saya sedang tidak berbicara dengan tembok, kan? Kamu bisa menjawabnya dengan suara, kan?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada menyindir.

"I... iya, Kak, Saya mengerti," ujarku tergagap.

"Jika sedang berbicara, tatap lawan bicaramu, Kinan. Biar saya bisa lihat kamu." Dengan nada suara yang, yang bagaimana, ya? Yang pasti membuatku malu!

Lamat-lamat kuangat daguku lalu mengulangi kalimatku tadi, "Iya, Kak, saya mengerti." Lalu dapat kulihat ia tersenyum tipis, membuatku semakin ketar-ketir.

"Bagus, kembali ke barisan."

Okay, itu tadi tidak memalukan, Kinan. Tidak mengapa. Biasa saja. Biasa saja. Biasa saja. Oh jantung!

•••

"Gue rasa, Kak Juna suka sama lo deh, Ki." Aku baru saja masuk ke tenda setelah menggosok gigi, Sasya langsung menyodorkanku dengan kalimat konyolnya itu.

"Ngaco kamu, Sya. Tidur gih sana, kamu capek."

"Ih, gue serius, Ki. Terus juga, Dari mana dia tahu nama lo coba kalau dia gak suka sama lo? Secara lo itu manusia ter-ansos se-SMA kita. Pasti dia secret admirer lo deh! Ihhh kok sweet banget sih," cerocos Sasya panjang lebar.

"Jangan ngaco deh, Sya! Pasti dia tahu dari teriakan kamu minggu lalu itu deh!"

"Gak mungkin, lah, Ki. Kemarin waktu gue teriak aja dia cuek gitu."

"Iya juga sih." Aku kembali memutar otak untuk membantah, namun nihil. "Tahu, ah! Aku mau tidur aja! Capek, besok bangun pagi aku mau langsung nyari tugas yang dikasih Kak Juna aja."

"Kamu juga cepetan tidur, Sya. Biar ngomongnya gak ngaco lagi." Sasya menjawabnya dengan sungutan kecil.

Tidur, Kinan. Besok akan menjadi hari yang lebih melelahkan.

•••

3 Hari Penuh MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang