"Sya, aku salah," ucapku dengan nada yang entah seperti apa aku mendeskripsikannya.
"Gak papa, tapi nanti lo harus minta maaf sama dia, ya."
"Sya, dia marah. Gimana minta maafnya? Dia kelihatan kesel banget sama aku." Diriku sekarang dipenuhi oleh rasa bersalah dan bingung.
Sasya diam, aku menatapnya yang terlihat sedang berpikir.
"Nanti, lah, itu bisa dipikirin nanti. Lo harus kompres kaki lo dulu."
"Bentar lagi juga sembuh, kok, Sya. Biasanya juga gak pernah diginiin."
"Lo yakin bisa ikut jelajah siang nanti? Yang ada di jalan lo lima kali keseleo, lagi. Kita jalannya jauh."
Aku berpikir sebentar, kalau aku ikut mungkin nanti bisa bertemu dengan Kak Juna dan aku bisa minta maaf dengannya nanti. Lagian kakiku sebentar lagi juga pasti sembuh.
"Gue ikut!" ucapku dengan suara yang sedikit memekik, aku jadi heran sendiri mengapa terdengar sangat bersemangat.
"Santai aja, neng. Udah dengerin tuh kata Kak Juna, lo jangan gerak dulu. Gue mau masak dulu."
•••
"Lo yakin mau ikut jelajah, Ki?"
"Yakin."
"Kaki lo gak sakit lagi?"
"Jelajah sambil lari juga aku bisa, Sya," candaku, jelas aku hanya bercanda. Gila saja jika aku harus mengelilingi kawasan perkemahan yang luasnya berhektare-hektare ini dengan berlari.
"Setelah ini kalian langsung jalan mengikuti rute sangga masing-masing. Aturannya sama seperti jelajah malam kemarin. Panitia kesehatan akan selalu berkeliling, jika ada yang sakit harap tunggu di pinggir jalan bersama sangganya. Sekali lagi, di sini kita bisa melihat solidaritas antara satu sama yang lain. Mengerti?"
"Kalian bisa jalan sekarang."
Aku dan teman-teman siap mengikuti jelajah siang ini, siang ini matahari sangat terik. Kami berjalan dari lapangan masuk ke bagian dalam kawasan perkemahan yaitu perkebunan kelapa sawit, tadi di pertengahan kebun kami sudah singgah di posko pertama. Namun semakin lama kami berjalan, kami semakin masuk ke hutan. "Rutenya bener, kan, Tia?" tanyaku.
"Bener, kok, nanti di depan ada belokan ke jembatan. Nah di dekat jembatan nanti ada posko kedua kita."
Aku mengangguk paham. Jalan yang kami tapaki sebenarnya lumayan lebar, hingga motor panitia kesehatan terus berlalu-lalang mengawasi kami. Awalnya aku kira jelajah kali ini akan masuk ke hutan yang bener-bener hutan gitu, ternyata tidak. Hutan yang kami masuki hanya berupa pepohonan rindang dengan tanah setapak yang tidak terlalu kecil. Ya untung, deh, gak perlu ribet cari jalan atau takut tersesat jadinya. Dan yang pasti tidak perlu takut bertemu hewan buas. FYI aku takut sekali jika bertemu ular.
Tidak terasa sudah lima posko yang kami datangi, sisa dua. Di setiap posko siang ini entah mengapa pertanyaannyq aneh-aneh semua, tidak seperti malam tadi yang lebih ke wawasan. Bahkan tadi kami disuruh melanjutkan lagu dangdut, dan Sasya dengan semangatnya melanjutkan lirik yang entah dari mana dia ketahui, bahkan nyanyiannya diselipi sedikit goyangan di pinggulnya membuatku memandangnya dengan ngeri.
Ngomong-ngomong, sampai sekarang kami belum jua menemukan posko Kak Juna. Memang tidak wajib, sih. Tapi lelaki itu berkata, dia ingin, kan? Lagi pula aku juga ingin meminta maaf, walaupun aku sendiri masih bingung bagaimana aku meminta maaf nanti.
Hingga kami tiba di posko terakhir, aku terus berdoa dalam hati agar posko ini merupakan posko Kak Juna. Ternyata juga bukan...
Alhasil aku kembali ke tenda tanpa hasil, tanpa bertemu dengannya, padahal alasanku ikut jelajah siang ini untuk meminta maaf.
Sudahlah tidak usah dipikirkan...
Aku menselonjorkan kakiku di tenda, syukurlah tadi tidak keseleo lagi, entah bagaimana bentuknya engkelku ini jika aku terjatuh keseleo sehari dua kali. Sekarang sakitnya sudah hilang, sudah kembali seperti biasa padahal beberapa menit setelah di kompres, daerah mata kakiku menunjukan gejala bengkak. Untungnya sekarang sudah tidak.
Sekarang sudah jam lima, malas sekali rasanya jika harus berjalan ke WC untuk menggosok gigi dan cuci muka. Untungnya tepat setelah jelajah tadi aku menyempatkan diri untuk salat ashar dulu, karena aku tau aku pasti akan malas jika ditunda-tunda, seperti sekarang ini.
Namun aku kembali teringat, siapa tahu Kak Juna sedang jaga keamanan di WC wanita, dan aku akan bertemu dengannya! Segera kuambil peralatan mandiku dan baju ganti, lalu keluar tenda dan berniat ingin mencari Sasya terlebih dahulu.
"Sya, mau bareng aku, gak?" tanyaku pada Sasya yang sedang berbicara dengan Tia.
"Lo mandi?" Aku mengangguk.
"Duluan aja, deh. Gue masih ada yang diomongin sama Tia." Aku mengangguk lagi seraya memulai langkahku menjauh.
Tepat seperti yang duga, di sini ramai sekali. Banyak yang mengantre WC dengan lampu dan air bernyala. Jika aku ikut mengantre, entah mungkin selesai magrib baru aku bisa masuk ke WC tersebut. Dengan penuh tekad aku berjalan ke ruangan terang tanpa air di paling ujung, lalu memulai mengganti baju. Aku pikir aku akan menggosok gigi dan mencuci muka nanti sekalian ambil wudhu di musholla, jadi tidak antre dan airnya bersih. Cerdas.
Aku keluar setelah memastikan semua barang-barangku telah masuk ke tas, dengan kepala yang masih celingukan aku berjalan pelan mencari sosok itu yang sampai sekarang tidak terlihat. Di mana, ya, dia?
Biasanya dia selalu ada di hadapanku tanpa harus dicari, sekarang ia seakan ditelan bumi. Susah sekali mencarinya.
Dengan tertunduk lesu aku masuk ke tenda lalu meletakkan tasku. Ingin rasanya mencari di vila, namun aku malu jika harus mencarinya duluan tanpa alasan yang jelas seperti ini. Ingin minta maaf? Aku juga tidak yakit kata-kata maaf itu akan dengan mudah terlontar dari mulutku jika sudah berhadapan dengannya.
Aku kembali keluar dari tenda, dan menatap ke sekeliling memastikan sekali lagi. Kakiku gatal rasnya ingin mendatangi vila di ujung sana dan memastikannya. Dengan sedikit keraguan yang tersirat aku memasang kembali sepatuku dan memulai langkahku.
"Mau ke mana, Ki?" tanya Sasya di belakangku.
"Mau keliling-keliling sebentar, Sya. Lihat-lihat, cari angin."
"WOW! Tumben ya, seorang Kinan."
Aku hanya menjawabnya dengan tertawa renyah.
Aku mempercepat langkahku ketika samar-samar melihat lelaki dengan kaus putih berdiri di bawah pohon tempatku dan Kak Juna kemarin berbicara. Dan di sana Kak Juna sedang berbicara dengan seorang perempuan yang entah siapa, aku tidak lihat, karena perempuan itu membelakangiku. Sesaat kemudian Kak Juna tertawa, dia terlihat bahagia-bahagia saja. tidak terlihat sedang marah.
Apa akunya doang yang kege-eran ya?
Tatapanku sulit teralihkan darinya, rasa senang melihatnya tertawa, berbaur dengan rasa aneh yang tak kusadari kapan hadirnya. Sesaat kemudian, mata kami saling bertubrukan selama beberapa detik sebelum aku dengan tergesa-gesa membalikkan badan dan setengah berlari ke tenda. Astaga... sudah dua kali dalam hari ini aku bertindak layaknya seorang maling yang sedang kepergok hanya karena ketahuan sedang memandanginya saja. Aku malu! Harusnya tadi aku senyum saja ke dia lalu dengan anggun berbalik agar tidak kelihatan konyol seperti ini.
Astaga...
Tapi, siapa ya, perempuan yang bersamanya tadi?
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Hari Penuh Memori
Teen FictionKinan si Gadis Manis Pemalu. Kinan bisa dibilang manusia anti sosial, dia memiliki kepercayaan diri yang nol besar, dia lebih memilih bersembunyi di dalam kelas saat istirahat maupun acara-acara yang sedang dirayakan sekolah. Aku mulai mengenalnya s...