Pukul 04.00 am. Masih pagi sekali, bukan?
Aku sengaja bangun lebih cepat dari yang lain, agar waktuku lebih banyak untuk mencari tugas yang diberi Kak Juna. Segera aku mengambil alat mandi lalu berjalan ke kamar mandi khusus wanita bersama senter kecil di tanganku. Enaknya bangun lebih pagi begini, gak bakal ngantre sama yang lain. Sebenarnya aku gak mandi juga sih, soalnya air di sini keruh sekali. Makanya aku membawa air galon sangga kami di botol aqua-ku. WC di sini juga kondisinya mengkhawatirkan, memang ada delapan WC di sini, namun yang memiliki lampu hanya tiga dan yang airnya nyala hanya dua, sisanya hanya ruangan gelap tanpa fungsi.
Kurapatkan lagi jaket pink-ku saat hawa dingin semakin terasa. Aku mempercepat langkahku, masih sepi sekali, tidak ada orang di sini. Aku memilih WC paling depan yang lampunya nyala pun airnya juga.
Aku bingung hendak menggantungkan di mana tas kecilku karena tidak ada paku atau pengait baju, sebelum aku melihat saklar berdebu, warna hitam, dan menonjol, yang memungkinkanku untuk menggantung tas. Niat hati memang ingin menggantung tas di saklar tersebut, namun yang ada tanganku sendiri tanpa sengaja menyenggol saklar dan...
"AAAAAAAA...."
Aku panik. Tanganku terus meraba dinding mencari letak saklar tadi, namun tidak ketemu. Aku semakin panik, mulutku tidak henti-hentinya berteriak takut. Setelah melewati detik-detik menakutkan itu, akhirnya aku berhasil menemukan letak saklar. Namun, lampu menyala bersamaan dengan datangnya ketokkan di pintu. Bukan, itu semacam gedoran.
Itu bukan hantu, kan? Apa hantu di sini merasa terganggu karena teriakanku? Aduhhh bagaimana ini?! Ya Tuhan, lindungi hambamu ini... hamba masih ingin melanjutkan hidup, dosaku masih banyak...
"Dek, hei kenapa? Siapa di dalam?" Seketika aku menghela napas lega saat suara itu terdengar, suara manusia... alhamdulillah.
Aku mengenal suara itu, suaranya khas. Suara yang sering sekali terdengar di acara-acara sekolah. Siapa lagi?
"Ss... saya gak papa, Kak. Ta... tadi cuma kaget," balasku, seraya merutuki kegugupanku.
"Kinan?" panggilnya. Aku mengerut bingung, segampang itukah dia mengenaliku?
"Ya?"
"Saya tunggu di luar."
Aku diam. Bingung. Aneh sekali, untuk apa lelaki itu menungguku? Seperti kurang kerjaan saja. Untuk apa juga dia di WC wanita subuh-subuh begini? Jangan-jangan dia mau ngintip?!
Lalu segera aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru WC yang syukurnya tidak ada lobang—kecuali ventilasi yang ada di dinding belakang—atau sesuatu benda yang perlu dikhawatirkan.
Lagi pula, entah mengapa aku yakin orang sepertinya tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu.
Setelah melewati berbagai urusan tetek-bengek wanita, aku dengan rasa enggan beserta banyaknya pertanyaan yang bersarang di kepalaku, keluar dari tempatku bersemedi selama lima belas menit tadi. Sebenarnya aku berharap lelaki itu tidak jadi menungguku karena pasti nanti awkward. Namun sayangnya, harapanku tidak didengar Tuhan kali ini. Lelaki itu sedang bersandar di pohon besar yang rindang. Agak angker sebenarnya mengingat langit masih gelap.
Dengan langkah lebarnya, ia mendekatiku yang terdiam menunggunya dengan perasaan yang aneh.
"Hai."
Hai?
"Ayo, saya antar ke tenda."
"Gak usah, gak papa kok. Saya bisa sendiri," ujarku berusaha menolak.
"Gak papa, daripada kamu sendirian."
Heh? Apa banget, sih, dia?
"Ya sudah."
![](https://img.wattpad.com/cover/101433999-288-k997866.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Hari Penuh Memori
Teen FictionKinan si Gadis Manis Pemalu. Kinan bisa dibilang manusia anti sosial, dia memiliki kepercayaan diri yang nol besar, dia lebih memilih bersembunyi di dalam kelas saat istirahat maupun acara-acara yang sedang dirayakan sekolah. Aku mulai mengenalnya s...