Aku sampai di kelas Caca dan melihat dia sedang berkutat dengan laptopnya. "Hay, Ca" sapaku saat aku duduk di sebelahnya.
Dia menoleh padaku lalu mendengus. "Ganggu aja. Ngapain kesini? Mau minjem duit?" tanyanya kurang ajar. Memangnya aku sebegitu benalunya. Padahal selama ini siapa yang sering minta beliin kuota? Dia.
Aku balik mendengus sebal, "Dia ke kelasku. Nyebelin banget gak sih?!" gerutuku.
"What? Ngapain? Kelas belom mulai, kan? Terus ngapain dia ke kelas kamu? Ngajak balikan? Terus kamu terima gak? " pertanyaan Caca semakin tidak nyambung. Aku menoyor kepalanya pelan. Agar dia kembali sadar. Dia mencibir pelan.
Aku terkekeh, "Kamu ini ngaco. Aku belum jawab udah nanya yang aneh-aneh lagi"
Dia menatapku serius, "Terus dia ngapain ke kelasmu diluar jam kuliah?" laptopnya di anggurin deh tuh. Dasar anak salfok.
"Yaa tadi ada kejadian tidak mengenakkan. Sampai sekarang bibirku masih kaku." jawabku sambil memijit pelan bibirku.
Caca memperhatikan bibirku, "Jangan bilang kalian......" mulutnya menganga lebar. Dan ia langsung menutupnya dengan salah satu telapak tangannya dilengkapi ekspresi kagetnya.
"Jangan nethink deh." seruku mengingatkannya agar dia tidak berfikir yang macam-macam.
Dia kembali membuka mulut yang tadi di tutup telapak tangannya, "Terus kenapa sih? Ada apa sebenarnya"
Aku menggeleng, "Mokonya bukan macem-macem deh seperti yang kamu fikirkan itu. Bukan. Panjang ceritanya. Nanti selesai kelas, aku ceritakan. Sekalian aku kenalkan kamu dengan seseorang" aku bangkit dari duduk.
"Bye" aku melangkah keluar kelas tanpa menunggu balasannya. Pasti Caca sangat penasaran. Hahaha. Aku suka membuat dia penasaran.
***
Kuliah telah usai. Dan semua mahasiswa keluar dari kelas. Sinar matahari masih terik. Tetapi aku masih melihat Muza duduk di kursinya. Apa maksudnya? Biasanya dosen keluar lebih dulu daripada mahasiswanya. Aku masih membereskan buku-bukuku. Tanpa sadar, dia mendekatiku.
"Maaf jika aku pernah menyakiti hatimu. Tapi jujur, itu bukan tujuanku. Ada alasan lain yang membuatku melakukannya. Tolong hargai itu. Dan hormati keputusanku. Janganlah kamu bersikap seperti ini. Ini membuatku hampir gila" aku masih membelakanginya. Aku memanggul tasku dan menoleh padanya. Aku menatapnya datar.
Mulutku kaku. Nafasku tercekat. Dadaku sesak. Ini semua terjadi saat kutatap dalam matanya. Apa ini yang dinamakan kebencian atau cinta yang terlalu dalam?
Dia juga menatapku dalam. Untungnya, hanya ada aku dan dia didalam kelas. "Terserah kamu mau ucapkan kata apapun. Tapi tolong, jangan seperti ini. Jangan menjauhiku" dia mencoba meraih lengan tanganku namun aku menjauhi tubuhnya dengan melangkah mundur satu persatu.
"Tidak usah pergi. Aku sudah cukup berjalan mundur" kataku saat jarak kami lumayan jauh. Dia memandangku dengan mata sayunya. Ada perasaan tertekan yang kubaca dari matanya.
Dia masih diam di tempatnya. Dan aku mulai lelah menjauhinya seperti ini. Mengapa dia harus mendekat disaat dia ingin aku menjauh? "Aku pergi" setelah pamit, aku benar-benar melangkah keluar kelas. Kedua kalinya aku meninggalkannya hari ini. Sedangkan dia. Dia pernah meninggalkanku tanpa alasan yang jelas. Tapi sekarang? Disaat dia ingin datang kembali —atau memang dia sengaja membuatku tidak mengusirnya dari hatiku—, apakah aku harus mempercayainya kembali?
Ganjil. Suasana di taman berubah menjadi ramai. Aku melangkah dengan cepat ke pusat keramaian itu. Dan kulihat Rai duduk disana. Dikerubungi oleh para mahasiswi yang gencar menanyakan hal-hal yang tidak penting. Aku tiba di hadapannya. Membuat Rai berdiri. Mereka? Hanya memandangku sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Need Rai (Noblesse)/ HIATUS
FanfictionCadis Etrama di Raizel merupakan tokoh fiktif utama komik Noblesse di Webtoon. Yaaa, awalnya memang begitu. Cadia Etrama di Raizel hanya tokoh fiktif. Namun berubah saat Cadis Etrama Di Raizel benar-benar ada di hadapanku. Hal ini bermula saat...