Thirty Four

2.4K 66 7
                                    

"Lo gila aja nyamperin dia," ucapnya yang melihat lawan bicara dihadapannya sekarang begitu uring-uringan.

"ini kesempatan gue, kapan lagi coba?" satu langkah kaki kirinya keluar menuruni mobil, "pokoknya abis ini lo keluar dari mobil gue, mungkin aja dia mau gue anterin pulang" katanya skali lagi sebelum mantap keluar dari mobil memperingati.

"Lo yakin gitu?"

"nggak sepenuhnya, tapi ini terakhir sebelum gue lepasin dia"

Ditutupnya pintu mobil, kembali perlahan sesekali melihat ke dalam mobil yang masih mengisikan sosok sepupunya itu. Dalam pikirannya penuh keraguan menyelimuti hati yang seakan bicara -ini akan jadi hal terakhir hidup lo liat cewek itu-.

Entah dari mana keberanian itu datang, selama setahun penuh pikirannya mulai ingin beralih tapi takpernah sampai benar-benar melupakannya. Satu kesalahan yang fatal hingga penyesalan yang ternyata menyakitkan harus melihat gadis itu-- diseberang jalan sana dengan awan gelap mulai menutupi matahari kian bersinar seolah memberi tanda, bahwa dia sudah menjadi milik orang lain.

Seminggu yang lalu, pikirannya kembali ketika tidak sengaja bertemu lelaki itu. Semua cerita tentangnya bahkan kisah tragis dirinya sudah diketahui dari seorang sumber terpercaya. Tidak menyangka bahkan ketika mendengar semua itu, hanya gadis itu yang seakan sedang dibodohi oleh orang yang kini selalu didekatnya.

"mas, awas! Ini masih lampu hijau!" teriak seorang lelaki dekil dilengkapi topi kucelnya.

Beberapa meter memang untuk dapat sedikit menghampiri gadis itu, sebelum yang terlihat sebuah mobil tepat berhenti dihadapannya dan kini menyisakan bayangan keterlambatan. Dia sudah pergi, bahkan sebelum ucapan skali lagi rasa maafnya yang dulu juga salam pertemanan yang baru.. Tapi mungkin rasa lebih ingin dari sekedar pertemanan itu terasa lebih besar dibanding hanya menjadi temannya.

"mas awas!" triaknya skali lagi.

Shit! Suara itu mengganggu. Berbalik seakan ingin memaki lelaki tidak berpendidikan itu, nyatanya hanya sebuah bayangan belaka. Ketika laju motor berlaju kencang menabrak sebagian tubuh sampai terpengkal jauh ke jarak beberapa meter, sampai yang terasa suatu benda keras membentur bagian kening.

"Niel! Woy bangun lo!" suara terakhir yang terdengar menutup semua bayangan berakhir gelap dengan rintikan tetesan air-- mungkin awan hitam itu sudah menjatuhkan isinya memperangkap matahari dibagian terselubung dibaliknya, sebagai tanda tadi.

Suara ambulance terdengar nyaring dengan deruan suara sirine polisi juga. Dijalan yang sama sebuah kecelakaan terjadi dalam bentuk yang berbeda. Kemacetan padat sesak ditengah hujan deras ini kini sudah 2ambulance menuju rumah sakit yang samapula, semua suster yang standby didepan pintu rumah sakit siap membawa pasiennya keruang UGD. Terlihat penuh luka parah dan darah memenuhi sekujur tubuh satu pasien pertama yang terkena tabrakan motor, sedangkan satu pasien yang satunya tidak terlihat banyak luka hanya sedikit memar saja tapi wajahnya pucat seakan meregang nyawa. Dan keduanya ditempatkan diruang yang berbeda dengan dokter juga yang berbeda, tepat di satu pasiennya lagi sudah terpasang beberapa alat yang dimasuki keruang operasi wajahnya tidak terlalu terlihat karena ditutupi tubuh para suster.

"Danies gimana sama Daniel sekarang?!" seruan gadis yang berlari dari meja resepsionis kepada lelaki yang nyatanya menemani kejadian tabrakan itu tadi- Danies.

"gue nggak tau, semuanya terlalu cepet bel. Dokter lagi nanganin Daniel di UGD" jawabnya yang kini keduanya salin duduk bersampingan dengan cemas.

"siapa yang ngelakuin ini Nies?"

"yang gue liat Daniel ditabrak motor, disitu gue nggak fokus sama orangnya yang pasti pembawa motor itu kabur gitu aja"

"ini nggak adil! Lo telpon polisi dong Nies, gue nggak mau Daniel kenapanapa hiks" gadis itu mulai terisak perlahan karena kecemasannya.

Tears of regretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang