TUJUH

409 28 13
                                    

“Kau boleh saja menang Tiarna. Kami akan membiarkanmu keluar dari perkemahan ini. Tapi, kami tetap akan menyerang Harfland! Kau akan tiba di kehancuran saat bulan purnama nanti! Tiga hari lagi! Akan kupastikan itu!” ujar Jendral Appa pada Tiarna. Sang Jendral marah besar karena prajurit terkuat miliknya berhasil dilumpuhkan oleh Jiiro. Jiiro tidak membunuh prajurit itu, dia hanya mematahkan kedua kakinya.

“Terima kasih atas peringatannya. Tetapi apakah kau yakin pohon kehidupan itu akan menjadi milik kerajaanmu dalam waktu sesingkat itu?” jawab Tiarna sambil melangkah pergi.

“Tentu saja. Rudolf, bunuh mereka” wajah sang Jendral dihiasi senyum licik.

“Rudolf?” ujar Tiarna dengan mengangkat alisnya. “Apa maksudmu memerintah Rudolf seperti itu?”

“Aku bukan di pihakmu, Pak Tua” ujar Rudolf sembari mengeluarkan pedangnya.

Arvin menyadari apa yang akan dilakukan Rudolf melakukan hal yang sama. “Ingat siapa yang mengajarimu menggunakan pedang?” Arvin berkata dengan suara yang bergetar karena menahan marah. Berani sekali anak ini berkhianat pada Tiarna.

Dengan nada bicara yang tenang Tiarna berkata, “Sudahlah, apa yang kalian lakukan? Jangan berkelahi di depanku”

Rudolf sudah kehabisan kesabaran. Dia sudah bosan menjadi bawahan Arvin selama 25 tahun. Dia sudah bosan selalu menjadi nomer dua. Disaat Rudolf sudah sangat muak dengan posisinya di Harfland, seorang utusan dari Darkblood mendatanginya. Utusan itu menawarkan emas dan kehormatan yang lebih besar dari apa yang didapatnya di Harfland. Tanpa pikir panjang Rudolf mengiyakan ajakan tersebut. Dia tidak sempat berpikir tentang kerugian besar yang akan diterimanya. Dia kira menjadi agen ganda adalah hal yang mudah, dia pikir dia tahu segala sesuatu tentang Tiarna dan Harfland. Kenyataannya, pengetahuan yang ia miliki hanya sebesar sebutir jagung. Oh tentu saja itu tak akan cukup untuk memuaskan Sang Raja.

“Diam kau! Sudah cukup aku menjadi anak buahmu! Dan kau Pak Tua! Berhenti sok hebat! Kau hanyalah pecundang yang…”

“Jaga ucapanmu atau kau akan menanggung akibatnya!” seru Arvin. Arvin berniat menyerang Rudolf, namun dengan sigap Jiiro menahannya. “Rudolf! Kau tentu tidak bersungguh-sungguh dengan ucapanmu, kan?” kata Jiiro sambil menahan Arvin yang memberontak.

“Begitu menurutmu? Aku serius dengan perkataanku! Dan lagi, aku sudah tahu dimana kalian menyembunyikan pohon kehidupan itu. Mudah bagiku untuk mengambilnya dan menyerahkannya pada Raja-ku” ujar Rudolf dengan keangkuhan ditiap katanya.

Kali ini, baik Jiiro maupun Avin sudah tidak bisa menahan amarah mereka. Mereka menyerang Rudolf dengan tangan kosong. Arvin mendorong Rudolf sampai jatuh ke tanah, Jiiro sibuk memukuli wajah Rudolf.

KRAK! Terdengar bunyi patah yang cukup keras. “Arghh!! Hidungku!!” hidung Rudolf mengeluarkan banyak darah. “Apa yang kalian lihat?! Bantu …” Rudolf dihajar lagi oleh Jiiro.

Sebelum pertarungan bertambah panas, Tiarna menarik tangan Arvin. Dan Jiiro Setelahnya tidak ada yang tahu dimana mereka. Jangankan Rudolf, Arvin saja tidak tahu tentang kemampuan menghilang yang dimiliki Tiarna. Memang sempat ada gosip mengenai hal itu, tapi tidak pernah ada yang mengatakannya lagi sampai saat ini.

Seluruh pasukan yang menyaksikan menghilangnya Tiarna berteriak marah. Mereka menganggap hal yang baru dilakukan Tiarna adalah tindakan seorang pengecut. Rudolf yang sudah gembira karena akan membunuh Tiarna, berlari sekuat tenaga menuju Harfland. Rudolf ingin memastikan apakah mereka ada di Harfland atau tidak. Jika ada, dia akan membunuh mereka berdua. Jika tidak ada, dia akan berpura-pura kalau mereka sudah terbunuh di perkemahan pasukan Darkblood.

“Apa yang terjadi? Dimana Tiarna? Dan yang lain?” tanya penjaga di gerbang masuk Harfland. Jadi mereka tidak ada di Harfland, pikir Rudolf. Rudolf mengirim pesan rahasia dengan alat komunikasi khusus kerajaan Darkblood kepada Jendral Appa.

The Closure Gate (DISCONTINUE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang