2

3K 436 10
                                        

Kalian tahu? Tidak baik menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Sama seperti dia, Jeon Wonwoo.

***

Suasana kelas berubah riuh ketika Jihyun kembali dari ruang guru dan mengatakan bahwa hari ini akan diadakan rapat bulanan, jadi otomatis kami tidak akan belajar.

Beberapa teman mulai meninggalkan kelas entah ke mana, mungkin ke kantin atau ke perpustakaan. Sebagiannya lagi berkumpul di satu meja dan membicarakan banyak hal.

Aku memilih tetap pada tempat dudukku, aku suka jam kosong, tentu saja. Tapi aku tidak tahu harus ke mana, aku juga belum terlalu akrab dengan mereka, yah kecuali Jihyun dan sayangnya gadis itu tengah berada di ruang BK, mengurus murid-murid yang melanggar.

Aku lalu menghela napas kemudian berbalik melihat Wonwoo yang sedang memejamkan matanya, aku menggeleng, "jika kau mengantuk ke UKS saja sana."

Laki-laki itu tak bergeming dan aku menggendikkan bahuku, mungkin dia sudah tidur.

"Kenapa kau tidak bergabung dengan mereka?"

Aku berbalik menghadap Wonwoo yang ternyata telah menatapku, dia sudah bangun yah?

"Tidak apa-apa, kau sendiri, kenapa tidak bergabung dengan mereka?" Daguku menunjuk ke arah meja Seungcheol yang dipenuhi murid laki-laki.

Wonwoo menggendikkan bahunya, "tidak apa-apa."

"Dasar tidak kreatif, kerjanya hanya mengopi ucapanku."

"Ha?"

"Tuhkan, itu juga istilahku!"

Wonwoo menyentil dahiku, "sejak kapan kata-kata umum itu jadi milikmu?"

Aku meringis lalu memegang dahiku yang nyeri, tak lama kemudian tubuhku bangkit.

"Kau mau ke mana?"

Aku berbalik menatap Wonwoo lalu menatapnya dengan pandangan bersungut-sungut, "Aku mau ke perpustakaan, kenapa? Kau mau ikut?" Ujarku ketus. Ha, setidaknya Wonwoo tidak akan menyukai rencanaku.

"Kenapa tidak?" Wonwoo bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mendahuluiku.

Aku mendengus. Ternyata perkiraanku meleset, "padahal kupikir dia tidak akan menyukai perpustakaan."

***

Aku kembali dengan sebuah buku di tanganku dan tidak menemukan Wonwoo di tempat terakhir kali kami berpisah, ke mana anak itu?

Tak lama aku melihat siluetnya yang tengah bersandar pada sebuah rak buku di bagian sudut perpustakaan, aku lalu menghampirinya.

Aku menghela napas, kubilang juga apa, dia tidak akan menyukai perpustakaan. Lihat saja, aku baru meninggalkannya beberapa menit tapi dia sudah terlelap di sini.

"Hey, Jeon Wonwoo, bangun!" Aku menendang kakinya, bermaksud untuk membangunkannya.

Mataku berotasi jengah ketika Wonwoo tak kunjung membuka matanya, "kenapa kau tidur di sini, sih?" dan pada akhirnya aku memilih untuk mengeyahkan tubuhku di sampingnya. Ternyata di sini nyaman.

Beberapa menit berlalu dan kami hanya diam, aku sibuk membaca dan Wonwoo sepertinya benar-benar terlarut dalam mimpinya, wajahnya terlihat damai bahkan mungkin ia tak sadar jika sebelah earphone-nya terlepas.

Karena penasaran, aku menarik sebelah earphone yang terlepas itu dengan maksud untuk mendengar lagu apa yang sedang didengarkannya.

"Astaga, telingaku." Aku mendesis ketika alunan rock langsung mengisi gendang telingaku begitu memasang earphone itu.

Kepalaku lantas berbalik menatap Wonwoo yang sepertinya tidak terganggu sama sekali dengan alunan keras melengking khas rock n roll. Kepalaku menggeleng, "bagaiamana dia bisa tidur dengan alunan musik keras seperti itu?"

Lalu tak lama aku kembali membaca, tenggelem dalam baris demi baris dari novel terjemahan yang aku dapatkan dari rak roman.

Plugh.

Aku terdiam ketika lagu Stay With Me milik Sam Smith mengalun di telingaku sesaat setelah sebelah earphone kembali terpasang di telingaku.

Aku berbalik dan melihat Wonwoo sedang mengotak-atik Mp3 miliknya. Oke, sejak kapan dia bangun?

"Aku bangun setelah kau melemparkan earphone milikku."

Dia keturunan cenayan yah? Kenapa dia bisa membaca pikiranku?

Aku mendesis tak terima, "melempar? Aku hanya terkejut dan melepasnya dengan cepat. Lagipula siapa yang tahan mendengarkan lagu rock dengan volume tingggi seperti itu?"

"Ada."

"Siapa?"

"Aku."

Oh, astaga.

Siapa yang bilang jika Wonwoo itu pendiam dan hemat bicara, hah?

Aku tertegun menatapnya,"kukira kau pendiam."

Wonwoo memasukkan Mp3-nya ke dalam saku lalu berbalik menghadapku, "siapa yang bilang?"

"Aku."

Wajah Wonwoo berubah datar dan aku tidak bisa menahan tawaku karenanya.

"Aku serius, kukira kau orang yang pendiam dan hemat bicara."

"Aku tidak hemat bicara, tapi aku hanya berbicara jika perlu."

"Itu namanya hemat bicara, Jeon Wonwoo."

Kali ini wajahku yang berubah datar dan giliran Wonwoo yang tertawa.

"Kenapa kau tertawa?"

"Memangnya tidak boleh?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Karena kau menertawaiku."

"Kau juga tadi menertawaiku."

"Oh, iya."

Dan setelahnya ia malah menyentil dahiku lagi. Astaga, ingatkan aku jika Wonwoo sudah menyentil dahiku dua kali hari ini, aku akan membalasnya nanti!

Tubuh tingginya --yang kurus itu-- lantas berdiri, "jangan lewat orang lain," katanya.

Aku mengangkat kepalaku lalu menatapnya dengan bingung, "huh?"

"Jika kau mau, kau bisa mengenalku secara langsung, jangan lewat orang lain." Lalu setelah mengatakannya, tubuh Wonwoo berbalik dan berjalan meninggalkanku yang masih terpaku, bingung.

"Huh?"

***

[1] Hello | Jeon Wonwoo✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang