Bab 16 - Don't be Scared of Me

3.9K 336 21
                                    

Sudah enam hari ini Gavin tak melihat Aileen. Ia tak melihat Aileen berangkat atau pulang kerja. Ia tak melihat Aileen ketika pergi ke outlet BeY. Pun saat jam makan, ia tak pernah melihat Aileen di restoran.

Dan meski sudah enam hari berlalu sejak ia dan Aileen meninggalkan pondok, Gavin juga tak mendengar tentang kabar keberadaan serigala atau manusia serigala, –atau monster, atau entah apa yang ada di pikiran Aileen tentangnya– di hutan. Gadis itu mungkin tak mau mengingat kembali kejadian mengerikan itu, atau dia sendiri masih tak mau percaya akan apa yang dilihatnya.

Di hari keenam Gavin tak melihat Aileen, ia bertemu dengan Mayang ketika ia baru pulang kerja sore itu. Wanita itu berdiri di depan pintu kamar Aileen, tampak cemas. Apa sesuatu terjadi pada Aileen?

Gavin menghampiri Mayang dan bertanya jika sesuatu terjadi pada Aileen. Jawaban Mayang mengejutkan Gavin, sekaligus membuatnya merasa marah pada dirinya sendiri.

"Nona Aileen tidak pergi ke toko sejak hari Senin. Dia bilang dia tidak enak badan, tapi ini sudah empat hari. Setiap kali saya menghubunginya, dia selalu berkata dia bisa mengurus dirinya sendiri. Dia selalu menolak ketika saya menawarkan untuk datang. Karena khawatir, sore ini saya nekat kemari, tapi Nona Aileen juga tak mau membuka pintunya."

Mayang tampak cemas ketika kembali menatap ke pintu kamar Aileen.

"Apakah sesuatu terjadi padanya? Suaranya terdengar begitu lemah," ucap Mayang. "Apakah Nona tidak mengatakan apa pun pada Pak Gavin?" Mayang menatap Gavin.

Gavin berdehem. "Kami belakangan jarang bertemu karena aku sibuk mengecek persiapan pesta. Tapi nanti aku akan menghubunginya."

Mayang mengangguk. "Saya titip Nona Aileen, Pak Gavin," pinta Mayang. "Dan maaf, karena merepotkan."

Gavin tersenyum kecil untuk menenangkan Mayang.

Wanita itu lantas pamit pergi. Begitu Mayang pergi, Gavin mendesah berat ketika menatap ke pintu kamar Aileen. Jika Mayang saja tidak dibukakan pintu, apalagi Gavin. Hanya ada satu cara agar dia bisa masuk ke kamar gadis itu tanpa meninggalkan bukti pelanggaran.

Dengan tekad kuat, Gavin kembali ke kamarmya. Ia harus menunggu sampai hari gelap untuk melaksanakan rencananya.

Setelah menunggu selama tiga jam dengan tak sabar, akhirnya Gavin keluar ke beranda kamarnya. Ia mengecek ke bawah, memastikan tak ada orang yang melihatnya. Taman juga kosong. Gavin lantas memanjat pagar beranda, dan dengan satu lompatan mudah, ia sudah tiba di beranda Aileen.

Tak perlu lebih dari dua menit, Gavin sudah bisa masuk ke kamar Aileen setelah membobol pintu berandanya. Ia akan memanggil tim keamanan untuk memperbaiki itu besok.

Begitu berdiri di belakang sofa, Gavin menatap sekeliling kamar yang berantakan. Namun, Gavin tak menemukan Aileen di kamar itu. Di sofa atau di meja makan, gadis itu tak kelihatan. Di kamar tidur?

Gavin berjalan ke kamar tidur yang tertutup. Ia mengetuk pintu.

"Siapa?" Aileen terdengar waspada meski suaranya sangat lemah.

"Ini aku, Gavin."

Mengikuti jawaban Gavin, didengarnya suara berisik dari dalam, lalu suara berdebum. Khawatir, Gavin membuka pintu yang tak dikunci dan dilihatnya Aileen tergeletak di lantai kamarnya.

"Astaga, Aileen! Apa yang terjadi?" panik Gavin sembari menghampiri gadis itu.

"Jangan mendekat!" seru Aileen.

Gavin menghentikan langkah hanya dua meter dari Aileen. Hatinya perih ketika melihat Aileen menyeret tubuhnya ke tempat tidur dan kembali naik dengan susah payah. Wajah gadis itu tampak pucat. Apakah dia sakit?

Wolf in Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang