Bab 5 - Walk Your Own Way

5.2K 410 28
                                    

"Tidak satu kata pun, Mayang," Aileen mengingatkan Mayang ketika wanita itu menjemputnya di hotel pagi itu. Sepertinya dia sudah mendengar tentang kekacauan yang disebabkan Aileen tadi pagi.

Mayang hanya bisa mendesah berat, tapi ia lantas mengikuti Aileen tanpa mengatakan apa pun. Saat Aileen berjalan di lobi, dilihatnya Gavin baru keluar dari restoran. Aileen tahu Gavin melihatnya. Namun, ketika mereka berpapasan, tak satu pun dari mereka berhenti. Bahkan tak ada satu anggukan kecil ataupun sapaan ringan selamat pagi.

Apa yang perlu diselamati jika pagi-pagi mereka sudah terlibat dalam kekacauan seperti tadi?

"Apakah Nona bertengkar hebat dengan Pak Gavin?" tanya Mayang hati-hati.

"Tidak juga," tukas Aileen. "Malah, kami sudah berbaikan. Kami sudah membuat kesepakatan."

Mayang mengerutkan kening bingung, tapi tak bertanya lagi. Wanita itu bahkan tak protes ketika Aileen hanya mengenakan kaos longgar lengan panjang dengan panjang selutut, dipadu celana pendek yang bahkan tertutup oleh kaosnya.

"Dan jangan harap pagi ini kau bisa membuatku lari-lari di tangga seperti kemarin," Aileen kembali mengingatkan Mayang.

"Saya tidak mungkin menyuruh Nona melakukan hal seperti itu," sahut Mayang geli.

"Kau membuatku terpaksa melakukannya. Setiap kali aku bertanya tentang ini, kau bilang tidak tahu, yang tahu adalah staf di bawah. Kau tidak tahu, barangnya ada di gudang lantai tiga. Kau tidak tahu, barangnya ada di lantai dua. Jika hari ini kau menjawab tidak tahu, aku akan memecatmu, kau dengar aku?" tegas Aileen.

Mayang tersenyum dan mengangguk, tak sedikit pun takut akan ancaman Aileen barusan.

"Yah, melihat kau sesantai itu bahkan dengan ancaman dipecat, pasti sudah banyak perusahaan yang ingin merekrutmu, kan?" cibir Aileen.

Mayang tertawa pelan. "Tentu saja," ia menjawab enteng.

Aileen meliriknya sebal. Di kota ini, satu-satunya orang yang mungkin akan menjadi teman Aileen adalah Mayang. Setidaknya, hanya dia yang mengikuti Aileen ke mana-mana hingga Aileen tak perlu merasa terlalu kesepian. Jika Mayang berniat pindah ke perusahaan lain, Aileen akan mengacaukan perusahaan itu agar Mayang mau kembali ke BeY. Setidaknya, sampai masa tinggal Aileen di sini habis dan ia harus pindah ke tempat lain lagi. Seperti biasanya.

"Apa Nona sudah sarapan?" tanya Mayang tiba-tiba.

"Kau belum sarapan?" dengus Aileen.

"Sudah, saya hanya bertanya," jawab Mayang kalem.

Alieen memutar mata. Ia melirik wanita yang jelas lebih tua beberapa tahun darinya itu. Namun, sejak awal mereka bertemu, Aileen tak pernah menunjukkan sedikit pun rasa hormat padanya. Meski begitu, Mayang tak protes, pun tak mengeluh. Ia hanya protes jika Aileen muncul dengan pakaian tak pantas di depan para pelanggan. Setidaknya, dengan pakaian yang ada di outlet pasti lebih baik.

Masalahnya, pakaian yang ada di outlet BeY sama sekali bukan style-nya. Ia tak ingin menambah ketidaknyamanan lain dalam hidupnya.

***

Saat jam makan siang, dari ruangannya, Gavin melihat Aileen berjalan dari outlet street ke arah taman, alih-alih ke restoran. Mata Gavin mengikuti lekat sosok mungil yang memasuki area bermain anak-anak itu.

Apa yang dilakukan Aileen di sana?

Gavin tanpa sadar sudah tersenyum ketika melihat Aileen naik ke ayunan. Tepat ketika duduk di atas ayunan, gadis itu seketika tersenyum lebar. Gavin bersandar di jendela kaca dengan mata terus mengawasi Aileen yang berayun dengan sangat tinggi.

Wolf in Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang