Bab 23 - Don't Say You Don't Want Me

4.6K 362 39
                                    

Gavin mengerutkan kening ketika melihat sosok pria tua di pikiran Kai. Ia merasa tak asing dengan pria itu. Gavin tak bisa menangkap percakapan Kai dan pria itu dengan jelas. Pikirannya terlalu mendominasi. Ketika terakhir mereka berubah, kenapa Gavin tak melihat itu?

Ah, karena pikiran teman-temannya yang lain. Namun, kali ini Gavin bisa melihat orang itu. Siapa dia?

Koneksi pikiran mereka terputus karena Kai sudah kembali berubah wujud menjadi manusia. Saat Gavin berbalik, Kai sudah keluar dari pondok.

"Ayo kembali ke rumah sakit. Aku tahu kau merindukan gadismu," Kai menepuk kepala Gavin. "Aku juga merindukan istriku."

Gavin mendengus kasar, lalu masuk ke pondok. Setelah berpakaian lagi, Gavin menyusul Kai yang sudah berjalan lebih dulu meninggalkan hutan.

"Kupikir tadi kau ingin menghajarku dulu," Gavin berkata.

"Yeah, aku memang seharusnya menghajarmu. Tapi, kupikir akan lebih menarik jika Eris yang melakukannya," Kai menjawab santai.

"Menurutmu aku egois?" tanya Gavin. "Memaksa diriku tinggal di sampingnya ketika ia membenciku?"

Kai menghentikan langkah. "Kau melakukan kesalahan yang fatal, Vin. Ini bukan tentang kau yang memaksa tinggal di sisinya. Tapi ... bagaimana bisa kau menyebutkan tentang menikah dengan wanita lain setelah menyatakan perasaanmu padanya?"

"Lalu, kau berharap apa? Aku toh tak bisa menikahinya," Gavin membalas kesal.

"Kau ingat apa yang kau katakan padaku ketika aku meminta Eris hidup bahagia dengan pria lain setelah menciumnya?" Kai mengingatkannya.

Gavin mengerutkan kening. Ya, ia masih ingat. Saat itu, ia juga marah pada kepengecutan Kai.

"Saat ini, kau melakukan hal yang sama," tandas Kai.

"Ini berbeda, Kai," debat Gavin. "Dulu, Eris mencintaimu. Dia menerimamu apa adanya, menerima aku dan yang lain juga. Tapi Aileen ..."

"Gadis itu terluka," Kai memotong. "Bukan karena kau berkeras tinggal di sisinya, tapi karena kau menghakimi perasaannya. Sama seperti yang kulakukan pada Eris dulu. Aku tak pernah mencoba bertanya, tak mau mengerti, hanya menghakimi. Berpikir, itu yang terbaik baginya. Tapi pada akhirnya aku tahu, akulah orang yang paling menyakiti Eris."

Gavin tertegun.

"Kau bilang dia membencimu, tapi dari pikiranmu, aku tak sekali pun mendengar dia mengucapkan kata itu," Kai melanjutkan. "Separah apa sebenarnya kau akan mengatur perasaannya, Vin? Kau bahkan tak pernah mencoba mendengarkannya."

Kata-kata Kai sukses meninju Gavin, tepat di jantungnya.

***

Saat Gavin kembali dengan Kai malam itu, pria itu tampak muram. Apa sesuatu terjadi?

Meski penasaran, Aileen berhasil menahan tanya yang sudah di ujung bibir. Ia diam-diam mendengarkan ketika Eris bertanya pada Kai. Namun, bukannya menjawab, Kai malah mengajak Eris kembali ke hotel.

Hanya tinggal Gavin dan Aileen di ruangan itu setelah Kai dan Eris pergi. Namun, Gavin tak mengatakan apa pun dan hanya duduk di sofa, menunduk dalam. Apa yang sedang dipikirkannya? Apa yang terjadi di hutan tadi? Apa ada pemburu yang melihat mereka?

Aileen mencengkeram erat selimutnya, menahan diri. Namun, ia masih menatap Gavin lekat. Ketika Gavin mengusap wajah dan mengerang lelah, dada Aileen terasa nyeri. Apa ada masalah? Apa yang membuat Gavin tampak seperti itu?

Aileen segera mengalihkan tatap dari Gavin ketika pria itu menatapnya. Tak ingin pria itu bertanya atau mengajaknya bicara, Aileen memejamkan mata, pura-pura tidur. Ia bisa merasakan Gavin melangkah semakin dekat padanya. Jantungnya kembali berdegup kencang.

Wolf in Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang