Disleksia : 1

7.5K 682 108
                                    

"Prilly sayang, ayo buruan sarapan nanti Papa anter sekolah."

Prilly yang baru turun dari kamarnya sudah terlihat siap dengan setelan seragam SMA nya yang baru. Mama Prilly dengan sigap menyiapkan nasi goreng tang tadi ia masak ke piring putri satu-satu nya itu.

"Makasih Ma," kata Prilly dibalas kecupan singkat di keningnya dari sang Mama.

"Oh iya Pa, nanti di sekolah Prilly tetep masuk kelas IPA kan?" tanya Prilly meletakan kembali sendok yang sebelumnya hampir masuk ke mulut.

"Iya kamu tetep di kelas IPA kok," jawab Papa Prilly mengusap sekitar mulutnya dengan tisu setelah selesai sarapan.

"Kamu di sekolah baru nanti belajar nya harus rajin ya sayang," nasihat Mama Prilly.

Prilly mengangguk menanggapi nasihat Mama nya, bukan hal sulit untuknya. Sejak masih SD, Prilly selalu menjadi juara umum di sekolahnya.

"Aku udah selesai. Ayo Pa! nanti kita telat," ajak Prilly menarik tangan Papa nya keluar rumah.

"Pamit dulu dong sayang sama Mama," kata Papa Prilly.

Prilly berbalik mencium pipi Mama nya singkat kembali menarik Papa nya menuju mobil yang sudah siap di halaman rumah mereka.

Jalanan ibu kota berbeda sekali dengan tempat tinggal Prilly dulu, saat masih di Yogyakarta dulu jalanan tidak akan semacet ini saat jam sekolah seperti sekarang.

Prilly menghembuskan nafas kasar, sebetulnya dia tak ingin pindah sekolah ke kota ini. Dia sudah sangat nyaman di kota kelahirannya dulu, meninggalkan sahabat juga kekasih nya disana.

"Kamu mau Papa anter ke dalem apa bisa sendiri aja?" tanya Papa Prilly memarkirkan mobilnya di depan gerbang sekolah.

"Prilly sendiri aja Pa," kata Prilly melonggarkan seatbealt nya, mencium punggung tangan Papa kemudian keluar dari mobil.

Dia menatap keseluruhan bangunan sekolah di hadapannya, bukan sekolah internasional seperti yang ditawarkan Papa nya. Prilly sekolah di SMA swasta, tidak seperti saat di Yogyakarta dulu Prilly sekolah di SMA negeri.

"Emm, Ruang Kepala Sekolah dimana ya?" tanya Prilly pada seorang cowok dengan kacamata minus hitam tebal di hidung mancungnya.

Bukannya menjawab, cowok itu justru terdiam menunduk tak berani bahkan hanya sekedar menatap Prilly. Dia mengacuhkan Prilly dan tetap fokus pada buku gambar di tangannya.

"Eh gue nanya sama lo!" ucap Prilly lagi sambil menepuk bahu si cowok.

"Tanya aja sama orang lain," kata cowok itu pelan.

"Ish gue kan murid baru belum punya kenalan, sini gue liat siapa nama lo."

Prilly berjongkok mengintip nama si cowok yang ada di seragam putih nya yang terlihat rapi.

"Fiazka Ali Airlangga, beuh keren juga," tanggap Prilly kemudian mendudukan dirinya disamping Ali yang beringsut menjauh.

"Dih, gue gak penyakitan kali," kata Prilly kembali menggeser posisi duduknya mendekat ke arah Ali yang terus bergerak menjauh hampir ke ujung lobby sekolah.

Prilly melirik ke arah jam yang ada di tangannya, masih ada 15 menit lagi sebelum bel masuk.

"Lo gambar apaan sih, gue liat dong!" kata Prilly lagi mencoba menarik buku gambar ditangan Ali.

"Gak boleh!" jawab Ali pelan menarik balik bukunya yang Prilly pegang.

"Ish resek banget lo jadi orang, mana cuek lagi," gumam Prilly mencebikan bibirnya.

DisleksiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang