Disleksia : 6

3.1K 498 58
                                    

Bukan mau Reno bertemu Nandi, tadinya dia cuma mau lewat sana. Hanya ingin melihat dari jauh, bagaimana hidup mereka itu sekarang.

Tangan cowok itu masih mengepal, bahkan biar dia sudah di rumah sekarang. Duduk di atap rumah, melihat bintang tengah malam.

Dingin, tapi tidak terlalu Reno rasa. Sebenarnya dia agak menyesal juga, kenapa dia harus penasaran sampai gegabah mau lewat rumah Ali.

Ali, anak itu.

Reno sampai menggertakkan giginya kalau ingat Ali, saking tidak suka nya dia. Asap rokok yang dia hisap mengepul terbawa angin. Dia menunduk, membuang puntung rokoknya yang tinggal sedikit lalu masuk ke rumah.

Cermin kamarnya sudah tak terhitung berapa kali jadi korban tonjok Reno, seperti sekarang. Biar tangannya sudah berdarah, Reno tidak perduli.

Dia cuma mau melampiaskan apa yang dia rasa.

***

"Ayah kok ngelamun?"

Nandi tersenyum pada Ali, "Ayah nggak ngelamun."

"Kalo ngelamun nanti kemasukan setan tau, Yah!" katanya.

Nandi tersenyum kecil, gimana dia tidak kepikiran. Sampai melamun saat makan malam. Tadi itu dia bertemu Reno.

Dia tersenyum simpul, tidak menyangka Reno tampan sekali saat sudah besar. Mirip sekali ternyata. Entah sudah berapa lama dia tidak lihat Reno.

"Ali liat tadi Ayah ketemu sama Kak Reno depan rumah,"

Nandi diam, lalu mendongak melihat Ali. "Ali liat?"

"Iya Yah, Kak Reno ganteng. Gak kaya Ali,"

"Di sekolah juga, Kak Reno itu banyak orang suka, pinter. Kalo kata perempuan di kelas Ali, Kak Reno itu most wanted." Jelas Ali sambil tersenyum.

Nandi tersenyum pahit, dua putranya sekolah di SMA yang sama. Dia tau perlakuan Reno tidak mungkin baik pada Ali, dia juga sudah sering meminta Ali untuk home schooling saja.

Tapi tetap Ali yang keras kepala itu tidak mau, katanya dia ingin bisa lihat Reno setiap hari. Dia mau dekat dengan kakak nya itu.

Ali tau Reno tidak pernah suka ada dekat dengan dia, tapi biar bagaimanapun Ali tetap sayang.

Reno itu kakak nya. Nandi tau, Ali sering kali masih merasa bersalah, sering merasa dia tidak berguna.

Tapi sekalipun tidak pernah Nandi menyesal dengan pilihannya, merawat Ali. Bagaimanapun, apapun kekurangan Ali, dia tetap putra kandung Nandi.

Jujur, rasa bersalah Nandi pada Reno tetap tidak pernah bisa hilang sejak dulu.

***

Ali duduk berdua dengan Prilly, di perpustakaan. Beruntung hari ini ada rapat guru, jadi mereka banyak jam kosong. Tadi, karena bosan dan tidak tau mau apa makanya mereka berdua pergi ke tempat ini.

Ali senang dia kenal Prilly, yang mau mengajari dia dengan sabar. Mengenalkannya dengan telaten pada huruf-huruf yang selama ini sulit dia pelajari.

Jelas aja, di perpustakaan ini mana ada buku abjad. Makanya, Ali bawa sendiri buku yang baru dibeli ayahnya itu ke sekolah. Bisa habis di ledek dia kalo menanyakan buku abjad di sini.

"Ini namanya apa Prill? bentuknya kaya donat. Gue kira ini angka nol, tapi masa disini katanya ini huruf. Apa penulis nya salah cetak ya?" tanya Ali menggebu.

Prilly terkekeh geli melihat raut wajah bingung Ali, berulang kali buku itu Ali amati dari sisi yang berbeda.

"Itu namanya huruf O, bukan angka nol. Kalo angka nol itu bulat nya agak lonjong, tapi kalo huruf O itu yang kaya donat." jelas Prilly menunjukkan perbedaan antara huruf O dan angka nol.

DisleksiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang