Disleksia : 4

3.5K 526 66
                                    

Prilly duduk diam di kamarnya, melamun. Dia sering kepikiran Ali belakangan ini, sejak awal ketemu, hingga sekarang sudah hampir satu bulan dia kenal Ali.

Di kantin - baru pertama kalinya hari itu Prilly pergi ke kantin - . Dia lupa bawa bekal, dan Ali juga tidak mau diajak ke kantin. Dia penasaran, kenapa di sekolah Ali tidak punya teman?

Karena fisik? Ali ganteng. Biar dia pakai kacamata minus hitam, seragam nya tidak dikancing sampai atas, dia juga tidak pakai celana seragam sampai perut. Karena harta? Prilly pernah ke rumah Ali, dia tau Om Nandi itu dokter, dan cukup ternama.

Terus kenapa?

Dia jadi ingat lagi, kamar Ali yang seperti kamar anak SD. Di dindingnya banyak tempelan kertas karton bergambar huruf, seperti yang dulu kalian lihat waktu di TK.

Buku Ali juga banyak tentang cara menulis. Dia ingin tanya, mau tau kenapa Ali tidak sekolah di sekolah luar biasa?

Bukan, bukan maksud Prilly merendahkan atau bagaimana. Tapi Prilly rasa Ali itu butuh lebih dari sekedar sekolah formal, dia normal diajak bicara. Meski kadang susah paham dengan kosa kata baru yang menurut dia rumit, belibet.

Ali juga jago gambar, bukan gambar sawah, gunung, dan jalan desa. Dia jago gambar sketsa, wajah, rumah, atau bangunan lain.

Matematika Ali juga lebih dari bagus, soal sulit seperti trigonometri, aljabar, dan limit bisa dia kerjakan tidak lebih dari 1 menit. Sumpah.

Kekurangan Ali cuma di soal tulis menulis, dia bisa menulis. Cuma memang lamban, harus dikasih tau pelan-pelan.

Dan setelah Prilly pikir, Ali ini betul istimewa. Dia polos, bukan dibuat-buat, polos sungguh seperti anak kecil.

Ali keterbelakangan mental? Tidak.

Orang keterbelakangan mental biasanya ada punya ciri khusus, Ali tidak. Ali seperti remaja biasa lain.

Lemahnya lagi Ali itu tidak bisa menghafal teks, benar-benar susah dalam hal itu.

Oh iya! Berhubung ini hari minggu, Prilly punya rencana main ke rumah Ali yang ternyata tidak jauh dari komplek rumah dia.

Rencana nya sih, mereka itu mau main sepeda berdua keliling taman atau beli es krim. Prilly sudah janji sama Ali hari Jumat kemarin waktu mereka mau pulang.

Dan Ali setuju, karena dia suka es krim dan sepeda.

Prilly keluar rumah setelah pamit tadi, dan bersepeda sampai ke rumah Ali. Lumayan buat dia berkeringat begitu sampai di rumah Ali, dan ternyata di depan rumah  ada Om Nandi.

"Prilly mau ketemu Ali ya? Biar Om panggil ya, lagi mandi tadi dia." kata Om Nandi begitu Prilly sudah duduk di kursi teras rumah.

Tidak lama menunggu, Ali sudah keluar rumah dengan kaos polos dan celana pendek, juga sneakers nya.

Prilly tersenyum melihat Ali, ganteng.

"Ganteng lo ya pake baju gini," kata Prilly sambil berjalan ke arah sepeda nya dan Ali yang sudah ada siap di depan rumah.

"Ya kan di sekolah juga gue pake baju."

"Maksudnya, ganteng pake baju santai."

Ali tertawa sedikit salah tingkah, kemudian lanjut lagi mereka berdua bersepeda ke taman komplek. Untung cuaca hari ini teduh, tidak panas dan tidak ada tanda akan hujan.

"Gue capek li, duduk dulu yuk!" ajak Prilly, dan sekarang mereka duduk berdua di kursi taman dekat pohon besar.

"Kacamata lo miring tuh,"

Cowok itu tersenyum malu kemudian membetulkan letak kacamata nya yang miring kata Prilly tadi.

"Lo gak bisa liat kalo gak pake kacamata?"

"Bisa lah, cuma agak kabur. Ini juga gue pake biar bisa lebih jelas kalo baca, biar huruf nya diem gak gerak bikin susah dibaca." kata Ali membuka tutup botol minumnya yang dia bawa dari rumah.

Prilly mengangguk mengerti, mengambil botol minum Ali kemudian meminumnya.

"Gak modal lo, bawa sendiri kek."

"Biarin."

Dan kemudian hening.

"Li, gue mau nanya deh,"

"Kenapa?"

Prilly tarik nafas dalam, "Kenapa sih anak-anak kelas, bahkan hampir satu sekolah kaya aneh gitu sama lo?"

Ali menatap Prilly, menyimpan dulu botol minumnya yang sudah habis setengah.

"Gak tau, kata Ayah sih gue gak boleh terlalu mikirin itu. Biarin aja suka-suka mereka." katanya.

"Waktu kecil, gue juga gak punya temen. Gue kalo main berdua aja sama Ayah. Lagian, terserah mereka aja mau gimana, gak boleh ngurusin hidup orang, hidup gue juga belom tentu bener." lanjut Ali lagi.

Prilly diam, gak mau bertanya lagi. Kasian Ali, takutnya pertanyaan Prilly justru buat Ali makin sedih, murung.

Masalahnya, Ali itu pinter akting. Maksudnya, Prilly tau Ali pasti sedih, tapi bibir dia tetap melengkung tersenyum. Seakan gak ada perasaan sakit dapat perlakuan begitu.

Jadinya Prilly gemas sendiri kalau gini.

***

Ali mondar mandir dikamar nya.

Dia bingung, dia bingung dia ini sekarang sedih atau senang.

Ali, teringat Prilly. Dia ingat tentang semua yang Prilly buat untuk dia. Juga ingat, tentang murid lain di sekolah yang mungkin nanti jadi enggan dekati Prilly karena dia.

Karena Ali.

Dia juga takut, sedih lebih tepatnya. Sedih tentang bagaimana kalau Prilly tau dia ini pembawa sial? - kata orang begitu -

"Ali, ayo makan dulu!"

Ali menoleh, ada Nandi yang berdiri di ambang pintu.

"Ali belum mau makan, ayah."

"Loh, kenapa?" tanya Nandi sambil masuk menghampiri Ali.

"Perutnya belum kriuk kriuk," kata Ali.

Nandi tersenyum, menyuruh Ali makan kalau nanti dia sudah lapar, kemudian meninggalkan Ali sendiri.

Lalu di kamar, Ali melihat bayangan dia di cermin. Melihat penampilannya yang menurut mungkin bisa buat orang sakit mata.

Kalau boleh jujur, dia tidak suka trend rambut anak sekarang yang berantakan. Dia suka rambut hitam alami yang disisir rapi, sangat rapi.

Kaca mata nya ber frame tebal. Banyak yang bilang sudah tidak zaman, sudah kuno. Tapi apa peduli Ali? Toh, mereka juga cuma ngomong dan bukannya kasih Ali kaca mata baru.

Dia masih berkaca disana, juga sedikit merenung. Kenapa dia ini jadi manusia bisa keterlaluan bodoh?     
- menurut Ali -

Kenapa keponakannya yang masih SD bisa baca tulis jauh lebih lancar dan bagus dari dia?

Dia juga berkaca, melihat disana wajah nya yang terlihat pasrah dan lemah - menurut Ali juga -

Masih berkaca, dia takut diri nya yang banyak kurang ini menyusahkan orang. Dia juga takut, orang yang katanya bakal selalu ada untuk dia sekarang cuma kasih harapan palsu.

Seperti si dia yang dulu itu.

Yang dulu temani dia kemana mau, yang bela dia selalu, yang sayang dia tiap waktu.

Dulu.

#TBC

*****

WELL GUYS, ini part PENDEK sependek badanku 🙈💩

Tapi ya nanti kalo kebanyakan, gumoh kalian yang ada. Hehehehehhehe

Love u guys

DisleksiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang