6 :: MALU

105 76 37
                                    

Jangan buat gue malu dengan tingkah lo yang dapat membunuh gue.

🌥

Denis sudah berada di depan halaman kediaman Jeny. Ia menerima helm yang disodorkan oleh gadis itu dengan tatapan datar. Sebenarnya ia sangat kesal dengan gadis gila itu. Namun bagaimana? Gadis itu mengancamnya dengan mengatakan bila dirinya telah melantarkan gadis itu di pinggir jalan kepada Nyokapnya bila ia tak menerima permintaan gadis itu.

"Makasih dan jangan lupa sama perjanjian kita."

"Hm...." gadis itu masuk ke dalam rumah dengan setengah berlari layaknya anak kecil sambil tersenyum. 

"Assalamu'alaikum, Ma?"

"Wa'alaikumsalam. Kamu pulang bareng Denis kan?" Jeny mengangguk. Saat melihat tidak ada sosok yang ia cari, wanita itu bertanya kepada anaknya yang sedang membuka dasi abu-abunya.

"Denisnya dimana?"

"Ya di rumahnyalah Ma. Jeny ke atas dulu ya Ma?" tanpa menunggu jawaban Mamanya, Jeny langsung pergi ke kamarnya.

Dia merebahkan tubuhnya di kasur. Senang rasanya dapat menjahilin anak satu itu.

"Jeny! Jangan lupa makan!" teriak Mamanya dari bawah.

"Iya Ma." Jeny pun membalas dengan sedikit berteriak.

"Kita lihat besok ya Denis? hihihi...." gadis itu mengganti seragamnya dengan kaos pink polos dan celana ponggol.

Seperti yang Mamanya katakan, ia pun turun dan berjalan menuju dapur. Jeny makan dalam keadaan hening. Jangan ditanya kenapa? Mamanya lagi di halaman belakang, mengurus tanamannya. Dan di rumah hanya ada dirinya dan Mamanya. Papanya lagi kerja, nyari uang.

Setelah makannya selesai, gadis itu pergi ke halaman belakang. Ia menyusul Mamanya.

"Ma?" Jeny ikut jongkok di samping Mamanya yang sedang berkutat dengan tanaman-tanamannya.

"Hheem." jawab wanita itu dengan fokus yang tak teralihkan. Jeny mengambil salah satu polibek dan membantu Mamanya untuk menanam bunga ashoka. Jeny merobek polibek dan memindahkan tanaman tersebut ke dalam pot bunga yang terbuat dari plastik.

Saat tangannya sibuk memadatkan tanah, ia menyampaikan suatu hal yang sebenarnya tadi pagi ingin ia sampaikan kepada Mamanya.

"Ma?! Kenapa aku harus diantar-jemput sama Denis? Kenapa aku nggak bawa mobil sendiri atau kalau enggak aku diantar-jemput sama pengganti mang Deki kalau Mama takut aku kenapa-napa. Kan nggak harus Denis sih Ma?" Harini--Mamanya Jeny membersihkan kedua telapak tangannya dengan cara menepuk-nepuknya.

Ia memiringkan badannya sehingga menghadap putri semata wayangnya itu. "Bukan begitu sayang. Mama nggak mau kenapa-napa. Mama percaya kalau kamu sama Denis kamu aman." Jeny menghela napas. Cukup sudah harapannya. Mamanya terlalu berharap kepada lelaki itu.

"Iya Ma."

"Lagi pula kan kita bisa irit ongkos kamu." Jeny sedikit terhibur dengan candaan garing wanita itu. Ia menyelesaikan pekerjaannya.

Jeny tak pernah habis pikir dengan Mamanya. Padahal dirinya sudah dewasa. Tetapi Harini--Mamanya selalu memandang dirinya sebagai anak kecil yang harus selalu dilindungi. Ia tau sebegitu sayang Mamanya padanya. Namun dia juga tak ingin bersama lelaki itu.

+++

"Udah ya Ma, Jeny pergi dulu."

"Iya. Hati-hati." Jeny mencium tangan Mamanya. Ia keluar dan menghampiri Denis yang sudah di atas motornya.

"Nih." Denis memberikan helm kepada Jeny yang langsung memakainya.

Motor Denis pun meninggalkan perkarangan rumah Jeny. Selama di perjalanan tak ada suara satupun dari mereka.

Sampai tak terasa mereka sudah memasuki area sekolah. Denis memarkirkan motornya. Jeny segera turun dan memberikan helm kepada Denis.

"Oh ya Den, jangan lupa ya sama janji lo?"

"Janji?" Jeny mengangguk. "Janji yang mana ya?" tanya Denis yang pura-pura lupa.

"Lo kagak usah jadi kura-kura dalam perahu deh. Atau mau gue kasih tau Nyokap gue kalau semalam lo ud--"

"--Iya, gue ingat." Potong Denis. Jeny mengangguk dan berjalan meninggalkan Denis yang masih berdiri di samping motornya.

"Baguslah kalau lo ingat." saat berjalan Jeny merasa tangannya digenggam. Ia menoleh ke bawah dan ke samping kanannya. Ia menatap heran pada lelaki yang dengan beraninya menggenggam tangannya tanpa seizinnya.

"Ih... apaan sih pegang-pegang? Lepas nggak?" Jeny berusaha melepaskan genggaman tangan lelaki itu. Namun genggaman lelaki itu sangat kuat sehingga Jeny tidak bisa melepaskan genggaman lelaki itu.

"Gue nggak mau lepas," ucap Denis tak acuh. Sedangkan gadis itu sudah setengah mati malu dan takut karena tatapan ingin membunuh dari fans Denis.

"Den, lepasin! Bisa habis gue sama fans lo." Jeny masih berusaha melepaskan genggaman Denis.

"Persetan dengan mereka. Udah ayok buruan." Denis menarik tangan Jeny. Sehingga membuat langkah Jeny menjadi lebih cepat.

"DENIS YANG GANGET (GANTENG BANGET) DATANG!" teriak Denis saat memasuki kelasnya. Genggaman tangannya yang tak terlepas membuat Jeny malu setengah mati.

Sekarang teman sekelasnya melihat tangan mereka yang saling bertautan. Denis menarik tangan Jeny. Sehingga perempuan itu hanya bisa mengikutinya dengan pasrah.

Denis melepaskam genggamannya saat Jeny sudah duduk di bangkunya. Ia kembali berjalan menghampiri Raja yang pagi-pagi sudah molor di belakang.

"Cie... gimana rasanya di genggam sama The Most Wanted?" tanya Fatmah saat Jeny sudah duduk di bangkunya dengan wajah yang masam dan kusut.

"Rasanya mau mati," ucap Jeny ketus. Ia sangat malu dan marah dengan Denis.

"Masa sih?" goda Venusya mencolek lengan Jeny.

"Udah deh. Nggak usah ngeganggu." Jeny meletakan kepalanya di atas meja dan berusaha melupakan kejadian yang baru saja tercipta oleh lelaki itu.

"Heheh...." Temannya malah nyengir tidak jelas.

"Woy! Pagi-pagi udah molor aja lo. Bangun!" ucap Denis sambil mengguncangkan tubuh lelaki itu. Tapi tetap saja kebo tetaplah kebo. Raja tak bangun dari tidurnya.

Karena merasa kesal dengan sahabatnya itu. Denis pun mendekatkan wajahnya di samping telinga Raja.

"RAJA! PAK HARTO DATANG!" teriaknya.

"Assalamu'alaikum Pak," jawab Raja yang baru setengah sadar dari tidurnya. Seketika semua murid yang berada di dalam kelasnya, kini sedang menertawakan dirinya.

"Ahahahah...."

Raja melihat ke samping kirinya, dan benar saja. Dia yang telah membuat mimpi indahnya hilang.

"DENIS!! LO APAAN SIH BANGUNI GUE?" teriaknya.

"Habis lo kagak bangun-bangun. Kayak mayat. Wahhahah...."

+++

Assalamu'alaikum ukhti.

Gimana dengan kelanjutan ceritanya? Kurang greget ya. Maaf kalau tidak terlalu panjang.

Jangan lupa berikan vote dan komen serta kritiknya ya.

Jeny Her StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang