Assalamu'alaikum ukhti. Semoga semuanya dalam keadaan sehat ya.
Terima kasih atas waktunya untuk membaca cerita saya. Bahkan memberikan vote dan komen yang berguna.
Have fun to reading.
+++
Senyum lo mengalahkan manisan termanis di dunia. Sangat manis.
🌥
"Assalamualaikum." kedua manusia yang berlainan jenis itu masuk ke dalam rumah yang tergolong mewah.
"Waalaikumsalam." Mereka berdua berjalan menuju ruang tamu yang terdapat dua wanita muda.
"Ih... Makin cantik aja anak lo, Ni." Nabila bangkit dari duduknya untuk sekedar memeluk hangat Jeny. Gadis itu hanya diam saat dipeluk dan tersenyum kecil. Sedangkan Denis merasa Mamanya berlebihan sekali memuji sosok gadis yang ia peluk. Meski tak ia pungkiri Jeny itu sedikit, sedikit ya, sedikit cantiklah. Nggak banyak.
"Kalian udah makan?" Jeny duduk di samping Mamanya dan mengangguk. Denis permisi untuk mengganti seragam sekolahnya. Ia pergi ke kamar dan menguncinya dari dalam.
Ia jadi bertanya-tanya apa yang menyebabkan gadis itu marah padanya saat di sekolah. Apa benar dia cemburu? Ah mana mungkin. Denis masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri yang rasanya sudah sangat lengket.
Di lantai bawah, tepatnya di ruang tamu terdapat tiga kaum hawa yang asyik mengobrol. Sebenarnya gadis muda itu tidak terlalu paham akan pembahasan dua wanita itu. Sesekali ia hanya tersenyum, mengangguk atau pun menggeleng sebagai respon bila diperlukan.
Ia berharap Mamanya segera selesai namun sepertinya Harini tidak akan pernah selesai tampak dari dirinya yang terus melawani lawan bicaranya.
Jeny mengirimkan seseorang pesan. Lalu memegang ponselnya. Saat melihat orang yang barusan ia kirim pesannya Jeny tersenyum kecil.
Lelaki itu turun dari atas dan mengajak Jeny keluar sebentar yang disetujui oleh Harini dan Nabila. Saat berada di luar rasanya ia dapat bernapas dengan legah. Denis yang melihat gadis itu menghela napas hanya menatap bingung gadis yang berada di sampingnya.
"Kita mau kemana?" Jeny menatap lelaki yang berdiri di sampingnya. Ia seperti sedang berpikir. Lalu menggeleng.
"Gimana kalau ke lapangan komplek sini?" tampaknya tidak terlalu buruk maka Jeny mengangguk. Mereka memutuskan untuk berjalan kaki daripada naik motor. Untuk melatih kaki-kaki mereka yang sudah lama dimanjakan oleh kendaraan.
Sesampainya di sana Jeny melihat begitu ramainya lapangan itu. Lapangan yang tak terlalu besar itu dipenuhi dari anak-anak sampai orang lansia.
Jeny mengekori lelaki itu yang berjalan ke salah satu kursi taman yang panjang. Lalu duduk di sana. Jeny pun duduk di sampingnya. Mereka hanya melihat orang yang berlalu lalang dan berolahraga.
"Mau es krim?" Mata Jeny menangkap salah satu tukang es krim yang dikelilingi oleh anak-anak kecil yang imut. Ia mengangguk. Denis pergi meninggalkan gadis itu untuk membeli es krim.
Jeny yang terlalu asyik melihat salah satu olahraga yang dimainkan oleh anak SMP, yaitu basket tak mengetahui kedatangan Denis.
"Nih." Denis menyodorkan salah satu es krim rasa cokelat ke depan wajah gadis itu.
"Ah? Makasih." Jeny menerimanya dan mulai menjilati es yang mulai mencair. Denis mengangguk dan duduk di samping gadis itu.
Ia mengikuti kemana arah pandangan gadis itu. Ternyata gadis itu sepertinya menyukai orang yang suka olahraga basket. Ntah kenapa ia berdiri dan berjalan menuju lapangan yang terdapat beberapa anak SMP yang sedang bermain bola basket.
Jeny menatap heran sekaligus bingung kepada lelaki yang sedang berbicara sesuatu kepada gerombolan anak SMP itu. Lalu mereka mulai bermain merebutkan bola berwarna orange itu.
Tanpa disadari Jeny berteriak menyemangati lelaki itu saat bola berada di tangan Denis. Dengan semangat ia berteriak. Denis dapat melihat gadis itu menyamangatinya dengan semangat. Bahkan gadis itu tak tau bila es krimnya sudah meleleh seutuhnya. Ia hanya bisa tertawa kecil saat gadis itu mulai panik karena cairan es krim yang menyelimuti tangannya.
Denis akhirnya bisa memasukan bola orange itu ke dalam ring lawan. Ia bertos ria kepada teman se-team-nya. Ia permisi kepada teman barunya dan berjalan mendekati Jeny yang duduk sambil mengelap tangannya dengan tisu.
"Makanya dihabiskan." Jeny mengangkat kepalanya dan menatap lelaki itu.
"Lo kok nggak bilang kalau bisa main basket?"
"Emang harus gitu?" Jeny mengangguk semangat.
"Ajarin gue main dong. Gue mau." Jeny tampak memohon dan ntah bagaimana perasaan Denis menghangat saat melihat tatapan gadis itu. Ia mengacak lembut rambut Jeny.
"Iya. Nanti gue ajarin." Jeny tersenyum manis sangat manis mengalahkan manisan yang ada di dunia membuat Denis tak bisa untuk tidak ikut tersenyum.
Denis menatap ke arah arlojinya. Sudah cukup sore. Ia pun mengajak gadis itu kembali ke rumahnya. Mereka akhirnya pulang dengan rasa bahagia masing-masing.
Jeny tak lagi merasa marah kepada lelaki itu. Sedangkan Denis tak merasakan kemarahan gadis itu kepadanya. Sangat sederhana tapi membuat mereka berdua bahagia.
"Dari mana aja sih? Udah sore banget nih." Begitulah pertanyaan dari Nabila yang keluar dari mulutnya saat melihat dua insan yang baru sampai ke rumah.
"Dari lapangan komplek Ma."
"Kalau gitu kami pulang dulu ya Bil. Udah mau maghrib soalnya." Harini pamit hendak pulang kepada sohibnya.
"Iya. Denis kamu antar Tane Harini sama Jeny ya?" dengan senang hati lelaki itu mengangguk.
"Ya udah kami pulang dulu ya? Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jeny mencium punggung tangan Nabila sambil tersenyum. Sedangkan Denis setelah mengambil kunci mobil langsung mengeluarkan mobilnya dari garasi rumah. Ia menunggu dua perempuan itu di dalam mobil.
"Dadah?!" Harini tak lupa melambaikan tangan saat hendak meninggalkan kediaman rumah sohibnya. Nabila pun tak lupa untuk membalas lambaian tangan sohibnya.
Jeny duduk di kursi penumpang depan yang bersebelahan dengan kursi pengemudi. Sedangkan Harini duduk di kursi penumpang yang terletak di belakang. Sesekali Denis melirik ke sampingnya dan kembali memfokuskan diri kepada jalanan.
+++
Assalamualaikum🙇. Sorry ya kalau kelamaan update. Saya cuma nunggu sampai yang baca lumayan banyak.
Tapi demi kalian yang menunggu kelanjutan ceritanya, saya berusaha untuk itu.
Thanks ya karena sudah membaca JENY HER STORY sampai sejauh ini. Dan terima kasih juga buat suportnya serta komen-komennya yang membangkitkan semangat saya untuk menulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeny Her Story
Teen FictionTanganku sudah lama tak kembali mengetik kalimat yang mungkin telah kucurahkan ke dalam tulisan. Otakku mungkin juga sudah tidak dapat berimajinasi dengan sempurna karena terlalu lama mengerjakan tugas yang menyita hobiku untuk menulis sebuah kisah...