Setitik Mimpi

16 1 0
                                    

Hari sudah malam dan jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit.

Suasana coffe shop yg sedari tadi terang kini berubah gelap dan jelas tertera di pintu dengan keterangan TUTUP.

Semua karyawanpun pulang untuk istirahat mengisi tenaganya kembali sehingga besok bisa kembali bekerja.

Bima dengan cepat mengenakan jaket hitam dan helmnya,dia harus pulang sekarang.Bau badannya sudah tidak tertahankan lagi,ingin rasanya dia cepat cepat mandi.Dengan motor bebek nya dia menembus jalanan malam.

Dipertigaan jalan didekat rumahnya Bima berhenti dipenjual nasi goreng langganannya.Perutnya keroncongan dan juga orang yg tengah menunggunya dirumah pasti juga belum makan malam.Wanita itu pasti sudah menunggu terlalu lama.

Setibanya dirumah petak yg berukuran sedang dengan cat yg didominasi warna putih,Bima memarkirkan motornya.Rumah itu masih terang,pertanda wanita itu masih belum tidur.

"Assalamu'alaikum ibu,," Bima membuka pintu dan didapatinya wanita yg ia panggil ibu tengah duduk di sofa ruang tamu.

"Wa'alaikumsalam akhirnya kamu pulang nak" jawab ibunya perasaannya kini sudah lega,karena anak semata wayangnya pulang dengan selamat.

"Ibu khawatir,ibu takut terjadi apa apa sama kamu"

Bima tersenyum menenangkan ibunya "Ibu jangan khawatir aku kan juga udah biasa pulang jam segini"

''Oh ya,ibu sudah makan?"tanya Bima saat teringat nasi goreng yg ia bawa.

"Udah tadi sore,tapi sekarang lapar lagi" jawab ibunya sambil memegangi perutnya diikuti tawa kecil.

"Bima belikan nasi goreng,kita makan sama sama ya bu"

Sejenak ibunya terdiam memperhatikan Bima lalu menggeleng pelan.

"Loh kenapa bu?Katanya laper" tanya Bima heran.

"Ibu gak mau makan sama kamu,kamunya aja belum mandi"

Bima menepuk jidat mendengar ucapan ibunya.Dia sadar bau badannya terlalu menyengat.Setelah pulang sekolah dia langsung pergi bekerja.

"Iya udah bu aku mandi dulu,terus kita makan sama sama ya" ujar Bima lalu bergegas ke kamarnya.

Didalam kamar bima mengeluarkan seragam sekolah dari tasnya.Seperti biasa Bima selalu membawa baju ganti,karena tidak mungkin dia bekerja menggunakan seragam sekolah.

***

Matahari sudah bersinar sedari tadi,sebagai pertanda hari baru sudah dimulai.Semua sibuk dengan rutinitas masing masing.Jalanan kotapun tak kalah sibuk,lalu lintas sudah ramai dari saat hari masih gelap.Sebagian besar pengemudi memilih berangkat lebih awal agar terhindar dari kemacetan.Tetapi kenyataan nya sama saja.

Begitu juga dengan Bima dia kini sudah siap ke sekolah setelah menyelesaikan pekerjaan rumah lebih dulu.Dia tidak tega meninggalkan ibunya dengan setumpuk pekerjaan rumah.

Kesehariannya ibu nya bekerja sebagai buruh cuci gosok dari satu rumah ke rumah lain.Semua itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.Tetapi pekerjaannya tak menentu ibunya lakukan apalagi ketika kesehatannya menurun,dan semua itu terjadi semenjak ayahnya meninggal dunia.

Bima tak mau berdiam diri,dia berusaha mencari rezeki agar bisa mengurangi beban ibunya.Cukup tidak cukup harus dicukupkan.Masalah sekolah,dia bersyukur mendapat beasiswa.Apalagi dia juga mendapat sahabat yg bisa mengerti keadaannya juga bahkan banyak membantu kala ia susah.

Bulutangkis adalah dunia nya dan menjadi atlet bulutangkis hebat adalah cita citanya.Sama seperti Nanda,dia punya tekad yg sama.

Bagi dia menangkis suttle kok seperti dia menangkis masalah yg datang bertubi tubi dalam hidupnya.Dengan menjatuhkan lawan artinya dia bisa menghadapi kenyataan hidup yg tak pernah berpihak pada dirinya.Ia yakin suatu hari nanti,akan ada hari dimana hari bersejarah tiba.Lagu indonesia Raya berkumandang dikancah dunia dan dia berdiri dipodium kemenangan.Harapan yg selalu ia impikan dan tak lupa ia Aamiin kan.

Dari Rana dia belajar menjadi pemain yg lebih handal lagi.Diakuinya gadis itu punya trik yg bisa dibilang cerdik.Tapi sayang gadis itu tak punya impian untuk menjadi atlet bulutangkis.

"Bulutangkis itu cuma hobi,dan gue gak ada kepikiran kalau dimasa depan gue mau jadi atlet bulutangkis" ujar Rana,tangannya memainkan suttle kok yg ia pegang.

"Terus cita-cita lo apa?" tanya bima heran

Rana mengangkat satu bahunya "Gak ada,gue gak pernah punya cita-cita dari kecil"

"Masa" Bima mengerutkan kening tanda tak percaya.

"Iya menurut gue apa yg bisa gue lakuin ya gu jalani aja.Tanpa ada keinginan gue pengen jadi apa dimasa depan"

"Terus lo main bulutangkis selama ini buat apa? Sebagian orangkan meraih cita-citanya karena berawal dari hobi" Bima meluruskan kedua tangannya kebelakang tubuhnya,membiarkan telapak tangannya bersentuhan langsung dengan lantai lapangan.Tubuhnyapun disangga dengan kedua tangannya.

"Meskipun bukan cita-cita gue,tapi gue selalu serius dalam ngejalanin sesuatu,gak pernah main main'' tegas Rana.

Bima mengangguk mengerti "Ya semoga aja suatu saat lo bisa jadi atlet bulutangkis.Negara ini butuh pemain handal seperti lo"

"Masih banyak diluar sana yg lebih jago dari gue"

"Iya sih,gue harap mereka gak punya pemikiran yg sama seperti apa yg lo pikirin.Terlalu ngandelin oranglain" Bima menatap Rana yg tepat saat itu Rana juga menatap dengan tatapan yg sama.Keduanya pun tertawa.

Semua berawal dari mimpi.Mimpi yg diukir dan perlahan lahan dijalani untuk digapai.Memang tidak mudah karena terkadang kenyataan tak selalu sejalan dengan impian.Jangan menyerah,karena sesuatu yg indah terkadang datang terlambat.Bukan tidak tepat waktu melainkan tengah menunggu waktu yg tepat.Hingga semuanya akan indah pada waktunya.Waktu yg akan menyadarkan kita bahwa asal kita tidak menyerah pasti ada jalan yg bisa kita tempuh.Sampai akhirnya kita berkata "Tidak ada yg sia sia" karena hasil tidak akan mengkhianati usaha.

Selembar CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang